Mengikis Rasa Malas Di Usia Dewasa Dengan Rajin Bekerja Sejak Usia Remaja

Mengikis Rasa Malas Di Usia Dewasa Dengan Rajin Bekerja Sejak Usia Remaja

Seperti yang kita tahu, masyrakat Indonesia sangat geram dengan maraknya kasus korupsi yang diberitakan. Entah dilakukan oleh pejabat, politisi, pengusaha dan lain sebagainya. Banyak yang mengatakan jika mereka adalah sosok yang tak beragama dan berakhlak mulia. Banyak orang yang mempercayai jika tindak korupsi dilatarbelakangi oleh iman yang minim, sehingga mampu tergoda dengan hal-hal yang bersifat duniawi.

Mengikis Rasa Malas Di Usia Dewasa Dengan Rajin Bekerja Sejak Usia Remaja

 

Namun seorang tokoh agama bernama Ali Reza Panahian pernah berceramah, dan beliau mengatakan, “Akar Korupsi di masyarakat, bukan karena tidak agamis atau karena pengaruh budaya luar. Tapi berawal dari tidak bekerjanya remaja setelah menginjak umur 14 tahun. Mereka hanya belajar dan bersenda gurau saja. Padahal mereka memiliki energi dan kekuatan.”

Tentu anak yang bekerja di usia remaja adalah sebuah kontroversi, di usia remajanya masih banyak anak yang sedang mencari jati diri. Akan tetapi, cobalah simak baik-baik. Anak yang bekerja saat usianya remaja memiliki banyak keuntungan, antara lain:

1.      Kesempatan menyalurkan hobi dengan positif

Setiap remaja memiliki hobi dan minat terkadang waktu mereka habis hanya untuk mengurus hal itu. Bekerja sesuai dengan minat dan hobi yang dimiliki adalah salah satu cara positif yang dilakukan untuk menyalurkan hobi sekaligus merintis karir sejak dini.

2.      Peluang mencapai kesuksesan lebih cepat

Semakin dini merintis karir tentu semakin cepat meraih tujuan. Sehingga jika saat ini remaja menekuni satu bidang tertentu, maka sangat mungkin mereka akan meraih kesuksesan dengan cepat.

3.      Bisa menjadi seorang ahli di usia muda

Ahli dalam suatu bidang tentu menjadi sebuah impian yang ingin dicapai di masa mendatang. Namun untuk menjadi ahli tentu kita memerlukan waktu yang panjang untuk berlatih dan belajar. Hal ini berarti, menekuni keahlian sejak usia remaja adalah salah satu cara agar kita bisa menjadi seorang ahli meskipun masih berusia muda.

4.      Memiliki kemampuan untuk hidup lebih teratur

Remaja sering identik dengan banyak aktivitas yang tak bermanfaat, untuk menghindari hal ini. Ada baiknya kita berkarier sejak usia remaja, dimana hidup akan berjalan lebih teratur, seseorang akan lebih mudah membagi waktunya.

5.      Berlatih memiliki tanggung jawab

Tanggung jawab tidak dimiliki dari teori yang dipelajari di sekolah atau pendidikan formal lainnya. Tanggung jawab dimiliki melalui pengalaman-pengalaman yang telah dilalui sebelumnya. Dengan pengalaman mememang sebuah pekerjaan sebelumnya, anak remaja akan berlatih bagaimana mereka bertanggung jawab untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Tentu tanggung jawab yang diberikan disesuaikan dengan kemampuan sang anak.

6.      Melatih gaya hidup disiplin

Umumnya anak remaja identik dengan kegiatan yang tidak bermanfaat, menghabiskan waktunya untuk bermain dan bermalas-malasan. Padahal untuk meraih kesuksesan dibutuhkan kedisplinan tinggi. Untuk itu bekerja di usia remaja akan melatih mereka untuk hidup lebih disiplin.

7.      Hidup lebih mandiri

Dengan bekerja anak akan memiliki tanggung jawab dan kedisiplinan, kedua hal ini kemudian membentuk anak agar lebih mandiri dan tidak manja kepada orangtuanya. Mereka akan terbiasa mengurus hidup sendiri bahkan memungkinkan mereka untuk mandiri secara finansial

Meskipun ada banyak manfaat yang didapatkan saat anak mulai belajar bekerja sejak usia remaja. Bukan berarti orangtua harus memaksa mereka untuk melakukan itu, atau justru mempekerjakan mereka. Meskipun ada banyak hal yang bisa diperoleh selain 7 poin di atas, akan tetapi ada banyak pertimbangan pula yang harus diperhatikan sebelumnya. Seperti kemampuan anak, karakteristik anak, treatment yang tepat dalam proses belajar memulai pekerjaan, dan lain sebagainya.

Mengajarkan anak untuk memiliki pekerjaan sesuai dengan passion tentu menjadi tantangan tersendiri bagi orangtua, sebab jika tak berhati-hati akan ada banyak kekhawatiran yang mengintai pada anak. Salah satunya bisa jadi iming-iming pekerjaan yang ditawarkan justru merupakan sebuah jebakan.

 

 

Demikian artikel ini kami buat semoga memberikan gambaran bagi anda tentang serba serbi dunia pendidikan. Apabila ada pertanyaan tentang pendidikan alternatif Anda bisa hubungi kami di https://piwulangbecik.sch.id untuk informasi lebih lanjut.

Mengajarkan Olahraga Pada Anak Untuk Menunjang Kecerdasan Dan Kesehatan Mental

Mengajarkan Olahraga Pada Anak Untuk Menunjang Kecerdasan Dan Kesehatan Mental

Olahraga tentu menjadi salah satu pelajaran yang menyenangkan bagi anak-anak. Meskipun demikian terkadang banyak orangtua yang abai dengan olahraga, mereka cenderung mengutamakan pelajaran akademis yang menunjang kemampuan otak anak. Tentu hal ini tidak baik bagi tumbuh kembang mereka. Di masa sekarang sering kali kita melihat banyak orangtua yang mendikte anak untuk menyelesaikan PR mereka, berusaha mendapatkan nilai baik pada pelajaran matematika, dan lain sebagainya. Padahal selain hal-hal akademis anak juga perlu ruang agar mereka bisa berolahraga atau beraktivitas fisik, entah sekadar bermain sepak bola bersama teman-temannya di lapangan.

Mengajarkan Olahraga Pada Anak Untuk Menunjang Kecerdasan Dan Kesehatan Mental

Olahraga dan aktivitas fisik bukan hanya melatih otot-otot tubuh saja, kegiatan ini juga menunjang kecerdasan anak serta menyehatkan kesehatan baik secara fisik maupun mental. Bahkan semakin dini mengenalkan olahraga pada anak, maka anak akan semakin terbiasa  untuk berolahraga di usia dewasa.

Agar anda semakin yakin mengenalkan olahraga pada anak maka berikut ini adalah manfaat yang diperoleh, antara lain:

  1. Meningkatkan kebugaran
  2. Memicu pertumbuhan tulang dan otot
  3. Meningkatkan koodinasi gerak dan keseimbangan tubuh
  4. Membantu dalam proses pembentukan postur ideal tubuh bagi anak
  5. Menurunkan risiko obesitas atau kelebihan besar badan sejak anak-anak
  6. Meningkatkan kemampuan sosial dan kedisplinan

Olahraga akan berpengaruh besar bagi perkembangan anak baik secara fisik, mental, maupun sosial. Dalam sebuah penelitian, kegiatan fisik yang dilakukan anak ternyata dapat meningkatkan kecerdasan pada anak, selain itu hal ini juga meningkatkan fungsi kognitif seperti melatih daya ingat, fokus, dan kemampuan anak dalam memecahkan masalah. Namun mengajarkan olahraga atau aktifitas fisik pada anak tidak boleh sembarangan. Hal ini harus disesuaikan dengan usia dan kebutuhan anak itu sendiri, misalnya: Anak usia 4-5 tahun Pada usia ini, ajarkan anak berolahraga ringan, sederhana, dan singkat. Selain itu, olahraga atau aktivitas fisik yang diajarkan fokus pada perkembangan motorik. Hal ini tentu berbeda dengan anak-anak yang berusia 6 hingga 12 tahun, pada usia ini anak mulai menunjukkan minatnya pada bidang olahraga tertentu. Sebagai bentuk dukungan kepada mereka cobalah ajak anak untuk mengikuti club tertentu yang sesuai dengan minat anak. Selain itu, ajak anak berlatih secara rutin.

Aktivitas fisik yang diajarkan pada anak tidak harus olahraga. Ada beragam aktivitas fisik lainnya yang bisa anda berikan pada anak, antara lain.

1.      Outbound

Kegiatan outbound merupakan kegiatan fisik yang dilakukan di luar ruangan bisa di halaman yang luas, atau tempat-tempat wisata yang menyediakan outbound untuk anak. Kegiatan outbound bertujuan agar anak dapat mengatasi situasi dan kondisi di alam bebas yang penuh dengan tantangan. Kegiatan di luar ruangan sangat beragam dan tentunya menyenangkan bagi anak-anak, misalnya berjalan diatas titian, memanjat dinding tali, flying fox, berkebun dan lain sebagainya. Namun, yang menjadi catatan pastikan kegiatan outbound yang dilakukan anak sesuai dengan usianya.

2.      Menari, bernyanyi dan melompat

Mungkin beberapa orang mengira bernyanyi, menari, dan melompat adalah sebatas permainan untuk anak. Akan tetapi, ternyata ketiga hal tersebut termasuk dalam aktivitas fisik. Meskipun terlihat sederhana namun ternyata hal ini bisa melatih kemampuan otak dalam mengingat. Misalnya anak akan mengingat gerakan berikutnya saat menari. Selain itu, siapa tahu dari hal sederhana ini bakat anak dalam bidang seni akan tumbuh.

3.      Bela diri

Bela diri merupakan aktivitas fisik dan cabang olahraga yang jarang diminati banyak orangtua. Ada banyak cabang olahraga bela diri yang bisa diikuti oleh anak mulai dari taekwondo, silat, hingga tinju. Olahraga bela diri akan membantu anak menyalurkan emosinya ke hal positif.

Olahraga dan aktivitas fisik adalah hal yang sangat membantu, namun semua harus diawasi oleh orang dewasa. Karena jangan sampai olahraga atau aktivitas fisik tersebut membuat anak kelelahan dan kurang istirahat.

Kegiatan belajar tentu akan lebih seimbang jika dibarengi dengan olahraga dan kegiatan fisik, untuk itu ada baiknya saat memiliki lembaga pendidikan perhatikanlah prestasi mereka dalam bidang non-akamedik. Prestasi bukan hanya memenangkan olimpiade, prestasi bisa juga dilihat dari cara pengajar menyampaikan, serta kurikulum yang disesuaikan dengan minat dan kebutuhan anak. Selain itu kegiatan olahraga dan aktivitas fisik yang diberikan tentu diawasi dengan baik oleh pihak pengajar yang profesional, agar meminimalisir terjadinya cidera. Semoga dengan informasi ini semakin banyak orangtua yang sadar untuk mengajarkan anak berolahraga sejak dini.

 

 

Demikian artikel ini kami buat semoga memberikan gambaran bagi anda tentang serba serbi dunia pendidikan. Apabila ada pertanyaan tentang pendidikan alternatif Anda bisa hubungi kami di https://piwulangbecik.sch.id untuk informasi lebih lanjut.

Jangan Menyamakan Cara Belajar Anak, Simak Gaya-Gaya Belajar Yang Tak Banyak Orang Paham

Jangan Menyamakan Cara Belajar Anak, Simak Gaya-Gaya Belajar Yang Tak Banyak Orang Paham

Apakah anda termasuk orangtua yang memarahi anak saat ia menonton video animasi di YouTube padahal sudah waktunya belajar? Jika iya, cobalah tahan emosi Anda sejenak. Cobalah duduk di samping anak, kemudian tunggu sampai videonya berakhir. Jika sudah, tanyakan pada anak apa yang mereka tonton barusan, mintalah mereka agar menceritakan ulang apa saja yang terjadi dalam video animasi tersebut. Jika anak ternyata menjelaskan dengan baik tentang apa yang mereka tonton, bisa jadi menonton video adalah cara belajarnya.

Jangan Menyamakan Cara Belajar Anak, Simak Gaya-Gaya Belajar Yang Tak Banyak Orang Paham

Contoh di atas hanya sebuah ilustrasi yang mungkin sering terjadi di sekitar kita. Sampai saat ini masih banyak orangtua yang belum memahami jika ternyata gaya belajar setiap anak itu berbeda. Sehingga jika sebuah kelompok belajar hanya menggunakan satu metode pengajaran saja, maka sangat memungkinkan bagi beberapa anak untuk tertinggal materi. Ini belum tentu karena anak tersebut tidak memperhatikan si pengajarnya,  bisa jadi anak-anak tersebut kurang cocok dengan metode belajar yang disampaikan oleh pengajar.

Tak banyak orang yang tahu jika ada beberapa jenis gaya belajar yang dimiliki setiap anak ataupun orang dewasa. Sayangnya, masih banyak orang yang tak menyadari itu, padahal dengan memahami gaya belajarnya maka seseorang akan lebih cakap dalam memperluas pengetahuan. Untuk itu, pahami beberapa gaya belajar yang ada di bawah ini.

Gaya belajar visual

Gaya belajar ini berfokus pada penglihatan, saat anak mendapatkan materi baru mereka umumnya melihat secara visual terlebih dahulu agar memahami materi tersebut. Gaya belajar visual umumnya berkaitan dengan gambar, akan tetapi tak menutup kemungkinan jika mereka nyaman belajar dengan penggunaan warna-warna, garis, ataupun bentuk. Hal ini, membuat anak yang memiliki gaya belajar visual lebih cepat memahami nilai-nilai artistik. Untuk mengatahui apakah anak termasuk orang yang memiliki gaya belajar visual berikut ciri-cirinya:

  1. Lebih mudah mengingat apa yang dilihatnya dibanding didengarkan
  2. Lebih suka membaca dibanding dibacakan
  3. Berbicara dengan tempo yang cepat
  4. Cukup memperhatikan penampilannya
  5. Sulit menerima instruksi secara verbal, cenderung memahami peringatan yang tertulis
  6. Suka menggambar apapun di kertas atau buku

Jika anak Anda termasuk dalah gaya belajar ini, maka anda bisa menjadikan media video dan gambar yang menarik agar anak cepat belajar hal baru. Berikan buku yang bukan hanya berisi tekst saja, berikan buku yang terdapat ilustrasi, jika perlu sediakan pridol warna-warni untuk membuat catatan anak.

Gaya belajar auditori

Gaya belajar auditori mengandalkan indera pendengaran untuk menerima berbagai sumber informasi dan pengetahuan. Anak dengan gaya belajar ini tidak mempermasalahkan tampilan visual saat mengajar, yang terpenting dia dapat mendengarkan apa yang orang lain jelaskan padanya dengan baik. Sehingga, anak yang memiliki gaya belajar ini cenderung peka dan hafal setiap perkataan yang didengarnya. Adapun ciri-ciri yang menandakan jika anak memiliki gaya belajar auditori:

  1. Senang mendengarkan
  2. Mudah terdistraksi dengan keramaian
  3. Kesulitan saat memahami hal baru yang melibatkan visual
  4. Pandai meniru nada atau irama suara
  5. Senang membaca dengan mengeluarkan suara atau menggerakkan bibir saja
  6. Fasih berbicara
  7. Mudah mengingat nama saat berkenalan dengan orang baru

Jika anak anda memiliki ciri-ciri di atas, maka untuk mendukung proses belajarnya anda bisa menyetel musik relaksasi saat belajar, merekam pengajar kemudian didengarkan kembali, biarkan anak membaca buku dengan bersuara. Serta ajak anak untuk berdiskusi dengan temannya akan lebih mudah memahami dan mengingat materi.

Gaya belajar kinestetik

Gaya belajar yang terakhir adalah gaya belajar yang melibatkan gerakan tubuh. Biasanya anak yang memiliki gaya belajar ini cenderung mempelajari dengan mempraktikannya. Misalnya, anak bukan hanya sekadar membaya namun ia juga menggerakan tangan atau kakinya untuk memperjelas apa yang dibacanya. Selain itu, dengan melakukan atau menyentuh objek yang dipelajari mereka akan memperoleh pengalaman tersendiri. Sehingga anak yang memiliki gaya belajar ini termasuk anak yang susah diam. Adapun ciri-ciri yang dimiliki:

  1. Lebih suka belajar secara praktik
  2. Kedulitan untuk menulis namun pandai bercerita
  3. Menyukai aktivitas yang melibatkan gerakan tubuh seperti olahraga atau menari
  4. Dapat berkomunikasi dengan isyarat tubuh
  5. Menghafal dengan cara berjalan

Jika anak anda memiliki ciri-ciri di atas, maka sebagai orangtua yang perlu dilakukan ajaklah anak untuk mempraktikan apa yang mereka pelajari. Biarkan anak bereksperimen dari materi yang dia peroleh, ajak anak untuk mengunjungi tempat wisata edukasi bisa museum, pusat kebudayaan, agrowisata berkebun dan lain sebagainya.

Dengan memahami gaya belajar anak, maka akan lebih mudah bagi mereka untuk menerima materi baru atau mengasah kemampuan yang dimiliki. Sayangnya, masih banyak orangtua yang belum peka dengan gaya belajar anaknya. Untuk itu, orangtua harus membangun kedekatan yang baik dengan anak serta menjadi pihak pendamping selama proses belajar mereka. Semoga artikel ini bermanfaat.

 

 

Demikian artikel ini kami buat semoga memberikan gambaran bagi anda tentang serba serbi dunia pendidikan. Apabila ada pertanyaan tentang pendidikan alternatif Anda bisa hubungi kami di https://piwulangbecik.sch.id untuk informasi lebih lanjut.

Ilmu Tidak Mudah Didapat Jika Tubuh Terlalu Nyaman

Ilmu Tidak Mudah Didapat Jika Tubuh Terlalu Nyaman

“Engkau tak dapat meraih ilmu kecuali dengan enam hal yaitu cerdas, selalu ingin tahu, tabah, punya bekal dalam menuntut ilmu, bimbingan dari guru dan dalam waktu yang lama.” Ali Bin Abi Thalib.

Ada banyak pepatah lama yang menggambarkan bagaimana seseorang bisa memperoleh ilmu. Menjadi seorang berintelektual tentu membutuhkan waktu yang lama dan usaha yang keras. Umumnya orang yang cerdas lahir dari bangku-bangku sekolah, mereka mengeyam pendidikan dari Dasar, Menengah, Perguruan Tinggi atau Universitas. Namun, saat ini kecerdasan bisa diciptakan dari berbagai hal, dan tak selamanya bersumber dari bangku sekolah. Sekolah, lulus, kemudian sukses adalah hal yang sering digaungkan orang-orang pada zaman dulu. Sekolah seakan menjadi jaminan kesuksesan seseorang di masa mendatang. Namun, ada banyak ilmuwan dan pengusaha yang sukses, meskipun mereka bukan tamatan sekolah tinggi.

 

Ilmu Tidak Mudah Didapat Jika Tubuh Terlalu Nyaman

Siapa yang suka menonton animasi Mickey Mouse? Walt disney merupakan tokoh dibalik karakter Mickey Mouse yang sangat populer itu. Namun tahukah, jika Walt Disney menempuh pendidikan formal hanya sampai kelas 8? Dan karena tak ada yang mempekerjakannya, ia memutuskan untuk  membuka perusahaan komersial dan bertahan hingga sekarang. Bukan hanya itu, Thomas Edison yang lahir pada 11 Februari 1847, dikeluarkan dari sekolah karena memiliki beberapa masalah dengan indra pendengarannya. Kemudian ia berjualan koran dan permen di kereta sambil belajar autodidak. Dengan bakat dan keterampilan yang dimilikinya, ia mampu menemukan bola lampu listrik dan banyak perangkat lain. Bahkan Edison dianggap sebagai salah satu ilmuwan yang berpengaruh di dunia, ia telah memegang lebih dari 1.093 paten Amerika Serikat.

Bukan hanya Walt Disney dan Thomas Edison saja, ada banyak tokoh lain yang berpengaruh di dunia namun mereka tak mengenyam sekolah tinggi. Sebut saja, Henry Ford, George Eastman, George Washington, Rabindranath Tagore. Bahkan tokoh yang kita kenal seperti Steve Jobs, Bill Gates, Travis Kalanick, dan Mark Zuckerberg juga memilih dari pendidikan formalnya dan mendirikan perusahaan yang saat ini layanan/produknya kita gunakan.

Kisah-kisah di atas seakan menjadi gambaran bagi kita  tentang proses belajar seseorang ditengah keterbatasan yang ada. Keterbatasan dalam belajar bukan hanya perihal kondisi keuangan semata, ada banyak bentuk keterbatasan seperti kondisi fisik seseorang, dan kondisi alam seperti masa pandemi Covid-19. Atau, bisa saja keterbatasan muncul karena fasilitas yang dimiliki kurang memumpuni. Misalnya kekurangan buku, dan fasilitas lainnya. Namun semua itu bukan berarti kita tak bisa menjadi sosok yang berilmu.

Ditengah keterbatasan yang membuat kita merasa nyaman, tentu muncul banyak alasan yang membuat kita malas untuk belajar. Namun dengan 6 hal yang disampaikan pada kutipan di atas, sangat mungkin seseorang menjadi seseorang yang berilmu dan meraih mimpinya. Cerdas, selalu ingin tahu, tabah, punya bekal dalam menuntut ilmu, bimbingan dari guru dan dalam waktu yang lama. Cerdas dan selalu ingin tahu adalah dorongan internal yang membuat seseorang terus belajar. Sikap tabah, memiliki bekal dalam menutut ilmu yang dapat berupa nilai-nilai kehidupan, bimbingan dari guru yang berarti ada seseorang yang berperan sebagai pengajar, pembimbing, dan pemberi dorongan. Serta waktu yang lama, yang berarti seseorang berproses.

Banyak orang yang memahami jika ilmu tidak didapat dari kemudahan dan kenyamanan, tentu ada proses sulit yang dilalui terlebih dahulu. Untuk mendapatkan ilmu-ilmu baru seseorang harus menerjang keterbatasan, dan membutuhkan pengajar yang berkompeten. Serta sosok yang mendorong proses mereka belajar, yang mana sosok itu adalah pihak orangtua.

 

 

Demikian artikel ini kami buat semoga memberikan gambaran bagi anda tentang serba serbi dunia pendidikan. Apabila ada pertanyaan tentang pendidikan alternatif Anda bisa hubungi kami di https://piwulangbecik.sch.id untuk informasi lebih lanjut.

Filosofi Ilmu Padi “Semakin Berilmu, Semakin Merunduk” Haruskah Terus Begitu?

Filosofi Ilmu Padi “Semakin Berilmu, Semakin Merunduk” Haruskah Terus Begitu?

“Jadilah seperti padi, semakin berisi maka semakin merunduk” mungkin istilah ini merupakan nasihat yang sering disampaikan orangtua kepada kita. Hal ini bermakna jika tidak sepantasnya manusia bersikap sombong atas ilmu yang mereka miliki. Selalu ingat jika di atas langit masih ada langit. Makna dari filosofi padi ini tentu bisa kita sepakati bersama, sebagai manusia kita tentu tidak boleh berjalan dengan congkak seakan semua orang akan tak lebih diri dari kita.

 

Akan tetapi, apakah hal ini membuat kita mengharuskan orang-orang yang cerdas untuk terus merundukkan dirinya? Jika banyak orang yang berilmu tapi mereka  memilih untuk diam dan tunduk sepertinya itu tidaklah bijak. Mereka yang memiliki ilmu dan berpengalaman seharusnya menjadi sosok yang lantang bersuara, membagikan ilmunya kepada sesama manusia, atau mulai membuat penemuan yang akan mengubah peradaban.

Tahukah jika ternyata Indonesia termasuk negera yang cukup lambat dalam memproduksi intelektual dalam bentuk publikasi ilmiah dibanding negara lain yang ada di ASEAN? Tentu ada banyak faktor yang menyebabkan hal ini, namun yang paling berpengaruh adalah fundamental seseorang. Banyak kalangan pelajar yang hanya mengengincar gelar tanpa mendalami apa yang mereka pelajari, sehingga mereka malas untuk belajar dan mengerjakan karya.

Apakah hal itu dipengaruhi oleh filosofi padi yang selama ini sering dinasehatkan oleh para orang-orangtua?

Untuk menjawab pertanyaan itu kita perlu tahu sejarahnya terlebih dahulu. Selama ini padi menjadi akar kebudayaan manusia. Padi diolah menjadi nasi, kemudian nasi menjadi sumber makanan pokok manusia. Dengan mengonsumsi nasi, seseorang akan menjadi lebih bertenaga dan produksi untuk bekerja sekaligus beraktivitas setiap hari. Sejak sistem pertanian padi mulai dikenal manusia, maka peningkatan kegiatan produksi berkembang semakin pesat. Sehingga muncullah transaksi jual-beli antara petani dan mereka yang membutuhkan. Seiring berjalannya waktu kebutuhan manusiapun kini semakin beragam, seperti sandang dan papan. Dari penjelasan tersebut bisa disimpulkan jika kehidupan ini terus bergerak. Padi sebagai sumber makanan pokok seakan menjadi keniscayaan hidup bagi peradaban. Dari bulir padi orang-orang kemudian memiliki profesi petani dan melakukan transaksi untuk mencipatakan ekonomi yang stabil. Bahkan pada abad ke-19, Thomas Stamford Raffles mengakui jika seluruh tanah di Jawa bisa dimanfaatkan, kualitas variasi tanaman dan kuantitas produksi yang dapat dihasilkan di pulau ini tak tertandingi.

Namun bagaimana memaknai filosofi padi agar tetap rendah hati namun sukses ke depannya? Padi seakan menjadi sebuah objek yang sakral di masyarakat Jawa hal ini karena padi menjadi bahan pokok yang penting dan wajib ada dalam upacara suci. Masyarakat Jawa meyakini jika padi merupakan bagian dari keberkahan yang dilimpahkan Tuhan untuk umat manusia. Bahkan proses hidup tumbuhan padi menjadi pandangan bagi orang Jawa yang menjalani kehidupan. Pada dasarnya filosofi padi mengandung beragam penghayatan manusia khususnya masyarakat Jawa. Peran alam dalam pertumbuhan padi dan peran roh atau spirit yang mempengaruhi kehidupan padi sehingga hal ini kemudian difilosofikan.

Di era modern saat ini perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan berjalan dengan cepat. Dengan banyaknya penemuan dan industri kreatif terkadang muncul persaingan antara satu sama lain. Sikap terus merunduk dalam arti yang sebenarnya adalah mengalah, tidak bisa diterapkan jika ingin bersaing dengan ilmuwan atau penggiat kreatif lainnya. Saat ini kita perlu menunjukkan kompetensi yang dimiliki. Akan tetapi saat kita sudah memiliki kompetensi dan ilmu pengetahuan gunakanlah sebaik-baiknya, pastikan apa yang kita tekuni bermanfaat bagi orang lain. Kita memang tak harus terus merunduk, namun kita bertindak sesuai dengan porsinya masing-masing. Jangan terlalu sombong atau merasa benar-benar mengetahui sesuatu.

Memahami filosofi ilmu padi terkadang butuh kehati-hatian agar tak menimbulkan pemaknaan yang keliru. Untuk itu perlu adanya lembaga pendidikan yang mampu merepresentasikan filosofi ilmu namun tetap disesuaikan dengan kondisi zaman. Sehingga sebagai orangtua kita perlu mengajarkan anak untuk menjadi sosok yang berilmu dan bisa beradaptasi dengan zaman, namun masih mempertahankan nilai-nilai kehidupan yang luhur seperti apa yang digambarkan pada filosofi padi.

 

 

Demikian artikel ini kami buat semoga memberikan gambaran bagi anda tentang serba serbi dunia pendidikan. Apabila ada pertanyaan tentang pendidikan alternatif Anda bisa hubungi kami di https://piwulangbecik.sch.id untuk informasi lebih lanjut.

Dongeng Bukan Sekadar Penghantar Tidur, Dongeng Metode Pendidikan Yang Manjur

Dongeng Bukan Sekadar Penghantar Tidur, Dongeng Metode Pendidikan Yang Manjur

Pernahkah Anda membacakan dongeng pada anak sebelum tidur?

Meskipun bukan untuk meninabobokan mereka, banyak orang yang meyakini jika metode berdongeng bukan hanya sekadar ritual menjelang tidur. Metode berdongeng atau bercerita menjadi cara mendidik anak yang sudah ada sejak dulu dan banyak dipraktekan sampai sekarang. Jika diperhatikan dalam kitab suci agama manapun, Tuhan menggunakan kisah-kisah untuk membimbing umat manusia di bumi ini. Selain itu, di Indonesia sendiri ada banyak dongeng legenda, fabel, dan buku cerita karangan anak lainnya. Bahkan banyak sekolah, perpustakan umum, dan rumah-rumah yang mengoleksi buku dongeng agar bisa dibaca anak.

David Mc Clelland, sempat meneliti tentang membandingkan dua negara besar yakni Spanyol dan Inggris pada abad ke-16. Kedua negara tersebut mengalami perubahan dan perbedaan yang nyata, Negara Inggris menjadi negara yang lebih maju dibandingkan Spanyol. Setelah David Mc meneliti, ternyata cerita atau dongeng yang berkembang sangat berpengaruh terhadap perkembangan pada kedua negara tersebut. Di negara Inggris kebanyakan cerita/dongeng yang dibawakan bertemakan ajakan atau merangsang pendengarnya untuk berprestasi. Sehingga cerita tersebut membawa “Virus” the need for achievement atau dibutuhkan prestasi yang kemudian disimbolkan dengan “n-Ach”.  Sedangkan negara Spanyol menggunakan dongeng/cerita yang bersifat meninabobokan saja.

Saat ini, sepertinya Indonesia mengalami kondisi seperti negara Spanyol di abad ke-16. Hal ini bisa dilihat dari merosotnya mental dan karakter bangsa kita yang tampak jelas dan sering muncul di kabar berita. Misalnya kabar tawuran antar pelajar, bullying dan pelecehan yang banyak dilakukan tanpa memandang usia, pencurian, kasus KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) yang dilakukan oknum pejabat, dan masih banyak lagi. Memang ada banyak faktor yang menyebabkan tindakan tersebut, salah satunya adalah pendidikan yang diperoleh dari usia dini. Hilangnya cara mengajar bercerita atau berdongeng, baik di lembaga pendidikan ataupun di rumah turut mengambil andil tentang sikap dan perilaku anak di masa mendatang. Dongeng juga menjadi salah satu metode yang efektif dalam menanamkan pendidikan karakter anak sedari dini. Dibutuhkan kerja keras dan upaya semua pihak untuk memperbaiki karakter bangsa yang tengah terpuruk. Membudayakan kembali bercerita dan berdongeng adalah hal positif bagi anak-anak usia dini agar mereka dapat memahami nilai-nilai kehidupan.

Ada banyak fungsi cerita atau dongeng bagi anak-anak yang tidak diketahui banyak orang, antara lain:

1.      Membangun kontak batin

Kontak batin bukan hanya dimiliki oleh ibu dan anak saja, kontak batin juga dimiliki oleh siapapun yang tengah menjadi hubungan, termasuk pengajar dan peserta didik. Berdongeng/bercerita adalah salah satu cara membangun kontak batin tersebut. Jika kontak batin berhasil terhubung, maka hal ini akan berdampak positif, seperti anak akan lebih menyayangi dan menghormati pengajarnya, pihak pengajar akan mendapatkan perhatian anak, serta pengajar akan menjadi sosok yang diteladani dan dipercayai.

2.      Menyampaikan pesan

Setiap cerita tentu menyimpan pesan yang ingin disampaikan ke pendengarnya, melalui cerita pengajar ataupun orangtua dapat menyelipkan nasihat-nasihat baik yang mudah dipahami anak.

3.      Mengasah imajinasi anak

Saat orang dewasa menceritakan sebuah kisah, anak bukan hanya sekadar mendengarkan saja. Dalam alam pikirannnya mereka berimajinasi, dan berfantasi membayangkan jalanya kisah tersebut. Jangan meremehkan imajinasi, karena ada banyak kemajuan yang timbul bermula dari imajinasi seseorang. Dulu manusia hanya berimajinasi untuk bisa terbang, tapi sekarang bukanlah hal yang mustahil untuk dilakukan.

4.      Membentuk identitas diri anak

Dengan mendengarkan dongeng anak akan mudah memahami mana sifat-sifat yang baik dan buruk. Sehingga perlahan mereka akan mengenal karakter-karakter manusia dan membedakan mana yang harus diteladani dan tidak.

5.      Menambah kosa kata baru anak

Di usia yang masih anak-anak, mungkin ada banyak kata atau kalimat yang belum dipahami bahkan kata-kata yang mereka rangkai masih berantakan. Untuk itu, berdongeng adalah teknik menyampaikan kisah dengna tutur kata yang sudah dirangkai sangat rapi. Selain menambah perbendaharaan kata bagi anak, mereka juga akan belajar menyampaikan sesuatu dengan kata-kata yang baik dan tepat.

6.      Mengajak anak untuk mencintai ilmu sedari dini

Buku adalah jendela ilmu, penggunaan buku cerita adalah salah satu cara untuk merangsang keingintahuan anak akan pengetahuan yang belum mereka pelajari. Mungkin anak sudah familir dengan buku, namun mereka belum akrab dengan media tersebut. Selain mengajarkan anak untuk rajin membaca. Berdongeng juga menumbuhkan rasa cinta anak terhadap buku dan ilmu pengetahuan.

Ada lebih banyak lagi fungsi dari berdongeng bagi pendidikan anak. Meskipun terdengar sepele, namun nyatanya dongeng-dongeng yang anak dengarkan bisa mengubah masa depan mereka. Bukan hanya pengetahuan saja yang bertambah, karakter anak akan terbentuk seiring dengan dongeng-dongeng yang mereka dengarkan setiap saat. Bisa jadi anak akan terinspirasi menjadi karakter yang diceritakan dalam dongen. Untuk itu, cobalah luangkan waktu anda untuk membacakan dongeng dan cerita anak sebagai bagian dari proses belajar mereka.

 

 

Demikian artikel ini kami buat semoga memberikan gambaran bagi anda tentang serba serbi dunia pendidikan. Apabila ada pertanyaan tentang pendidikan alternatif Anda bisa hubungi kami di https://piwulangbecik.sch.id untuk informasi lebih lanjut.

Banyak Orangtua Tak Sadar, Pendidikan Yang Salah Dapat Memicu Stres Pada Anak

Banyak Orangtua Tak Sadar, Pendidikan Yang Salah Dapat Memicu Stres Pada Anak

Semua orangtua tentu ingin anaknya menjadi sosok yang berprestasi dan membanggakan. Namun terkadang tak banyak orangtua yang sadar jika yang mereka lakukannya justru membuat anak merasa stres dan tertekan.

 

Dalam sebuah penelitian mengungkapkan jika anak usia remaja sangat rentan mengalami stres. Menurut American Psycological Association mengatakan jika usia milenial yang paling rentan dengan stres mulai dari usia 18 – 33 tahun. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan jika tingkat stres dialami oleh anak-anak di bawah usia 18 tahun. Ada banyak hal yang mempengaruhi tingkat stres anak-anak, antara lain:

1.      Peristiwa traumatis

Mungkin kejadian yang kurag menyenangkan seperti kecelakaan, penyakit, hingga kematian orang terdekat dapat menimbulkan stres dan depresi pada anak, sehingga mereka akan kesulitan untuk menghadapi hidup.

2.      Masalah keluarga

Keluarga adalah elemen yang penting dalam pertumbuhan anak. Kondisi keluarga yang kurang baik tentu akan berpengaruh terhadap kondisi psikologisnya. Perselisihan orangtua, masalah keuangan keluarga, dan lain-lain akan membuat anak merasa stres.

3.      Bullying

Seiring berkembangnya zaman, kini bullying tidak hanya dilakukan secara langsung. Bullying juga bisa dilakukan secara online, adanya media sosial membuat siapapun bisa mengakses informasi orang lain. Bukan hanya itu saja, fitur komentar juga membuat netizen mengatakan hal-hal yang tak pantas pada anak. Komentar-komentar tersebut tentu akan membuat anak mereka tertekan dan stres.

4.      Hubungan dengan lawan jenis

Saat anak mulai menginjak usia remaja, umumnya mereka akan tertarik dengan lawan jenisnya. Meskipun jatuh cinta adalah hal yang indah, namun jika ternyata cinta mereka tak terbalas tentu hal ini membuat anak mereka patah hati dan stres.

5.      Tuntutan akademik

Saat ini masih banyak orangtua yang terobsesi dengan keberhasilan pendidikan anaknya selain itu, banyak sekolah yang memberikan banyak tes dan tugas-tugas yang membebani siswa. Bukan hanya itu saja, terkadang jam sekolah yang panjang membuat anak juga banyak kehilangan waktu untuk bersenang-senang. Padahal ditengah jadwal pelajaran yang padat anak juga membutuhkan waktu untuk refresing dan melakukan hal yang mereka sukai. Apalagi adanya sistem ranking terkadang membuat beberapa anak merasa merasa perlu bersaing dengan teman-temannya.

Bahkan dikutip dari suara.com memberitakan jika tahun 2019 lalu seorang remaja berusia 13 tahun berasal dari George Town memutuskan untuk bunuh diri karena dirinya tak dapat menyelesaikan PR. Menurut laporan media setempat pada  25 Agustus 2019, sang anak gantung diri menggunakan handuk di dalam kamar mandi beberapa saat setelah mengerjakan PR dengan sang ibu. Menurut investigasi anak tersebut tidak pernah benar-benar tertarik untuk belajar dan selalu lemah secara akademis. Selain itu, ia juga banyak mengeluh kepada orangtuanya karena terlalu banyak mengerjakan PR dan bagaimana hal itu membuatnya stres.

Pendidikan memang hal yang penting, namun jangan sampai karena mementingkan pendidikan anak kita menjadi abai dengan kondisi anak tersebut. Untuk itu peran orangtua bukan hanya sekadar membiayai sekolah anak saja, namun juga sebagai support system bagi anak. Dimana orangtua harus membangun Balanced life bagi anak mereka. Balanced Life bisa dimulai dari hal yang sederhana seperti mengajak anak untuk membagi waktunya, kapan saatnya belajar, kapan saatnya beristirahat, dan kapan saatnya mereka bersenang-senang. Selain itu, sebagai orangtua tentu kita harus peka dengan kondisi anak, saat kondisi mereka sedang sedih sebaiknya jangan abaikan atau malah memarahinya. Biarkan perasaan sedih tersebut berlalu jangan paksa mereka melakukan hal-hal yang tidak diinginkan. Saat anak mengatakan jika dirinya stres dan kesal dengan pelajaran atau hal lainnya dengarkan baik-baik dan bantu mereka menemukan solusinya.

Tingkat stres pada usia remaja memang semakin tinggi seiring dengan kegiatan belajar di rumah. Tugas yang semakin menumpuk serta gesekan dengan anggota keluarga yang lain terkadang menjadi faktor pemicu. Untuk itu, peran orangtua sangat penting selain menciptakan lingkungan belajar yang kondusif bagi anak. Orangtua juga sepatutnya memilih pendidikan yang terbaik bagi anak. Pendidikan terbaik bukan berarti sekolah dengan akreditas A dan terkenal dengan prestasinya. Namun mengetahui apa yang dibutuhkan anak untuk menunjang proses belajarnya. Diskusi dengan anak sangatlah dibutuhkan saat ini.

 

 

Demikian artikel ini kami buat semoga memberikan gambaran bagi anda tentang serba serbi dunia pendidikan. Apabila ada pertanyaan tentang pendidikan alternatif Anda bisa hubungi kami di https://piwulangbecik.sch.id untuk informasi lebih lanjut.

Makna Dari “Tut Wuri Handayani” Dan Bagaimana Penerapannya

Makna Dari “Tut Wuri Handayani” Dan Bagaimana Penerapannya

Seberapa sering anda mendengarkan istilah “Tut Wuri Handayani”? sudah cukup sering pastinya. Istilah ini dikemukakan oleh Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hajar Dewantara yang memuat nilai-nilai pendidikan dan pengajaran di Indonesia. Adapun penggalan dari istilah yang kini menjadi semboyan pendidikan di Indonesia yakni Ing Ngarso Sun Tuladha, Ing Madya Mangun Kurso, Tut Wuri Handayani.

 

Meski sering diperdengarkan, namun ternyata tak banyak orang tahu betul makna dari semboyan Tut Wuri Handayani. Untuk itu, akan lebih baik jika kita mengetahui bersama makna dari semboyan tersebut terlebih dahulu. Penjelasannya sebagai berikut ini.

Arti dari Tut Wuri Handayani

Secara sederhana makna dari semboyan Tut Wuri Handayani adalah sebagai seorang pendidik, guru harus memberikan teladan, dorongan, dan arahan. Adapun kedua penggalan lain yakni Ing Madya Mangun Karsa yang mengartikan di tengah semangat membimbing, memotivasi, memberikan semangat, dan menciptakan kondisi pembelajaran yang mendukung dan kondusif.

Sedangkapn pada penggalan kalimat pertama, Ing Ngarsa Sung Tulada berarti di depan, seorang pendidik mampu memberikan contoh tindakan yang baik dan bermoral.

Banyak orang yang hanya sekadar membaca kemudian melupakan semboyan pendidikan ini. Padalah istilah Tut Wuri Handayani menyiratkan prinsip kepemimpinan. Dimana sosok  guru atau pengajar menjadi cerminan bagi peserta didiknya, bukan hanya itu saja dalam dunia pendidikan ada hal lain yang harus dicukupi agar proses belajar seseorang tercukupi yakni kebutuhan batin dan kebutuhan meteril. Kebutuhan batin bisa berupa semangat dan sifat mendukung. Kebutuhan materil berupa lingkungan belajar yang kondusif. Tentu hal ini tidak akan berjalan dengan baik jika hanya guru/pengajar saja yang menjalankan, perlu pihak lain yang turut menyukseskan pendidikan seseorang, terutama orangtua.

Sejarah dari Tut Wuri Handayani

Membahas tentang semboyan Tut Wuri Handayani, tentu kita perlu melihat bagaimana sejarahnya di masa lalu. Semboyan pendidikan tersebut tentu berkaitan erat dengan sosok Ki Hajar Dewantara, beliau adalah pendiri Perguruan Nasional Taman Siswa pada 3 Juli 1922. Pada masa itu, Ki Hajar Dewantara mencetuskan Tut Wuri Handayani yang terdapat pada 7 pasal asa pendidikan di Taman Siswa. Yang mana hal ini menjadi wujud perjuangan beliau dalam menghadapi pemerintah kolonial Belanda sekaligus mempertahankan kelangsungan hidup dan sifat nasionalisme. Semangat mengajar Ki Hajar Dewantara tercermin dari keputusan beliau mengganti nama gelar kebangsawanan dari Raden Mas Soewardi Soerjanignrat,dan mengajar murid-muridnya secara ikhlas dan tanpa membeda-bedakan.

Selain itu, sejarah juga mencatat jika Ki Hajar Dewantara menjadi Menteri Pendidikan Pertama Indonesia. Sehingga untuk mengenang jasa-jasa beliau ditetapkan pada Surat Keputusan Presiden RI no. 305 tahun 1959 tanggal 28 November 1959 perihal penetapan Hari Pendidikan Nasional 2 Mei, sesuai dengan tanggal lagi Ki Hajar Dewantara.

Lalu bagaimana dengan penerapan Tut Wuri Handayani?

Terkadang cukup sulit mengamalkan sesuatu setelah kita memahami maknanya, akan tetapi hal ini bukan berarti kita menjadikan Tut Wuri Handayani hanya sebagai semboyan pendidikan saja. Ada banyak tindakan yang mencerminkan semangat Tut Wuri Handayani, sebagai contoh:

1.      Ing Ngarso Sung Tulodo

Penerapannya bisa dilihat dari kehidupan sehari-hari, sebagai guru/pengajar dapat mengajarkan peserta didiknya dengan metode ceramah atau memberikan nnasihat, mereka harus tahu jika ilmu-ilmu yang diterima adalah hal yang baik dan bermanfaat.

2.      Ing Madyo Mangun Karso

Hal ini dapat tercermin dari kegiatan belajar mengajar dengan metode diskusi. Sebagai pendidik, guru/pengajar diharapkan memberikan masukan atau arahan yang relevan dan berguna bagi anak/peserta didiknya.

3.      Tut Wuri Handayani

Pelaksanaannya bisa berupa proses mengamati, mengikuti, dan mengarahkan anak dari belakang saat mereka mengimplementasi apa yang telah dipelajarinya.

Meskipun Semboyan Tut Wuri Handayani sangat kental dengan kegiatan belajar di sekolah. Akan tetapi, bukan berati semangat mengajar hanya dibebankan pada guru. Ingat, “semua orangtua adalah guru” yang berarti semboyan tersebut juga bisa diberlakukan dimana saja, di rumah ataupun lembaga pendidikan lainnya. Semoga semangat belajar selalu tertanam pada diri kita semua.

 

 

Demikian artikel ini kami buat semoga memberikan gambaran bagi anda tentang serba serbi dunia pendidikan. Apabila ada pertanyaan tentang pendidikan alternatif Anda bisa hubungi kami di https://piwulangbecik.sch.id untuk informasi lebih lanjut.

Sepenting Apa Mengajarkan Pendidikan Karakter pada Anak Sedari Dini?

Sepenting Apa Mengajarkan Pendidikan Karakter pada Anak Sedari Dini?

Apa yang anda pikirkan saat mendengar kata karakter? Apakah itu tentang sifat, perilaku, tindakan, atau lainnya? Secara sederhana karakter dapat diartikan sebagai cara berpikir, bersikap dan bertindak seseorang yang menggambarkan dirinya secara individu saat hidup bersosial di lingkungan keluarga, masyarakat, ataupun pertemanan. Karakter seseorang sangat erat dengan nilai agama, kejiwaan, akhlak, dan budi pekerti, sehingga hal inilah yang membedakan seseorang dengan orang lain. Karakter seseorang umumnya dibangun sejak usia anak-anak, sehingga sangat penting bagi orang dewasa untuk membentuk karakter anak sejak usia dini.

 

Umumnya disaat anak berusia 6 bulan hingga 1 tahun mereka akan mengenal dunianya. Sehingga pada masa tersebut sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan anak  hingga usia remaja kelak. Maka dari itu, masa tersebut dikenal sebagai masa Usia Emas (golden Age). Untuk itu, para orangtua harus memperhatikan lingkungan sekitar anaknya, pergaulan dan pendidikan adalah dua hal yang akan menentukan bagaimana karakter anak saat mereka berusia dewasa nanti. Jika anak tumbuh dalam pergaulan dan pendidikan moral yang baik, maka saat mereka dewasa, anak akan memiliki sifat-sifat yang baik. Hal itu juga berlaku sebaliknya.

Bila diperhatikan saat ini, tingkat kejahatan di usia remaja cukup tinggi. Ada banyak kasus pembullyan baik secara fisik ataupun verbal yang diberitakan di media, bukan hanya itu tingkat pelecehan seksual, kecanduan, dan tawuran juga terkadang membuat kita semua khawatir. Terlebih dengan adanya internet, memungkinkan anak mengakses hal-hal buruk yang tidak sepatutnya mereka konsumsi. Ingat apa yang mereka tonton bisa menjadi doktrin yang akan berpengaruh terhadap karakternya.

Melihat kondisi saat ini, tentu kita perlu melakukan tindak pencegahan yakni dengan memberikan pergaulan dan pendidikan karakter yang baik bagi anak. Dalam hal ini, peran orangtua sangatlah penting. Sikap orangtua sangat berpengaruh terhadap keberhasilan mendidik karakter anak baik secara fisik yang meliputi kebutuhan gizi dan kesehatan jasmani, maupun secara psikologis yang berupa tercukupnya kasih sayang dan rasa aman. Terlebih saat masih berusia anak-anak umumnya mereka akan lebih banyak menghabiskan waktu bersama orangtua, sehingga anak akan melihat bagaimana tindakan dan perilaku orangtuanya dalam kehidupan sehari-hari. Ingatlah anak merupakan peniru terbaik, apa yang orangtua mereka lakukan. Mereka akan ingat dan menirunya dengan baik. Untuk itu, karakter orangtua mungkin saja menurun pada anaknya.

Faktor lain yang berpengaruh terhadap pembentukan karakter anak ialah lingkungan sekitarnya. Kondisi lingkungan juga berpengaruh besar terhadap karakter anak di masa depan. Kondisi lingkungan dapat diartikan pula sebagai kondisi pergaulan anak dalam lingkungannya, hal ini meliputi bagaimana tata bahasa yang digunakan, sikap orang disekitarnya, dan bagaimana kondisi sosial yang ada. Jika kondisi lingkungan di sekitar anak baik, maka karakter yang akan dimiliki akan juga baik. Namun, jika kondisi lingkungannya buruk seperti wilayah yang rawan kejahatan, atau kondisi keluarga yang broken home, maka hal ini akan membentuk karakter yang kurang baik pada anak. Bisa saja pengalaman masa kecil yang kurang menyenangkan membentuk karakter buruk di saat mereka dewasa, misalnya menjadi sosok yang pendendam, mudah marah, dan lain sebagainya.

Hal lain yang tak kalah penting dari peran orangtua dan kondisi lingkungan adalah pendidikan yang ditanamkan kepada anak. Sebagai orangtua, tentu sebaiknya anda menanamkan nilai-nilai kehidupan yang wajib dimiliki anak. Nilia-nilai hidup yang harus dimiliki anak berupa nilai keagamaan, jujur dan baik, bertanggung jawab, demokratis, mempunyai rasa simpati, serta hormat dan mencintai orangtua. Nilai-nilai kehidupan tentu sangat penting, hal ini bukan hanya sebagai pembentuk karakter saja, nilai-nilai tersebut agar berguna bagi anak saat mereka ingin menentukan tujuan hidupnya.

Pendidikan karakter tak bisa lepas dari peran orangtua dan orang dewasa yang ada di sekitar anak. Meskipun ada banyak faktor yang dapat merubah karakter anak jika dewasa nanti, namun menanamkan nilai-nilai kebaikan sejak usia dini sangatlah penting bagi mereka. Bisa diibaratkan nilai-nilai yang ditanamkan adalah sebuah pondasi kuat, agar mereka lebih siap untuk belajar hal-hal baru di saat dewasa nanti.

 

Demikian artikel ini kami buat semoga memberikan gambaran bagi anda tentang serba serbi dunia pendidikan. Apabila ada pertanyaan tentang pendidikan alternatif Anda bisa hubungi kami di https://piwulangbecik.sch.id untuk informasi lebih lanjut.

4 Karakter Yang Harus Ditanamkan Pada Anak Sedari Dini

4 Karakter Yang Harus Ditanamkan Pada Anak Sedari Dini

Pendidikan Karakter merupakan salah satu hal yang sangat penting bagi anak-anak. Pendidikan karakter bukan hanya sekadar pengenalan anak terhadap diri mereka, namun pendidikan karakter juga membantu anak untuk bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya. Bahkan hampir semua lembaga pendidikan di dunia, mementingkan unsur pendidikan karakter dalam setiap kegiatan yang dilakukan sang anak. Apalagi jika lembaga pendidikan tersebut berbasis ajaran-ajaran agama, dimana kecerdasan spiritual dijunjung tinggi. Lembaga pendidikan yang berbasis keagamaan umumnya bukan hanya mementingkan aspek akademis saja, mereka juga membentuk perilaku anak, dan menanamkan karakter keagamaan secara praktek.

 

Sebenarnya pendidikan karakter bisa dilakukan mulai dari hal yang paling kecil, contohnya saja membiasakan anak untuk pamit sebelum pergi entah belajar atau bermain dengan temannya, atau mengucapkan salam kepada orangtua, membuang sampah pada tempatnya sebagai wujud melindungi alam sekitar. Namun saat ini masih banyak orangtua yang belum memahami bagaimana pendidikan karakter pada anak. Bahkan mereka belum tahu karakter seperti apa yang sebaiknya diajarkan pada anak sedari dini.

Saat ini banyak lembaga pendidikan baik itu formal maupun non-formal yang menggaungi pendidikan karakter. Tentu saja hal itu sangatlah bagus, namun sebagai orangtua tentu kita harus tahu dasar-dasar dari pendidikan karakter itu sendiri. Jangan sampai karena minimnya informasi anda langsung memasrahkan semuanya pada pihak pengajar. Padahal peran orangtua juga sangat penting dalam membangun karakter anak-anaknya.

Secara istilah formal, pendidikan karakter merupakan sebuah sistem pendidikan yang sistematis dan direncanakan dalam mendidik serta memberdayakan dan mengembangkan potensi peserta didik agar membangun karakter pribadinya sehingga mereka dapat tumbuh sebagai individu yang bermanfaat bagi diri sendiri, keluarga, dan masyarakat umum.

Berbagai pendidikan karakter yang perlu ditanamkan pada anak sedari dini

Karakter merupakan identitas yang melekat pada anak. Karakter bisa ditunjukkan melalui sikap, perilaku, dan tindakan anak dalam lingkungan sosialnya. Tanpa ada pendidikan karakter, anak akan kesulitan tumbuh menjadi pribadi yang dewasa. Pendidikan karakter yang kurang baik akan membangun stigma negatif masyarakat terhadap anak tersebut. Adapun pendidikan karakter yang perlu ditanamkan sedari dini, antara lain:

1.      Karakter religius

Nilai agama sangat dijunjung tinggi di masyarakat, karena nilai-nilai agama menjadi langkah awal manusia dalam mengembangkan sifat, sikap, dan perilaku. Apalagi agama menjadi cerminan penghargaan terhadap perbedaan terutama pada perkembangan anak. Nilai religi mernjadi nilai yang paling tepat ditanamkan sejak kecil dan tentunya harus berkembang seiring bertambahnya usia anak. Tentu peran orangtua dan pihak pengajar sangatlah penting, karena mereka akan menjadi sosok teladan sekaligus pengingat bagi anak.

2.      Mencintai kebersihan dan lingkungannya

Pendidikan karakter lain yang harus ditanamkan sedari dini adalah cinta terhadap kebersihan diri dan lingkungan di sekitarnya. Kebersihan dapat menghindarkan anak dari hal-hal buruk seperti gangguan kesehatan. Apalagi semakin hari kondisi bumi semakin buruk, karena tingkat polusi yang semakin tinggi. Kebersihan diri bukan hanya tentang rajin mencuci tangan saja, namun hal ini berkaitan pula dengan kondisi jiwa yang kuat.

3.      Sikap dan perilaku yang simpatis

Rasa simpati yang besar menjadi hal yang perlu dimiliki anak saat hidup bermasyarakat nanti. Rasa peduli akan membantu anak dalam membangun relasi yang sehat nantinya. Relasi ini bukan hanya dalam lingkup pertemanan saja, namun juga dalam keluarga, ataupun bermasyarakat. Wujud dari simpatik bisa dalam bentuk menolong sesama, serta dapat memposisikan dirinya sebagai orang lain. Saat anak berhasil memposisikan dirinya sebagai orang lain, maka ia akan lebih cerdas dalam berkomunikasi dan berinteraksi.

4.      Sikap dan perilaku yang jujur

Sikap jujur merupakan sesuatu yang sangat mahal di zaman sekarang. Tak heran kini banyak orang yang mengalami krisis kepercayaan, seperti  membuat orang sulit mempercayai kebaikan seseorang yang secara tulus. Sehingga kejujuran menjadi hal yang langka. Menumbuhkan kejujuran pada anak bisa dikatakan memiliki tantangan tersendiri. Kejujuran kini menjadi investasi dan modal yang besar bagi anak untuk membangun komunikasi yang sehat dan efektif dengan orang lain. Cara mudah untuk mengajarkan anak bersikap jujur adalah dengan membiasakan bersikap jujur pula bagi orang dewasa.

Mengingat pentingnya pendidikan karakter, ada baiknya orangtua dan lingkungan sekitar anak ikut berperan dalam proses pembentukkannya. Mulailah melakukan hal-hal baik bersama anak, serta berikan nasihat-nasihat yang menenangkan hati pada mereka. Sehingga secara perlahan anak akan mulai memahami nilai-nilai karakter. Ingat, saat masih berusia anak-anak seseorang tidak bisa membedakan baik dan buruk. Orang dewasalah yang sepatutnya membimbing mereka.

 

 

Demikian artikel ini kami buat semoga memberikan gambaran bagi anda tentang serba serbi dunia pendidikan. Apabila ada pertanyaan tentang pendidikan alternatif Anda bisa hubungi kami di https://piwulangbecik.sch.id untuk informasi lebih lanjut.