Workshop “Mental Jawara dan Bisnis Berjaya Bersama” Kak Oddie Yuvan

Pada hari Senin, 26 Februari 2024, PKBM Piwulang Becik mengadakan workshop bersama 15 peserta didik Project Based Learning di Semarang dengan tema “Mental Jawara, Bisnis Berjaya” yang disampaikan oleh Kak Oddie Yuvan. Materi yang menjadi fokus utama dalam workshop ini mencakup beberapa aspek penting untuk memberikan pemahaman mengenai sikap pemelajar, penguatan mental, strategi bisnis yang efektif dan mengintegrasikan nilai-nilai positif dalam kehidupan sehari-hari.

1. Siap Menjadi Murid
Workshop ini menegaskan betapa hebatnya seseorang yang selalu belajar dari pengalaman orang lain (mentor). Poin ini menekankan pentingnya kerendahan hati dan kesediaan untuk mengosongkan gelas dalam proses belajar.
2. Ruang Sulit
Peserta didik diajak untuk selalu memosisikan diri mereka di ruang-ruang yang sulit, karena di situlah pertumbuhan yang sesungguhnya terjadi. Menghadapi tantangan dan kesulitan adalah bagian yang tidak terpisahkan dari perjalanan menuju keberhasilan.

3. Komitmen
Peserta didik diberikan pemahaman bahwa seorang pemelajar harus memiliki komitmen yang tinggi terhadap dirinya sendiri. Dengan komitmen yang kuat, peserta didik dibimbing untuk menjadi pemelajar yang bersemangat dan selalu siap menghadapi setiap tantangan.
4. Kegigihan
Poin ini menekankan pentingnya memiliki kegigihan yang kuat. Kegigihan seperti itu adalah kunci untuk menjadi pemenang dalam menghadapi rintangan dan cobaan yang tak terduga.
5. Percaya Diri
Para peserta didik diajarkan bahwa kepercayaan diri adalah fondasi utama bagi seorang pemenang. Musuh terbesar bukanlah orang lain, melainkan diri sendiri. Dengan memiliki kepercayaan diri yang tinggi, peserta didik akan diberdayakan untuk terus berjuang meraih kesuksesan.

Pesan fundamental dari workshop ini mencerminkan visi PKBM Piwulang Becik dalam membimbing setiap individu. Mereka meyakini bahwa membangun manusia yang tangguh akan menghasilkan bisnis yang berjaya. Hal ini sejalan dengan materi yang disampaikan oleh Kak Oddie, “We don’t use people to build businesses, we use businesses to build people”. Sebuah komitmen nyata terhadap pengembangan potensi generasi muda dan mencetak para jawara masa depan.

Workshop ini tidak hanya berfokus pada penyampaian materi, tetapi juga memberikan ruang bagi setiap peserta didik untuk berinteraksi, bertanya, dan berkonsultasi secara langsung mengenai proses pembelajaran mereka. Inisiatif seperti ini menumbuhkan semangat keterlibatan dan partisipasi aktif di antara para peserta didik.

Workshop ini kemudian diberi sentuhan penguatan materi oleh Om iLik sAs, yang memberikan nilai-nilai tambahan dan memotivasi anak-anak untuk terus berkembang dalam setiap tahapan Project Based Learning yang mereka jalani.

Ayo tonton video testimoni workshop “Mental Jawara, Bisnis Berjaya” di:

Harmoni Belajar dan Bermain: Pengalaman Unik Project Based Learning di PKBM Piwulang Becik

Odilia Francesca Yap dan Nicholas Saverio Yap adalah kakak beradik siswa kelas IX dan VII yang saat ini sedang mengikuti program Project Based Learning (PBL) di Piwulang Becik Salatiga. Di usia yang masih sangat belia, Odil dan Nicho sudah berani belajar secara mandiri meninggalkan rumah dan orang tua mereka di Kota Tangerang, dan belajar memasuki ruang sulit yang belum pernah mereka alami sebelumnya. 

Namun, berbeda dengan Nicho yang masih dalam proses explore, Odil saat ini sudah memasuki tahap exposure dimana ia mulai membangun pemahaman dan memperdalam pengetahuan di satu bidang keahlian tertentu. Program Project Based Learning mempertemukan Odil dengan dunia 3D modeling yang menjadi fokus utama pembelajarannya saat ini, dengan didampingi oleh Kak Reza sebagai mentornya.

Rutinitas harian Odil dimulai dengan membersihkan area studio, untuk menciptakan suasana yang bersih dan menyenangkan untuk setiap sesi pembelajaran. Proses bersih-bersih ini tidak hanya menjadi rutinitas, tetapi juga melambangkan pentingnya kebersihan dan ketertiban dalam proses belajar.

Selanjutnya, ada sesi membaca buku sebagai langkah awal untuk menumbuhkan kreativitas dan membuka wawasan Odil sebelum masuk ke dalam pembelajaran teknis 3D modeling. Kegiatan membaca buku ini juga menjadi ajang untuk berdiskusi, bertukar pikiran, dan meningkatkan imajinasi Odil dan teman-temannya.

Memasuki proses pembelajaran 3D modeling yang merupakan inti dari program Project Based Learning, Odil tidak hanya mempelajari konsep dasar pemodelan, tetapi juga diberikan tantangan untuk membuat sebuah proyek nyata yang mencerminkan aplikasi dari ilmu yang sudah didapatkannya. Proses pembelajaran ini tidak hanya memberikan pengetahuan teknis, tetapi juga mengasah kemampuan berpikir kritis, kreativitas, dan kerja sama tim.

Namun, pengalaman belajar di PKBM Piwulang Becik tidak hanya terfokus pada aspek formal. Kebersamaan di antara anak-anak yang berpartisipasi dalam Project Based Learning menjadi kunci keberhasilan dalam menciptakan lingkungan belajar yang suportif dan inspiratif. Bertemu dengan teman-teman baru, bermain bersama, membuat berbagai kreasi masakan, dan menjalani berbagai kegiatan lainnya secara bersama-sama, serta menciptakan suasana kekeluargaan yang melekat dan memberikan dampak positif bagi perkembangan setiap peserta didik.

Kebersamaan dalam rutinitas harian ini menjadi momen yang paling berkesan bagi Odil, di mana ia merasakan harmoni antara belajar dan bermain selama menjalani Project Based Learning di PKBM Piwulang Becik.

Odil berharap setelah menyelesaikan program pembelajaran di PKBM Piwulang Becik, ia dapat menjadi pribadi yang lebih mandiri. Ia juga berharap dapat mengaplikasikan ilmu yang telah ia dapatkan untuk membuat karya-karya 3D dan menjadi ahli di bidang tersebut. Dengan keunikan dan nilai-nilai yang dihadirkan oleh program Project Based Learning di PKBM Piwulang Becik, Odil ingin membagikan kisahnya sebagai inspirasi bagi kita semua.

Tonton cerita Odil dan Nicho di:

 

 

Husayn : Explore, Exposure & Expertise

PKBM Piwulang Becik menjadi saksi perjalanan Husayn, seorang siswa kelas XI, yang memilih mengambil jalan pendidikan nonformal. Husayn dan orangtuanya menjelajahi berbagai bidang, dari musik hingga astronomi, membuka pintu menuju pengetahuan yang lebih luas.
Sebagai seorang anak kinestetik, dalam proses eksplorasinya, Husayn menemukan kegemarannya dalam dunia basket sejak usia delapan tahun. Melibatkan diri di dalam kejuaraan tingkat daerah hingga nasional, dan masih terus menjalani berbagai keterampilan termasuk belajar skill animasi dan ilustrasi.

Husayn menghadapi titik balik ketika usianya mencapai 14 tahun, dihadapkan pada pilihan untuk fokus di dalam satu bidang antara mempertahankan karier di dunia basket atau menyusuri jalur visual. Hal ini menjadi ruang sulit untuk Husayn, karena saat itu Husayn lebih menyukai bermain basket dibanding keterampilan animasi, namun akhirnya dia memilih fokus menjalani prosesnya di bidang animasi dengan mempertimbangkan banyak hal.

Keberanian untuk mengejar jalur visual membawa Husayn ke dalam dunia animasi dan ilustrasi di PKBM Piwulang Becik dengan didampingi oleh mentor yang berpengalaman di bidangnya. Bersama teman-temannya, setiap hari di studio adalah perjuangan untuk mencapai pencapaian sesuai tujuan individu masing-masing.

Saat ini di usia 18 tahun Husayn sudah mencapai titik pertamanya, yaitu memiliki unit usaha dengan pelayanan pembuatan animasi dan ilustrasi. Husayn dan timnya dipercaya oleh klien dari berbagai negara dan tetap didampingi oleh mentornya yang sudah lebih dahulu menjalani bidang tersebut.

Cerita di atas bisa menjadi inspirasi bagi teman-teman seusianya. Terima kasih, Husayn, karena telah berbagi kisah ini! 😇

Tonton cerita Husayn di :

 

#LiveInSeries 1 – Haydar Wira & Reizzan Prasetya: Berkarya Sejak Muda

Awal Mula Belajar 3D 

Sebagai anggota termuda yang melakukan project-based learning di Piwulang Becik, Haydar Wira Prasetya (13) dan Mohammed Reizzan Setyawan (14), mengaku menikmati proses menggambar 3D. “Awal mulanya aku bikin gambar cuma main-main aja. Manual, digital, trus sekarang 3D. Tertariknya karena suka animasi-animasi gitu. Lihat behind the scence-nya kan keren tuh, bikin 3D” ujar Haydar saat menceritakan asal mula ketertarikannya pada 3D. Sementara itu, Izzan menyebutkan prosesnya berkarya saat mengerjakan project di studio Kampung Becik. “Awalnya aku bikin stok ikon, trus bikin ilustrasi, dan sekarang 3D. Aku seneng gitu, pengen explore.” 

Haydar dan Izzan menjelaskan bahwa keterampilan membuat karya 3D terasah justru saat bermain game. “Tangan jadi lebih luwes saat pegang mouse,” kata Haydar. Izzan pun menyetujui. “Kalo aku emang suka main game pakai komputer gitu. Jadi pas ngerjain 3D kayak udah enak soalnya mirip-mirip.” 

Menekuni 3D sejak dini dan benar-benar terjun menghasilkan karya, Haydar dan Izzan merasakan kebanggaan tersendiri. “Aku bangga soalnya bisa ngelakuin project yang besar. Pengen nantinya jadi 3D artist,” aku Haydar. “Aku juga ngerasa bangga tapi bisa lebih baik lagi,” tambah Izzan. 

Sejauh ini, keduanya merasa senang dan belum terpikirkan untuk eksplorasi bidang lain. “Kalau penasaran bidang lain nggak ada. Masih belum ketemu yang nyenengin lagi. Masih enjoy 3D. Paling seru itu modeling,” ujar Haydar. “Tapi sebetulnya ada susahnya. 3D kan ada lighting sama texture, jadi kompleks banget,” tambahnya. 

Sebaliknya, Izzan merasa tidak terlalu sulit. “Paling susahnya itu suka ada revisi. Kadang bingung kliennya itu maunya gimana,” terang Izzan polos yang sontak diikuti anggukan setuju oleh Haydar.  

Belajar Mengenai Kecerdasan Ruang 

Selain teknis 3D, Haydar dan Izzan juga belajar hal-hal non teknis, termasuk perihal kecerdasan ruang, terutama relasi dengan Reza Ahmad Prasetya (16) sebagai mentor mereka berdua. “Sebetulnya agak susah buat bedain antara keluarga sama guru. Misalnya kalau sebagai keluarga, aku bisa minta tolong ambilin piring atau nemenin makan. Kalau sebagai guru, aku nurut soalnya masih belajar juga,” ungkap Haydar. Hal serupa disebutkan juga oleh Izzan. Ia menyadari peran saat project-based learning berbeda dengan saat di waktu luang. “Kalau di ruang kerja, mas Reza jadi mentor kita. Jadi manut gitu. Kalau lagi main ya kayak mas aja.” 

Memaknai Kesalahan dan Masalah 

Semua manusia tak luput dari kesalahan. Begitu pula dengan Izzan dan Haydar. “Pernah waktu itu, sore-sore Haydar ajak aku main trus aku langsung ikut ke sana nggak pakai sendal. Nggak becek sih, tapi kan jadinya kotor. Trus ditegor om Aris. Dari situ jadi sadar kalau keluar harus pakai sendal. Jadi nggak tersinggung kalau diingetin,” kenang Izzan. “Aku juga sama. Yang lainnya aku lupa. Tapi kalau aku agak kesel juga,” sahut Haydar jujur. 

Selain kesalahan, mereka pun tak lepas dari masalah. Namun menariknya, baik Haydar maupun Izzan merasa tidak terlalu mempermasalahkan. “Aku nggak nyadar kayaknya. Nggak nganggep itu masalah. Jadi kalau ngerjain 3D kan kita perlu komputer yang spec-nya bagus. Jadinya sering nge-freeze gitu. Trus restart komputer paksa. Solusinya upgrade PC,” cetus Haydar. “Kalau aku pernah sih tapi ya kalau ada masalah trus sudah selesai masalahnya, jadi lupa,” sambut Izzan. Intinya, buat mereka berdua, tips menyelesaikan masalah adalah tidak berlarut-larut dalam masalah tersebut. Cari solusinya lalu move on.  

Proses Adaptasi di Ruang Komunal 

Berada jauh dari rumah dan belajar hidup mandiri, Izzan menceritakan pengalamannya beradaptasi dengan lingkungan baru. “Awal-awalnya kan aku di sini jauh dari orang tua. Bisa tapi aku ya kangen sih,” ungkapnya jujur. Sementara itu, Haydar merasa senang akhirnya punya teman sebaya. 

Mereka juga bercerita mengenai kebiasaan makan, terutama saat makan siang. “Kalau soal makanan, rasanya beda, tapi enak soalnya laper,” Izzan tertawa renyah. Ia juga melakukan kegiatan bersih-bersih seperti menyapu, cuci piring, dan membersihkan meja. Berbeda dengan Izzan yang lahap makan apapun, Haydar lebih memilih menu makan yang berbeda dari yang lainnya. “Soalnya di sini kebanyakan makannya sayur. Aku kurang suka,” jelasnya blak-blakan. Meski demikian, ia tetap ikut berbaur dan berkumpul saat makan siang. 

Terkait interaksi dengan teman-teman yang berbeda umur, Haydar dan Izzan tidak merasa ada perbedaan yang signifikan. Mereka bisa membaur seperti bermain game bersama, olahraga basket, menonton bioskop, dan sebagainya. “Sebenernya sama kakak-kakak di sini biasa aja sih. Manggilnya sih tetep kak, tapi ngobrolnya santai. Kalau bosen biasanya refreshing trus nyapa kakak-kakak ‘halo, lagi ngapain?’,” jelas Izzan. “Aku juga biasa aja sih. Udah terbiasa bertaun-taun main bareng beda umur,” sahut Haydar.  

Harapan ke Depannya 

Ketika bicara masa depan, baik Haydar maupun Izzan merasa ingin hidup bebas. “Kalau aku, 4-5 tahun udah ada studio jadi udah ada orang yang ngurusin,” tutur Haydar. Selaras dengan Haydar, Izzan bercita-cita ingin memulai bisnisnya sendiri. “Kalau aku ke depannya pengen punya studio juga. Umur berapanya belum tau, yang pasti aku udah tinggi,” katanya ceplas-ceplos sambil tertawa. 

Tonton wawancara lengkapnya di: