Posts

Visi Membangun Manusia

Setidaknya lima tahun ke depan, “membangun sumber daya manusia (SDM)” akan menjadi kunci di republik ini. Bukan karena diusung Jokowi-Ma’ruf Amin yang memenangi Pilpres 2019, melainkan karena esensi substansi: Kemajuan adalah milik bangsa dengan manusia berkualitas. Membangun manusia adalah jalan memajukan bangsa.

Di zaman ekonomi digital ini, yang cepatlah yang menentukan. Bukan yang sekadar pintar, apalagi hanya “besar”. Revolusi Industri 4.0 meminggirkan mereka yang lambat. Perubahan drastis yang semula terjadi hanya di sektor bisnis dan manufaktur kini merambah ke semua sektor, termasuk pemerintah dan pembangunan secara keseluruhan. Tidak hanya profesional dan pebisnis, tapi dosen dan guru, dokter, petani dan nelayan, bahkan aktivis dan pegawai pemerintah juga dipaksa beradaptasi dengan kemajuan ini. Dan tampaklah siapa yang cepat dan meraih manfaat, dan siapa yang tertatih-tatih mengejarnya. …

EKOSISTEM

Di sinilah pentingnya ekosistem untuk mengembangkan talenta nasional. Harus ada kemauan politik serta kebijakan dan tata laksana untuk mengelola dan mengembangkan talenta Indonesia.

Janji politik Jokowi-Ma’ruf tentang Empat Dana Abadi bisa dimanfaatkan secara strategis untuk mengakselerasi proses excellence ke hilir ini.

  1. Dana Abadi Pendidikan untuk meningkatkan pokok modal Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) dari Rp 60 triliun ke Rp 100 triliun pada 2024 adalah enabler untuk melahirkan talenta di bidang akademis.
  2. Dana Abadi Penelitian bisa menjadi skema fleksibel untuk mendorong kinerja penelitian agar makin fokus menghasilkan terobosan inovatif, melengkapi inisiatif DIPI (Dana Ilmu Pengetahuan Indonesia) yang sudah diluncurkan.
  3. Agar bisa duduk di peringkat ke-500 atau bahkan ke-300 dunia, Dana Abadi Perguruan Tinggi bisa digunakan kampus untuk membangun kapasitas mereka.
  4. Dana Abadi Kebudayaan, yang sudah umum di negara maju, harus diarahkan untuk membangun prasarana dan ruang berkarya bagi pekerja seni dan budaya, sekaligus untuk meningkatkan kapasitas mereka.

EKOSISTEM UNTUK KREATIVITAS

Prinsip ketiga membangun manusia Indonesia adalah lompatan kebijakan dan tata kelola yang harus mengikuti visi, bukan sebaliknya. Dari semesta pembangunan, saya pilih tiga terpenting:

  • kesejahteraan sosial;
  • iptek, inovasi, dan seni;
  • serta pemerintahan dan reformasi birokrasi.


Sektor iptek, inovasi, dan seni butuh perombakan. Masalahnya bukanlah dana negara yang terbatas, melainkan perlunya ekosistem. Terimalah fakta bahwa inovasi, seni, dan perkembangan pengetahuan tak akan pernah bisa dipaksakan. Yang bisa dilakukan adalah membangun ekosistem agar kreativitas tumbuh, inovasi muncul, dan gagasan baru dilahirkan. Untuk itu, peran komunitas epistemik penting. Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (ALMI), ataupun Dewan Riset Nasional (DRN), seperti halnya Dewan Kesenian, harus dipastikan independen, by expertise, dan sungguh mendapatkan ruang untuk menilai validitas gagasan yang akan mendapatkan dukungan pendanaan dan untuk memastikan prinsip fleksibilitas pendanaan iptek dan seni.

Terakhir, reformasi birokrasi dan pemerintahan yang harus bisa mengejar kemajuan zaman. Singkatnya, kata Presiden Jokowi, “Pemerintahan Dilan: digital melayani“. Dibandingkan swasta, pemerintah dan birokrasi memang paling lambat mengadopsi dan mengadaptasi kemajuan teknologi. Karena itu, pemerintah harus memastikan ketersediaan data dan peta yang terbuka dan bebas diakses publik. Selain mendigitalisasi layanan publik, perencanaan pembangunan harus memanfaatkan big data analytics.

Indikator keberhasilan e-government bukan hanya penghematan anggaran IT dan integrasi teknologi, tetapi meningkatnya kepercayaan rakyat kepada pemerintah yang makin terbuka, dekat, mudah dijangkau, dan melayani.

Kutipan dari sebuah tulisan Yanuar Nugroho (Deputi II Kepala Staf Kepresidenan RI Bidang Sosial, Budaya, dan Ekologi Strategis) di Kompas, 8 Juni 2019.