Mengapa Berkomunitas Penting Bagi Anak-anak yang Melakukan Homeschooling?

Homeschooling menjadi pilihan pendidikan yang semakin populer di tengah masyarakat, terutama bagi orang tua yang ingin memberikan pendekatan pendidikan yang lebih personal dan sesuai dengan kebutuhan anak-anak mereka. Namun, ada satu aspek yang sering kali diabaikan dalam proses homeschooling, yaitu pentingnya berkomunal dan berkomunitas bagi perkembangan anak.

  1. Pengembangan Keterampilan Sosial: Berinteraksi dengan beragam individu dalam sebuah komunitas membantu anak-anak mengasah keterampilan sosial mereka. Dengan bergabung dengan komunitas Sahabat Becik di kota terdekat, anak-anak dapat belajar bersama, bermain, berkomunikasi, berbagi, dan bekerja sama dengan orang lain.
  2. Kebutuhan Akan Perspektif yang Beragam: Dalam komunitas Sahabat Becik, anak-anak dapat terpapar pada beragam pandangan dan pendapat dari orang-orang dengan latar belakang yang berbeda. Ini membantu mereka melihat dunia dari perspektif yang lebih luas, membuka pikiran mereka terhadap keragaman dan memperkaya pengalaman belajar mereka.
  3. Kolaborasi dan Pembelajaran: Dalam situasi belajar bersama Sahabat Becik, anak-anak dapat bekerja sama dalam proyek-proyek kolaboratif yang memungkinkan mereka untuk belajar dari satu sama lain dan bekerja sama untuk memecahkan masalah dan mencapai tujuan bersama. Ini membentuk keterampilan kolaborasi dan kemampuan untuk bekerja dalam tim yang penting untuk masa depan mereka.
  4. Dukungan Emosional dan Moral: Komunitas Sahabat Becik memberikan anak-anak tempat yang aman untuk berbagi pengalaman, ide, dan perasaan mereka dengan orang-orang yang memahami perjalanan mereka. Ini membantu mereka merasa didukung dan diterima, yang penting untuk kesejahteraan emosional mereka.

Lalu, bagaimana Sahabat Becik dapat mendorong berkomunal bagi anak-anaknya yang homeschooling?

  1. Cari Kelompok Belajar atau Komunitas: Ada banyak kelompok belajar atau komunitas homeschooling yang dapat diakses baik secara online maupun offline. Salah satunya adalah Komunitas Sahabat Becik yang tersebar di berbagai kota di Indonesia. Sahabat Becik dapat mencari kelompok belajar atau komunitas homeschooling di kota terdekat dan mengikutsertakan anak-anak dalam kegiatan tersebut.
  2. Libatkan Anak-anak dalam Kegiatan Sosial: Selain kelompok belajar, anak-anak juga bisa terlibat dalam kegiatan sosial lainnya seperti klub olahraga, paduan suara, atau teater. Ini memberi mereka kesempatan untuk memperluas lingkaran sosial mereka dan berinteraksi dengan anak-anak sebaya mereka dalam konteks yang berbeda.
  3. Jadwalkan Pertemuan Rutin: Sahabat Becik dapat membuat jadwal pertemuan rutin dengan teman-teman sebaya anak-anak untuk bermain, belajar, atau sekadar menghabiskan waktu bersama. Ini membantu menjaga hubungan sosial yang sehat.
  4. Dorong Keterlibatan dalam Proyek Bersama: Anjurkan anak-anak untuk berkolaborasi dalam proyek-proyek pembelajaran dengan teman-teman mereka, baik secara online maupun offline. Misalnya, membuat presentasi bersama atau menyelesaikan tugas-tugas kelompok.

Dengan bergabung dalam sebuah komunitas, anak-anak homeschooling dapat belajar banyak hal yang tidak bisa diperoleh hanya dengan belajar di rumah. Oleh karena itu, Sahabat Becik memiliki peran krusial dalam memastikan bahwa anak-anak mereka terlibat dalam kegiatan sosial. Berinteraksi dengan beragam pandangan dalam sebuah komunitas, tidak hanya memberikan anak-anak pengalaman sosial yang berharga, tetapi juga membangun keterampilan kolaborasi, empati, dan toleransi yang bermanfaat bagi perkembangan mereka.

Eksplorasi dan Penemuan Jati Diri Malik Fadilah Kurniawan

Dalam dunia pendidikan, terdapat beragam jalur yang dapat diambil untuk meraih kesuksesan. Salah satu di antaranya adalah melalui pendekatan nonformal seperti yang dilakukan oleh Malik Fadilah Kurniawan, siswa kelas XII di PKBM Piwulang Becik. Di sini, kita akan melihat bagaimana Malik menemukan jati diri dan panggilannya di bidang visual digital.

Malik memulai perjalanannya sejak ia memasuki sekolah tingkat SMP. Pada saat itu, ia membuat keputusan berani untuk tidak melanjutkan pendidikan formal. Meskipun mungkin terdengar kontroversial bagi sebagian orang, keputusan tersebut dilandaskan pada keinginan pribadinya yang kuat. Sebelum mengambil langkah ini, tentu saja, Malik telah berdiskusi dengan orang tuanya. Dan ia sangat bersyukur karena kedua orang tuanya memberikan dukungan penuh dan menyediakan fasilitas yang diperlukan untuk mengejar minatnya.

Dengan kebebasan yang diberikan, awalnya Malik mencoba berbagai bidang pembelajaran. Ia mulai dengan musik, kemudian beralih ke olahraga dengan mencoba berenang. Namun, setelah beberapa waktu mencoba, Malik pun menyadari bahwa itu bukanlah jalan karier yang ia inginkan. Akhirnya, setelah mendapat kesempatan dari orang tuanya untuk memilih lagi, Malik memutuskan untuk mengeksplorasi dunia visual. Ia pun memutuskan bahwa ini akan jadi pilihan terakhirnya, terlepas dari apakah ia menyukainya atau tidak.

Gayung pun bersambut. Ia akhirnya menemukan kedalaman minatnya di bidang visual. Namun, perjalanan ini tidaklah mudah. Tantangan seperti rasa malas, ketidakmampuan menerima umpan balik dari mentor, hingga kesulitan mengatasi batasan diri sendiri seringkali menghampirinya. Namun, dengan dukungan dari orang tua dan lingkungan terdekatnya, Malik berusaha untuk terus maju dan berkembang.

Saat ini, Malik sedang mengikuti Program Project Based Learning di PKBM Piwulang Becik, dan tengah merintis sebuah unit usaha di Bidang Visual digital. Ia merasa bersyukur telah berani mengambil langkah untuk melanjutkan pendidikan nonformal, karena sekarang ia merasa bisa lebih fokus pada tujuan-tujuan yang ingin dicapainya. Setiap langkah dan tantangan yang dihadapinya telah membantunya tumbuh menjadi individu yang lebih kuat dan percaya diri.

Bertemu dengan PKBM Piwulang Becik membukakan pintu bagi Malik untuk belajar dalam lingkungan yang terbuka, dinamis, dan mendukung. Dalam perjalanan ini, ia tidak hanya belajar tentang keterampilan teknis di bidang visual, tetapi juga tentang keberanian mengambil keputusan, ketekunan dalam menghadapi rintangan, dan arti sebenarnya dari dukungan sosial dari orang-orang terdekat.

Dari kisah Malik, kita dapat belajar bahwa setiap individu memiliki jalannya masing-masing dalam meraih impian dan potensi terbaiknya. Kadang-kadang, langkah terberani adalah melangkah keluar dari zona nyaman dan menjelajahi wilayah yang belum dipetakan. Semoga kisah Malik memberi inspirasi bagi kita semua untuk menjalani perjalanan pribadi kita dengan keberanian dan tekad yang sama.

 

Simak cerita lengkap Malik disini:

Dinar Achmad Saputra: Bersabar dalam Proses Belajar

Dinar, seorang siswa kelas X di PKBM Piwulang Becik, berbagi ceritanya tentang perjalanan pendidikannya yang penuh tantangan namun juga penuh makna. Ketika Dinar masih duduk di kelas VIII, ia memilih untuk tidak melanjutkan pendidikan formal. Didukung oleh kesabaran ayah dan ibunya, Dinar diajarkan untuk memilih jalur pendidikan yang sesuai. Pada usia 13 tahun, ia dihadapkan pada pilihan antara sekolah formal, atau bergabung dengan PKBM Piwulang Becik. Dengan tekad, keyakinan dan dukungan kedua orang tuanya, Dinar akhirnya memilih bergabung dengan PKBM Piwulang Becik.

 

Namun ternyata, keputusan Dinar untuk bergabung dengan PKBM Piwulang Becik tidaklah semudah yang ia harapkan. Dinar menghadapi berbagai arahan dan bimbingan dari mentor yang pada awalnya sulit ia terima. Bahkan, ada saat-saat di mana rasa bosan dan keraguan mulai menghampirinya, membuatnya ingin menyerah. Dia sempat merasa ragu dan tidak yakin dengan langkahnya tersebut.

Beruntung, Dinar mendapatkan dukungan dan dorongan semangat dari orang tuanya. Mereka meyakinkannya bahwa keputusan yang diambilnya adalah langkah yang tepat, meskipun memerlukan kesabaran dan ketekunan. Dengan semangat yang baru, Dinar memutuskan untuk menghadapi tantangan tersebut dan berusaha melawan keterbatasan dirinya sendiri demi mengembangkan potensi dan keterampilannya.

Selama berada di PKBM Piwulang Becik, Dinar tidak hanya belajar tentang keterampilan teknis, tetapi juga tentang mengatasi rasa tidak percaya diri dan ketidakpastian. Dinar mendapat banyak inspirasi dari para mentor yang membimbingnya. Mereka tidak hanya memberikan arahan dalam bidang akademis, tetapi juga berbagi pengalaman dan cerita mereka sendiri yang memberikan motivasi dan dorongan bagi Dinar untuk terus maju.

Salah satu titik balik dalam perjalanannya adalah ketika Dinar menemukan minatnya dalam bidang ilustrasi dan animasi. Berkat bimbingan yang sabar dari mentor-mentornya dan melalui proses pembelajaran yang mendalam, Dinar menemukan kepuasan dalam menciptakan animasi yang sesuai dengan yang ia inginkan. Kini, Dinar pun mulai merasa lebih percaya diri dan yakin dengan kemampuannya.

 

Dinar percaya bahwa dengan ketekunan dan keyakinan pada diri sendiri, setiap orang dapat mencapai potensi penuhnya dan menemukan kebahagiaan dalam mengejar impian. Kisah inspiratif Dinar mengajarkan kepada kita semua tentang pentingnya untuk percaya pada diri sendiri dan tidak takut untuk mengejar impian kita.

Simak cerita lengkap Dinar disini ya:

Mendidik dengan Seni Bermain: Strategi Maksimalkan Pembelajaran Anak-anak

Dalam proses pembelajaran anak, penggunaan permainan kreatif dapat menjadi metode yang sangat efektif. Melalui permainan, anak-anak tidak hanya belajar secara aktif, tetapi juga meningkatkan keterampilan kognitif, motorik, sosial, dan emosional mereka. Di bawah ini, kami akan membahas beberapa contoh permainan kreatif yang dapat diterapkan dengan mudah di rumah atau di lingkungan belajar.

  1. Permainan Membuat Cerita Bergambar: Berikan anak-anak selembar kertas kosong dan beri mereka tema cerita tertentu. Biarkan mereka menggambar cerita sesuai imajinasi mereka, lalu minta mereka untuk menceritakan cerita tersebut kepada teman-teman mereka.
  2. Teater Boneka: Ajak anak-anak untuk membuat boneka-boneka dari kain bekas atau bahan lainnya. Setelah itu, biarkan mereka membuat cerita pendek dan memainkannya menggunakan boneka-boneka tersebut sebagai bintang utamanya.
  3. Permainan Bahan Daur Ulang: Berikan anak-anak bahan-bahan daur ulang seperti kardus bekas, botol plastik, atau kain bekas. Biarkan mereka berkreasi dan membuat berbagai macam objek atau mainan menggunakan bahan-bahan tersebut.
  4. Permainan Mendekorasi Kue: Ajak anak-anak untuk berpartisipasi dalam membuat kue dan menghiasnya. Biarkan mereka menggunakan imajinasi dan kreativitas mereka untuk menghias kue sesuai dengan tema atau keinginan mereka.
  5. Puzzle Kreatif: Buatlah puzzle sendiri dari gambar-gambar yang diambil dari majalah atau buku gambar. Biarkan anak-anak menyusun puzzle tersebut sesuai dengan keinginan mereka dan kemudian menceritakan cerita di balik gambar tersebut.
  6. Permainan Membuat Musik: Berikan anak-anak berbagai alat musik sederhana seperti drum kecil, shaker, atau xylophone. Biarkan mereka bereksperimen dengan alat musik tersebut dan menciptakan lagu-lagu sederhana.
  7. Permainan Drama Improvisasi: Ajak anak-anak untuk bermain drama improvisasi, di mana mereka harus membuat cerita secara spontan berdasarkan tema yang diberikan. Ini akan membantu mereka meningkatkan kreativitas dan keterampilan berpikir cepat.
  8. Puzzle Perkataan: Buatlah puzzle perkataan dengan menggunakan kertas dan gunting. Potong kertas menjadi potongan-potongan kecil dan tuliskan satu huruf pada setiap potongan. Biarkan anak-anak menyusun potongan-potongan tersebut menjadi kata-kata yang benar.
  9. Permainan Seni Melukis Tanpa Batas: Berikan anak-anak selembar kertas besar atau kanvas kosong dan berbagai macam cat air atau cat akrilik. Biarkan mereka mengekspresikan diri secara bebas dengan melukis apa pun yang mereka inginkan.
  10. Permainan Kreasi Bangunan: Berikan anak-anak berbagai macam bahan konstruksi seperti balok kayu, Lego, atau blok bangunan. Biarkan mereka menggunakan bahan-bahan tersebut untuk membangun bangunan atau struktur sesuai dengan imajinasi mereka.

Ingatlah bahwa setiap anak memiliki cara belajar yang berbeda, oleh karena itu penting untuk tetap fleksibel dan terbuka terhadap berbagai metode pembelajaran yang dapat merangsang pertumbuhan dan perkembangan mereka secara holistik. Dengan memilih permainan yang relevan dengan minat dan bakat mereka dapat meningkatkan motivasi dan keterlibatan mereka dalam proses pembelajaran.

Privilege dan Pendidikan: Menggali Makna Kesuksesan dari Perjalanan Bimbi

Arimbi Elvetta Asmarani, atau yang akrab disapa Bimbi, adalah seorang remaja berusia 15 tahun yang memiliki kisah unik dalam perjalanan pendidikannya. Lahir dan besar di Jakarta, Bimbi tumbuh dalam keluarga yang penuh dengan jiwa seni, terutama berkat sang ayah yang merupakan seorang drummer di salah satu band ternama di Indonesia.

Sejak kecil, Bimbi sudah sering diajak ayahnya untuk tur ke berbagai kota. Meski sempat merasa kesal ketika para penggemar ayahnya meminta untuk mengambil fotonya saat ia sedang bersama keluarga, Bimbi akhirnya belajar untuk bersyukur karena terlahir sebagai anak dari musisi terkenal seperti ayahnya. Ia menyadari bahwa tidak semua orang memiliki keistimewaan seperti dirinya.

Suatu hari, Bimbi memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya di Semarang dan bergabung dengan Project Based Learning di PKBM Piwulang Becik. Meski sempat sedih karena harus berpisah dengan orang tua dan belajar secara mandiri, Bimbi merasa mendapat dukungan penuh dari orang tuanya atas keputusannya tersebut.

Menyesuaikan diri dengan lingkungan baru tentu tidak mudah baginya, terutama dengan segala pekerjaan rumah tangga sehari-hari yang mungkin belum pernah ia lakukan sebelumnya. Namun, dengan semangat yang kuat, Bimbi tetap optimis dan siap menjalani tantangan hidup baru dalam proses studinya saat ini. Bimbi bercerita bahwa di tengah proses studinya, ia pernah diberi tawaran untuk menghadiri konser ayahnya di Malaysia. Meski ingin pergi, Bimbi memutuskan untuk tetap fokus pada studinya di Semarang daripada berlibur bersama keluarga.

Saat ini ia sedang mengasah kemampuan 3D-nya di Piwulang Becik, dengan harapan dapat mencapai kesuksesan versinya sendiri di masa depan. Bimbi menyadari bahwa kesuksesan tidak hanya bergantung pada kedudukan orang tua. Ia percaya bahwa dirinya harus memiliki keterampilan dan kreativitas secara mandiri untuk mencapai impian dan kesuksesannya.

Kini, Bimbi sangat berterima kasih kepada orang tua dan para mentor di PKBM Piwulang Becik yang selalu memberikan dukungan terbaik untuknya. Berkat mereka, Bimbi mampu menghadapi tantangan dengan penuh semangat, tekad yang kuat, dan keyakinan yang tinggi. Bimbi belajar menjadikan setiap pengalamannya sebagai pelajaran berharga untuk meraih impiannya.

 

Ikuti cerita Bimbi disini ya:

Literasi Anak di Era Teknologi: Membimbing Anak-anak Menuju Petualangan Literasi yang Tak Terbatas

Kita hidup di era di mana teknologi membawa kita lebih dekat dengan dunia literasi daripada sebelumnya. Dalam upaya mengembangkan minat dan kemampuan membaca anak-anak, berikut ini adalah beberapa tip yang dapat membantu memperkuat fondasi literasi anak di era teknologi yang terus berkembang.

  1. Pilih Bacaan yang Relevan: Pertimbangkan minat dan hobi anak saat memilih bacaan. Misalnya, jika mereka menyukai binatang, berikan mereka buku-buku tentang binatang atau cerita tentang petualangan binatang. Memberikan akses yang mudah ke berbagai jenis bacaan akan membantu memperluas wawasan dan meningkatkan minat baca mereka.
  2. Aktivitas Literasi Interaktif: Membaca bersama, diskusi buku, dan kegiatan menulis kreatif adalah beberapa contoh aktivitas yang dapat memperdalam pemahaman anak-anak tentang literasi. Doronglah anak-anak untuk berbicara tentang buku yang mereka baca, cerita yang mereka sukai, dan apa yang mereka pelajari dari pengalaman membaca mereka. Aktivitas-aktivitas tersebut juga membantu meningkatkan keterlibatan mereka dalam proses belajar dan menciptakan hubungan emosional yang kuat dengan buku-buku yang mereka baca.
  3. Gunakan Teknologi dengan Bijak: Di era digital ini, teknologi dapat menjadi alat yang sangat berguna dalam mendukung literasi anak-anak. Namun, penting untuk memilih aplikasi dan platform pembelajaran dengan bijak. Pilihlah aplikasi yang tidak hanya menyediakan akses ke berbagai konten bacaan, tetapi juga menawarkan pengalaman literasi yang interaktif dan edukatif. Pastikan untuk memantau dan mengontrol penggunaan teknologi oleh anak-anak dan memberikan pengawasan yang memadai untuk memastikan bahwa mereka aman saat menggunakan perangkat digital.
  4. Bangun Rutinitas Membaca: Tetapkan waktu rutin setiap hari untuk membaca bersama anak-anak, baik sebelum tidur di malam hari atau selama waktu luang di sore hari. Selain membangun kebiasaan membaca, hal ini dapat memberikan waktu keluarga yang berkualitas dan memperkaya hubungan orang tua dan anak.
  5. Dukung Kreativitas Anak: Kreativitas anak-anak dapat distimulasi melalui berbagai kegiatan literasi, seperti menulis cerita pendek atau menggambar ilustrasi untuk cerita mereka sendiri. Beri anak kesempatan untuk mengekspresikan diri mereka secara kreatif melalui tulisan atau gambar, dan berikan pujian serta dukungan positif untuk setiap karya yang mereka hasilkan. Hal ini tidak hanya akan meningkatkan minat mereka terhadap literasi, tetapi juga membantu mengembangkan keterampilan artistik dan pemikiran kreatif mereka.
  6. Apresiasi Setiap Usaha: Berikan pujian yang tulus dan pengakuan yang memotivasi untuk setiap usaha yang mereka lakukan dalam mengembangkan kemampuan literasi mereka. Hal ini akan membantu membangun kepercayaan diri dan motivasi mereka untuk terus belajar dan berkembang.

Piwulang Becik memfasilitasi pembelajaran literasi anak-anak di era teknologi melalui layanan Student Book Club. Tujuan dari student book club ini adalah untuk memperluas wawasan, meningkatkan kemampuan literasi, serta mengembangkan imajinasi dan kreativitas mereka. Melalui berbagai kegiatan seperti diskusi buku, pertemuan kelompok, dan proyek menulis, kami berharap dapat membuat pembelajaran literasi menjadi lebih interaktif dan menyenangkan bagi anak-anak.

Kunjungan Guru Banjarnegara: Belajar Membuat PKBM

Pengalaman Belajar dari PKBM Piwulang Becik 

Berawal dari keinginan mendirikan PKBM dan kebutuhan dalam memahami proses pendirian PKBM, Dhian Fatmasari (42), Kepala Sekolah SAMPAI IP Tunas Bangsa Banjarnegara, tergerak untuk berguru dari PKBM Piwulang Becik. Berangkat dari hal tersebut, wanita yang akrab dipanggil Dhian ini, bersama dengan 3 orang guru lainnya, menceritakan pengalaman saat berdialog dengan Aris Prasetya (52), Kepala Sekolah PKBM Piwulang Becik. 

“Saya ngerasa bodoh banget, jadi ekspektasinya pengen belajar dari yang sudah mengerti, merasakan, dan menjalani,” aku Dhian jujur. 

“Kalau saya, sebenernya datang ke sini karena diminta kepala sekolah,” sahut Zuyyinah Murniatul Barokah (35), Guru Pendidikan Kewarganegaraan (PKN) sekaligus Humas SMP IP Tunas Bangsa. “Saya yakin dan percaya aja kalau Bu Dhian ngajak saya, mesti untuk belajar, untuk dapat ilmu-ilmu baru,” lanjut wanita yang biasa dipanggil Zuyyin. 

Dari niatan tersebut, mereka mengaku apa yang didapat lebih dari ekspektasi. Uun Marbawa (42), Guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), yang kerap disapa Uun mengatakan, “Saya dapat sudut pandang baru yang selama ini sebagai guru yaaa.. menyampaikan apa yang ada di buku aja, apa yang perlu diketahui anak, tanpa mempertimbangkan apa sih kebutuhan anak saat ini. Di sini tadi, saya dapat dari mas Aris tentang bagaimana seharusnya seorang guru itu. Pertama, profiling. Ngerti masing-masing individu. Kedua, memberikan pelajaran, materi yang kontekstual sesuai kondisi saat ini.  Kadang kita memberi materi yang belum tentu mereka butuh dan inginkan sehingga membuat bosan. Yang paling keren, bagaimana cinta dan welas asih. Itu bagus banget karena apa pun kondisi siswa, apa pun yang terjadi pada siswa, tetap cinta dan welas asih harus kita lakukan.” 

Selaras dengan penjelasan Uun, Tengku Apta Naufal (23) yang biasa dipanggil Apta, Guru Pendidikan Agama Islam (PAI), berkata, “Sebenernya saya udah lama bergelut di dunia pendidikan. Cuma baru-baru ini menggeluti dunia mengajar. Buat saya profiling itu sangat penting apalagi untuk saya yang jarang komunikasi dengan anak. Kita perlu mengetahui pertumbuhan seorang anak, gimana kondisinya di rumah, gimana orang tuanya mendidik agama, dan sebagainya. Justru hal-hal itu bisa langsung kita ajarkan untuk kehidupan mereka. Selain itu, mas Aris mengajarkan bagaimana cara menyampaikan yang sangat mudah diterima oleh anak. Terakhir, lingkaran doa dari murid ke guru, guru ke murid, itu sangat luar biasa. Kalau dari guru tidak ada keinginan untuk membentuk anaknya jadi lebih baik, gimana nanti anaknya jadi baik. Begitu juga kalau anaknya malas-malasan untuk belajar, sebel sama gurunya, gimana dia dapat ilmu yang bermanfaat.“

Refleksi Diri Terkait Peran sebagai Pengajar 

 Menjalani proses Mastermind selama sehari di Piwulang Becik, keempat guru dari Banjar tersebut masing-masing menceritakan refleksi pribadi terkait peran seorang guru. “Kalau saya dapat sesuatu yang luar biasa tentang menjadi kepala sekolah sejati. Beberapa kali mas Aris mengakhiri kalimatnya dengan ‘…karena saya kepala sekolah’. Jadi kalau diiris tuh saya kayak diiris trus dikasi jeruk. Perih. Tapi mas Aris juga bilang sebagaimana seseorang yang tadinya bukan muslim, begitu dia ngucapin syahadat kan lembarannya putih. Kemarin kan bukan berdosa, tapi karena nggak ngerti. Saya harap sih dari hari ini saya bener-bener ngerti bagaimana jadi kepala sekolah sejati,” ujar Dhian. 

Zuyyin menambahkan, “katanya kan kalau hari esok lebih buruk dari hari ini, itu pastinya rugi. Jadi yang akan dilakukan adalah refleksi. Kalau saya cenderung kurang dekat dengan siswa karena tuntutan kurikulum dan dikejar-kejar harus selesai kompetensi dasarnya. Jadi ngobrol sama anak itu intensitasnya lebih sedikit. Makanya dimulai dari cari tau dulu. Bukan cuma nama dan kesukaan, tapi lebih dari itu. Lebih detail.” 

Bagi Apta, ia merefleksikan caranya mengajar. “Sebenernya memang banyak anak-anak yang jenuh, rasanya lama kalau pelajaran PAI. Ternyata di sini kita disadarkan tentang cara kita menyampaikan mungkin ada yang salah. Karena tuntutan kurikulum, jadinya mau nggak mau itu yang disampaikan terlepas dari keperluan anak itu sendiri. Harus banyak doa, banyak introspeksi. Yang ingin saya tau dulu, anak itu gimana sih agamanya? Di rumah itu udah diimplementasi seperti apa? Trus kenapa mereka nggak melakukan ini-itu? Apa beratnya? Kenapa? Bangun semangat kalau kata mas Aris.” 

Sementara Uun menjelaskan refleksi terkait kedekatan dengan para murid. “Sampai sore ini sebenernya banyak refleksi diri. Salah satunya, aku kurang mengenal sama murid-murid. Sebagai wali kelas, aku pegang sekitar 16 siswa. Dari situ aku refleksi, oh ya, aku baru kenal nama. Baru tau kesukaan. Belum tau cerita bagaimana rasanya dia belajar selama ini sama saya atau mungkin bagaimana sih sebenernya dia merasakan bersekolah di sini. Apakah menyenangkan atau justru membuat tertekan. Itu penting banget. Jadi ya bismillah setelah ini mencoba untuk ngobrol dan yang penting lagi welas asih dengan apapun. Selama ini kan ya namanya guru berurusan sama berbagai perilaku siswa, harus mengedepankan mereka anak-anak kita. Mereka butuh dimengerti, bukan hanya butuh materi pelajaran.”

Harapan ke Depan

“Saya pengen bawa ini ke Banjarnegara. Sebenernya di depan kan kita udah dikasih tau nih blom tentu bisa lanjut. Bisa jadi hasil belajar hari ini tuh Mas Aris bilang cukup. Jadi kalau sampai opsi itu terjadi, saya bakalan memperjuangkan ini tetep harus dibawa ke Banjar. Semoga mas Aris bersedia mendampingi dan menemani kami,” aku Dhian dengan penuh antusias, sekaligus menutup sesi dialog sore itu.

Tonton wawancara lengkapnya di:

#LiveInSeries 4 – Salsabila Erda & Sri Jumariah: Manfaat Mentoring

Salsabila Erda (17), siswi SMKN 1 Tengaran yang akrab disapa Erda, menceritakan pengalamannya setelah mengikuti program Karir Anak dan kemudian magang di Piwulang Becik. Perjuangan yang tidak mudah, karena dia sendiri saat masuk ke SMK saja karena terpaksa. Ditambah lagi, saat mengikuti program live in, ia mendapat penolakan dari ibunya, Sri Jumariah (43) yang biasa dipanggil Sri. 

 

Memberi Restu Setelah Melihat Perubahan pada Anak 

“Sebenernya saya kan awalnya nggak setuju. Saya tuh sukanya dia di SMA aja karena mata pelajarannya umum. Jadi kalau ada uang buat kuliah, lebih gampang. Itu menurut saya. Ternyata apa yang di pikiran saya itu tidak tepat. Untung saja ayahnya memaksa. Pertimbangannya supaya mandiri dan siap kerja. Kalau di SMK kan dilatih keterampilan. Tapi saya nggak kebayang Rekayasa Perangkat Lunak (RPL) itu seperti apa, nanti ngapain. Saya sendiri lulusan SMA,” aku Sri. 

“Tapi saya lihat gambarnya tuh lebih bagus. Karena saya nggak tahu tentang dunia ini, bingung saya. Caranya gimana? Di situ saya dikasih tahu, gini loh caranya. Dari situ saya lihat cara menjelaskan ke saya itu senang dan semangat. Awal-awal memang setengah tidak yakin. Tapi dari wajah kan keliatan. Dia tunjukin juga karya-karyanya. Kan saya ikut senang. Untuk sikap, mungkin kalau Erda melakukan kesalahan dan yang kasih tahu mentor, cara menyampaikannya berbeda dari orang tua. Kalau kita kan ngomel-ngomel. Kalau mentornya menjelaskan sedikit aja, langsung masuk,” tambahnya. 

Selain dari segi teknis, penolakan di awal juga terjadi saat program magang di mana Erda tinggal dan beraktivitas di lingkungan Piwulang Becik. 

“Awalnya, ketika diminta izin menginap, rasanya horor. Namanya orang tua, pertama kali punya anak menginjak remaja, khawatir kan. Ternyata saat lihat kondisinya seperti ini, jadi tahu di sini teman-temannya banyak dan dapat pengalaman positif yang membikin anak saya lebih baik. Bukan yang sebelumnya buruk, tapi jadi lebih baik. Lebih mandiri. Mungkin pertamanya terpaksa karena jauh dari orang tua, tapi lingkungannya positif. Jadi terlihat kemajuan dari segi perilaku. Sekarang kalau dikasih tahu orang tua jadi lebih dewasa,” jelas Sri yang kini berbalik menjadi sangat mendukung proses belajar Erda. Ia melihat semakin banyak perubahan di diri anaknya ke arah yang lebih baik. 

 

Meyakinkan Diri Sendiri untuk Meyakinkan Orang Tua 

Tentunya restu yang diberikan pada Erda merupakan buah dari upayanya meyakinkan orang tua. Namun sebelum meyakinkan orang tua, ia pun mengalami proses meyakinkan dirinya sendiri untuk mengikuti serangkaian program terkait dunia 3D. 

“Awalnya aku mikir, bisa nggak ya? Soalnya ini 3D, sementara aku nggak 3D sama sekali. Trus aku dapat masukan dari mentor ‘kalau kamu mau, kamu pasti bisa’. Dari situ aku mikir, aku mau atau nggak. Aku butuh atau nggak. Akhirnya aku putuskan aku mau walau lama dan aku belum terlalu bisa,” jelas Erda. 

“Kalau untuk meyakinkan orang tua, kan aku udah yakin. Kalau aku udah yakin, aku bakal usaha kasih bukti apa aja yang aku lakuin supaya dapet izin. Apa yang aku buat, dari awal sampai akhir, aku kasih tahu semua. Entah susahku apa, bisaku apa, kekuranganku apa, aku kasih tahu semua biar orang tuaku tuh tahu gitu loh tingkatanku dari nol sampai sekarang apa aja,” sambungnya. 

Sri menambahkan, sebetulnya di awal, Erda juga punya keinginan yang berbeda dari yang dijalani sekarang. “Dulu masuk RPL aja nangis-nangis nggak mau. Awalnya pengen masuk SMA. Ternyata dia nggak tahu bahwa di situlah, dari nangis-nangisnya, ada hal yang dia suka. Sedihnya lama itu. Hikmahnya di situ. Ternyata orang nggak bisa menyepelekan sesuatu yang awalnya nggak sesuai dengan keinginan. Sampai saat ini, dia kalau cerita, antusias sekali. Jadi dia menemukan sesuatu yang sangat dia senangi.” 

 

Menemukan Kesukaan dan Kenyamanan di Tempat Bekerja 

3 bulan live in di lingkungan Piwulang Becik, Erda mengakui menikmati prosesnya meski banyak tantangan yang harus dihadapi. “Aku tuh kan tipikal orang yang kalau ngerjain sesuatu gampang bosen. Trus kalau udah pusing, emosi sendiri. Mentor aku tuh ngasih tahu aku caranya gimana biar nggak bosen atau pusing. Tapi aku juga harus tahu batesannya. Jadi aku berusaha dulu, kalau bener-bener nggak bisa baru tanya. Karena itu, aku jadi termotivasi gitu. Semisal aku yakin aku bisa, bisa jadi nggak semestinya aku bisa. Harus ada orang yang membimbing kita supaya kita tahu kita bisanya apa dan kalau kita nggak bisa, bener-bener nggak bisa, yaudah diomongin. Kalau di 3D kan sekarang aku akuin aku nggak bisa. Jadi mentorku kasih jalan lain di 3D kayak bantu administrasi. Itu sih,” ujar Erda. 

“Di admin ini, aku makin suka. Aku emang suka ngetik-ngetik gitu kan daripada nge-sketch. Bukan lebih santai sih. Itu tanggung jawabnya gede banget. Kalau satu aja datanya salah, itu semuanya bakal salah dan ngulang lagi dari awal. Tantangannya itu besar banget dan aku harus lebih teliti dari sebelumnya.” Erda menjelaskan dengan penuh semangat. 

Terkait kenyamanan, Erda menceritakan bahwa faktor lingkungan sangat signifikan dalam membuatnya betah. “Yang bikin aku nyaman di sini tuh orang-orangnya. Cara mereka mendidik aku tuh nggak keras. Ngomongnya pelan tapi aku langsung tahu. Aku salahnya di mana itu langsung diomongin, nggak ditunda-tunda dulu. Jadi itu sih yang bikin aku nyaman di sini.” 

Selaras dengan pengakuan Erda, Sri menambahkan, “Kalau nggak nyaman, pasti dia pulang terus kok tiap hari. Berarti kan kerasan di sini. Itu kunci seseorang menyukai sesuatu. Contoh orang kerja. Seenak apapun pekerjaan itu, kalau lingkungannya nggak bikin nyaman, nggak akan kerasan. Sebaliknya, meskipun kita kerja berat, kalau lingkungannya nyaman, pasti akan terasa ringan. Jadi lingkungan yang membentuk dia jadi seperti itu. Yang saya seneng, dia itu ada motivasi. Yang susah itu kan memberikan semangat. Harus dengan cara apa? Kalau nggak datang dari diri sendiri, susah. Ini saya yakin karena teman-teman dan mentornya.” 

 

Harapan ke Depan 

“Kalau buat aku, pertama, ingin ningkatin dulu skill administrasi ini. Aku harus lebih dari yang sekarang. Kalau itu udah cukup, aku bakal usaha bikin studio sendiri di cabang-cabang Salatiga ini,” kata Erda. 

Menyambung harapan Erda, Sri menjelaskan bahwa ia berharap anaknya bisa terus melanjutkan apa yang dia suka kerjakan di sini. 

“Terima kasih sudah diberikan masukan dan ilmu dari mentornya. Bukan hanya dari segi teknis tapi juga rohani, pengalaman-pengalaman mereka, kiat-kiat sukses, dan lainnya. Setelah ikut di Karir Anak dan Piwulang Becik, Erda jadi lebih punya tujuan. Terima kasih juga dengan teman-temannya di sini karena dia jadi lebih baik karena mungkin saling mengingatkan,” ujar Sri.

Tonton wawancara lengkapnya di:

#LiveInSeries 3 – Brian Masinas: Mengasah Kepekaan

Sejarah Bergabung dalam Komunitas 

Berlatar belakang sebagai sarjana STT Telkom jurusan desain produk, Brian Masinaz (26) mengawali karirnya sebagai 3D Artist. Dalam perjalanannya, ia merasa perlu mengeksplorasi bidang lain. Berhubung ia tinggal di Pekalongan dan ada peluang bisnis fesyen, ia pun memutuskan vakum dari dunia 3D dan mencoba berbisnis. 

Suatu hari, Brian menemukan lowongan pekerjaan sebagai 3D Artist di Facebook Group. Ia tertarik karena lokasinya dekat tempat tinggalnya. Tanpa punya banyak ekspektasi, ia coba mendaftar dan diterima bergabung bersama studio Peanuts Bee. 

“Awalnya aku kira yaudah kerjain desain 3D aja. Tapi ternyata beda banget kerja bareng komunitas. Di sini yang dikedepankan kan manusianya. Secara mindset, kita terus-menerus dikasih nutrisi, ditekankan sisi kemanusiaan dan kepekaannya. Menurutku ini nggak diajarkan di mana-mana. Bahkan kita diprospek untuk bikin studio baru,” ujarnya. 

Pengalaman Live In

Setelah 8 bulan bergabung, Brian diminta untuk belajar di Studio Kampung Becik Project yang digagas oleh Husayn Akmal Prasetya (22). Selama live in di Salatiga, ia berbagi pengalamannya berinteraksi dengan rekan-rekan yang tinggal dan beraktivitas di sana. 

“Yang paling kerasa sih di sini rame. Ada yang nggak tau, bisa langsung tanya. Aku jadi ngerasa terpacu untuk bikin karya yang bagus karena banyak pembanding yang bagus-bagus,” terangnya. 

Hal lain yang ia rasakan dari pengalaman live in ini adalah ia belajar menjadi lebih berempati, peka pada sekitar, dan menjadi manusia yang beradab. “Di sini tuh aku baru paham kalau nggak aware, rugi banget. Sayang kesempatannya kalau selama di sini aku cuma fokus teknis tapi di luar itu kurang peka. Kalau pun nongkrong sambil ngerokok, cuma ngobrol sama satu-dua orang.” Ia merefleksikan prosesnya ini sebagai latihan berempati. 

Tak hanya dari interaksi dengan sekitar, ia pun mengaku belajar dari hidup sehari-hari seperti piket harian. “Jujur, aku jarang bersih-bersih. Sementara di sini ada piket. Aku baru nyapu ya di sini, jadi nggak tahu bersih apa nggak. Yang penting nyapu aja dulu,” akunya sambil tertawa malu. “Pernah juga temen-temen lagi masak, aku asik sendiri depan laptop. Pas makin rame yang bantuin, aku baru sadar. Lah iya ya, aku ngapain daritadi? Kan nggak enak ya, udah dikasih tempat tinggal, makan, tapi aku nggak ada kontribusinya.” 

Harapan ke Depan 

“Kalau harapan, aku sih pengennya apa yang aku dapetin bisa diterapin, contohnya soal mindset, mental, adab. Misalnya lebih berempati, nggak cuek-cuek banget. Atau kalau terkait teknis, bantu-bantu ajarin apa yang aku dapet di sini. Jadi sama-sama berkembang lebih baik. Dan tentunya kayak semua orang ya, suatu saat pengen punya studio. Tapi kalau buat aku sendiri, aku pengen belajar lebih banyak gimana cara hidup, gimana menjadi manusia, dan gimana adab yang seharusnya. Aku juga pengen bisa lebih berempati dan peka dengan sekitar” tutupnya.

Menjadi Seorang Life-Long Learner

Menurut World Economic Forum, organisasi yang melakukan riset terkait skill atau keterampilan yang dibutuhkan di masa depan, di tahun 2025, diprediksi bahwa manusia dan mesin akan bekerja secara berdampingan untuk menyelesaikan 85 juta peluang kerja yang ada. Untuk itu, setidaknya 50% orang yang bekerja perlu menambah dan memperbaiki skill supaya bisa bertahan di industri.

Tuntutan tersebut ada karena perkembangan teknologi yang semakin cepat tiap tahunnya. Kalau kita tidak bisa beradaptasi, kita bisa terancam digantikan oleh mesin seperti Artificial Intelligence yang biasa disingkat AI. Diprediksi akan ada 85 juta pekerjaan yang tergantikan oleh kehadiran AI ini.

Kabar baiknya, justru dengan kemajuan teknologi, ada peluang 97 juta pekerjaan baru yang tercipta di 26 negara pada tahun 2025. Salah satu skill yang dibutuhkan adalah active learning and learning strategy yaitu keterampilan dalam memperkuat pengetahuan dan keahlian yang dibutuhkan untuk sukses dalam pekerjaan.

Active Learning and Learning Strategy dalam Piwulang Becik

Dalam artikel sebelumnya mengenai pendampingan, disebutkan sekilas mengenai studio 3D yang dikelola oleh Reza sebagai manajer teknis dan Mega sebagai manajer SDM. Pemilik studio tersebut adalah Husayn Akmal Prasetya, seorang lulusan arsitektur dari Architectural Institute in Prague. Dalam percakapan dengan Husayn atau akrab dipanggil Jack, ia menceritakan pengalamannya sampai akhirnya membuka studio 3D.

“Ilmu arsitektur itu sering disebut mother of all arts. Jadi waktu di kampus itu belajar macem-macem. Mulai dari sosiologi, filosofi, fotografi, sampai bikin patung bahkan public speaking. Kita juga belajar banyak tools. Tapi karena waktunya singkat, biasanya kita ngulik sendiri. Karena pada akhirnya yang penting kan hasilnya, bukan pakai tools apa,” ujar Husayn.

Husayn juga menceritakan pengalamannya sebagai anak didikan homeschooling. Proses belajarnya tergantung pada minat saat itu. Mulai dari seni lukis, fotografi, bahkan belajar sepeda BMX dan berjualan. Proses yang dijalani Husayn ini merupakan pembelajaran active learning dan ia aplikasikan juga saat mendirikan studio 3D dan mendampingi tim yang kini berjumlah 10 orang.

“Ternyata apa yang dipelajari selama ini saling berhubungan. Contohnya soal ngulik. Inspirasinya dari pengalaman kuliah di mana aku dituntut untuk nyoba sendiri dan dampaknya positif. Jadi waktu mulai ada tim, anak-anak (tim) langsung disuruh terjun ngerjain project. Aku cuma kasih tau pakai software tertentu, pelajari sendiri, trus supervisi aja. Dari situ biasanya malah nemu caranya sendiri buat bikin sebuah karya.”

Terkait learning strategy, Husayn menjelaskan bahwa makin ke sini, proses kurasi yang ia jalani makin mengerucut. “Sekarang aku lebih bisa memilah fokus. Karena udah punya tim, prioritasnya udah bukan teknis lagi tapi belajar manajemen dan gimana mengelola studio.”

Keterampilan active learning and learning strategy ini membutuhkan kesadaran dan kemauan yang datang dari diri sendiri, bukan karena paksaan dari luar. Mengutip kata-kata seorang penulis bernama Brian Herbert:

“The capacity to learn is a gift; the ability to learn is a skill; the willingness to learn is a choice.”

Semoga kita semua senantiasa dimampukan untuk memilih peran menjadi life-long learner.