Quantum Leap, Sebuah “Lompatan” Potensi

Marvel Multiverse

Apakah kamu pernah mendengar istilah Quantum Leap? Yuk kita kenalan dengan istilah ini!

 

 

 

Tentang Quantum Leap

Quantum Leap merupakan “lompatan” yang membuat manusia mencapai potensinya secara optimal.

Kalau dalam bayanganmu lompatan itu seperti atlet yang melewati halang rintang, Quantum Leap berbeda. “Lompatan”-nya lebih menyerupai gelombang yang menembus suatu batas. Mungkin terdengar membingungkan. Untuk memudahkan, analoginya seperti ini. Bayangkan seseorang yang dalam 2 minggu bisa membuat desain 3D. Padahal, dia belum pernah pegang laptop sebelumnya. Atau seseorang dalam seminggu bisa berkomunikasi dengan orang asing. Bahkan sampai dapat pasangan. Padahal, sebelumnya dia sama sekali tidak bisa berbahasa Inggris.

Quantum Leap Wave

Selain itu, Quantum Leap juga bersifat probabilitas. Mungkin terjadi, mungkin tidak.

Makanya, momentum dalam Quantum Leap bisa saja datang tanpa diduga. Apabila kita tidak siap, kesempatan tersebut akan lewat begitu saja.

 

 

Contoh Quantum Leap

Kita ambil contoh Syama, seorang murid di Piwulang Becik yang terlihat pendiam di kelas. Namun, di sebuah pertunjukan drama di kelas, secara mengejutkan, banyak dialog yang diperankan Syama. Bela, guru bahasa Indonesia Syama, kaget dan tak menyangka bahwa ternyata memang selama ini Syama memperhatikan apa yang ia ajarkan. Hanya saja, ia tak banyak bicara.

Contoh lainnya, anggap saja bernama Zizi. Ia seorang difabel tuna netra yang punya keahlian di bidang musik. Saat mengajar di kelas online, Zizi dapat menghapal para muridnya hanya dari mendengar suaranya saja. Bela takjub dan terheran-heran, bagaimana Zizi bisa tau siapa saja muridnya tanpa melihat. Zizi pun tidak pernah terpikir sanggup mengajar musik.

Yang terjadi pada Syama maupun Zizi sebenarnya bukan tiba-tiba. Ada proses yang tidak terlihat.

Contohnya, bagaimana Bela memancing perlahan agar Syama berani berbicara melalui pendekatan personal, bagaimana ia pun kerap bertanya pada orang tua Syama. Apakah anaknya diam karena takut atau memang pendiam? Apakah anaknya menyukai pelajaran bahasa Indonesia? Orang tuanya bilang iya dan bilang bahwa di rumah, Syama sering cerita tentang kegiatannya.

Zizi pun demikian. Ia tidak langsung bisa lancar mengajar tapi karena terus-menerus dilakukan, lama-lama ia terampil. Keterbatasannya tak menghambat potensinya. Zizi bisa saja menolak menjadi pengajar. Namun, ia mengambil momentum untuk terus meningkatkan kemampuannya. Bahkan, kalau baik Syama, Bela maupun Zizi tidak berhenti dan puas dengan “lompatan” yang terjadi, bisa jadi ada probabilitas terjadinya Quantum Leap di momentum lain dalam hidup mereka.

Pertanyaan untuk kita refleksikan bersama: apakah saat momentum tiba, kita sudah siap untuk menembus batas-batas nalar kita? Kalau pun belum siap, apakah kita berani memulai? Ataukah kita menyerah karena merasa batas tersebut mustahil ditembus?

1 reply

Trackbacks & Pingbacks

  1. […] Apa rahasianya? Ternyata, bagaimana mereka dilatih menjadi faktor penentu yang membedakan dengan klub tenis lainnya. Atlet-atlet tersebut menjadi unggul karena sentuhan pelatih yang menciptakan program latihan yang berat untuk mengoptimalkan potensi seperti yang pernah dibahas dalam tulisan mengenai Quantum Leap. […]

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply