Tak Ada Salahnya Mengajarkan Seni Sedari Dini Pada Anak, Ada Banyak Dampak Positif

Tak Ada Salahnya Mengajarkan Seni Sedari Dini Pada Anak, Ada Banyak Dampak Positif

Mungkin beberapa orang dewasa menganggap jika seni sebagai bagian dari bakat. Padahal seni merupakan bagian dari proses tumbuh kembang anak. Beberapa anak mungkin memiliki kelebihan dalam bidang kesenian, akan tetapi bakat itu juga perlu diasah kembali. Sebab, meskipun anak memiliki bakat seni namun jika hal itu tidak asah, maka perlahan bakat tersebut akan menumpul.

Aktivitas kesenian juga memiliki manfaat terapeutik atau penyembuhan untuk beberapa gangguan psikologis pada anak. Kegiatan seni merupakan kegiatan yang penuh kreativitas, sehingga hal ini dapat melepaskan energi dan emosi negatif pada anak.

Ada banyak dampak positif yang dimiliki anak jika mereka belajar kesenian sedari dini, di antaranya adalah:

1.      Mengenal beragam warna dan bentuk

Mengajarkan anak tentang seni yang paling dasar yakni menggambar, tenyata akan membuatnya mengenal lebih banyak bentuk dan warna. Anak akan mengenal warna-warna dari kerayon yang dimiliki seperti hitam, biru, merah, kuning, dan lain sebagainya. Selain warna anak juga bisa mengenal dengan berbagai bentuk dasar seperti lingkaran, segitiga, persegi dan lain-lain.

2.      Mengembangkan kemampuan motorik

Menggambar bukan hanya sekadar mencorat-coret saja. Aktivitas ini ternyata dapat mengembangkan kemampuan motorik anak, awalnya mereka akan menggerakan tangan untuk membuat coretan yang tidak jelas. Kemudian mereka mampu mengontrol gerakan tanganya sendiri sehingga mebuat sketsa gambar yang lebih rapi. Kemampuan motorik anak perlahan akan terasah dengan baik seiring ia berlatih.

3.      Kreativitas anak berkembang

Dengan melihat benda-benda seni yang unik anak akan merasa penasaran dan terpancing kreativitasnya. Saat kondisi ini terjadi sebaiknya anda membebaskan anak untuk berkreasi.

4.      Belajar disiplin dengan memahami peraturan

Saat anak mulai menekuni sesuatu tentu banyak waktu yang dihabiskan untuk melakukan hal itu, termasuk belajar kesenian. Pada saat itu, tugas anda adalah membuat peraturan agar kegiatan lain tidak terganggu. Peraturan tidak harus ketat, anda bisa membuatnya lebih fleksibel, agar anak merasa tidak tertekan.

5.      Menumbuhkan rasa percaya diri sejak kecil

Kegiatan seni baik itu, menggambar, prakarya, menari, atau berperan perlahan akan menumbuhkan rasa bangga anak terhadap dirinya sendiri. Apalagi jika hasil karyanya mendapatkan apresiasi yang baik dari lingkungan sekitar. Anda juga bisa meminta anak untuk membuat karya seni yang diperuntukkan orang lain seperti kakek, nenek, tante, kakak, atau lainnya.

6.      Belajar fokus pada apa yang dilakukan

Terkadang anak sering kehilangan fokusnya. Mereka bisa saja berpindah fokus dalam waktu yang singkat atau terganggu oleh hal tertentu seperti ajakan bermain, menonton TV, video game, dan lain sebagainya. Namun saat anak membuat karya seni mereka akan lebih tenang dan fokus saat melakukan hal itu sampai selesai.

7.      Belajar berkomunikasi dengan lancar

Umumnya orangtua hanya memberikan instruksi atau pertanyaan yang standar seperti “Sudah makan?”, “Sudah mandi?”

Pertanyaan tersebut tentu hanya ada dua jawaban yakni iya dan belum. Tentu berbeda jika anak belajar kesenian, anda bisa menanyakan “Apa yang ingin kamu gambar?”, kemudian anak akan menjawab panjang sambil bercerita. Dengan ini, anak akan belajar berkomunikasi dengan baik.

8.      Menyalurkan emosi negatif secara positif

Banyak anak yang tidak bisa memahami bentuk-bentuk emosi, sehingga mereka sering bingung sendiri dengan apa yang dirasakannya. Sayangnya banyak orangtua yang cenderung membiarkan. Salah satu dampak positif yang didapat dari belajar kesenian adalah anak dapat menyalurkan emosi negatif dalam dirinya melalui gambar seperti sedih, marah, ataupun kesal.

Banyak orangtua yang konsen terhadap pembelajaran akademik, namun mengabaikan minat dan kreativitas anak. Belajar seni sejak dini merupakan satu langkah awal untuk mengembangkan kemampuan anak dalam berbagai bidang lainnya. Sehingga sebaiknya tidak diabaikan begitu saja.

Setiap Orang Bisa Mengajari, Namun Mereka Belum Tentu Menjadi Pengajar Yang Baik

Setiap Orang Bisa Mengajari, Namun Mereka Belum Tentu Menjadi Pengajar Yang Baik

“Pendidikan Adalah Senjata Paling Mematikan Di Dunia, Karena Dengan Pendidikan Anda Dapat Mengubah Dunia.” –  Nelson Mandela

Dunia banyak berubah karena semakin banyak orang yang melek akan pendidikan. Tentu hal ini tidak terlepas dari peran pengajar yang berdedikasi. Kompetensi seorang pengajar tentu harus memenuhi kualifikasi yang baik agar semakin banyak generasi cerdas yang lahir dari pendidikan yang tepat. Sayangnya banyak orang yang mengira jika pengajar yang baik dinilai dari gelar yang berhasil diperoleh.

Padahal menjadi seorang pengajar tak harus memiliki gelar tentu, siapapun bisa mengajari asal ada keinginan untuk memberikan pemahaman keilmuan ke orang lain. Namun memberikan pemahaman akan suatu ilmu juga tidak boleh asal, ingat apa yang kita sampaikan kepada orang lain juga harus bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Untuk itu, tidak mudah menjadi seorang pengajar, mereka harus memenuhi beberapa kualifikasi agar menjadi pengajar yang baik. Berikut ini merupakan kualifikasi pengajar yang baik, antara lain:

1.      Selalu punya energi untuk peserta didiknya

Umumnya seorang pengajar yang baik akan menaruh perhatian pada setiap peserta didiknya baik itu dalam percakapan biasa ataupun diskusi. Seorang pengajar sebaiknya memiliki kemampuan menjadi pendengar yang baik untuk peserta didiknya.

2.      Memiliki tujuan yang jelas dalam mengajar

Bukan hanya peserta didik saja, namun seorang pengajar juga harus memiliki tujuan yang jelas selama proses mengajar. Sehingga ia akan bekerja penuh agar tujuan tersebut dapat tercapai.

3.      Punya keterampilan mendisiplinkan yang efektif

Seorang tenaga pengajar yang baik tentu harus memiliki kemampuan disiplin yang efektif. Hal ini bertujuan untuk mengajak peserta didiknya melakukan perubahan perilaku positif selama proses belajar mengajar.

4.      Memiliki keterampilan dalam mengelola ruang belajar dengan baik

Ruang belajar bukan hanya tentang kelas dalam bentuk fisik, namun juga diskusi-diskusi virtual. Seorang pengajar yang baik tentu memiliki keterampilan dalam mengelola ruang belajarnya. Ia harus memastikan proses belajar dan bekerja berjalan secara kondusif dan efektif.

5.      Membangun komunikasi yang baik dengan orangtua

Pengajar yang baik adalah mereka yang mampu menjaga komunikasi terbuka dengan para orangtua, serta memberikan kabar tentang perkembangan anak-anaknya selama proses. Seperti perilaku, kedisiplinan, kemampuan yang dimiliki, dan isu lainnya.

6.      Memiliki harapan yang besar pada setiap peserta didiknya

Umumnya orangtualah yang memiliki harapan besar terhadap pendidikan anaknya, namun pengajar yang baik juga memiliki harapan kepada setiap peserta didiknya. Sehingga mereka akan memberikan dorongan agar setiap peserta didiknya terus bekerja keras.

7.      Memiliki pengetahuan tentang kurikulum

Kurikulum adalah hal yang penting dalam pendidikan, untuk itu seorang pengajar harus memiliki pengetahuan tentang kurikulum tersebut serta standar-standar pendidikan lainnya.

8.      Pengetahuan tentang subjek yang diajarkan

Pengajar tentu harus memiliki pengetahuan  yang luas dan memiliki minat terhadap subjek yang diajarkan. Sehingga mereka akan siap untuk menjawab pertanyaan dan membuat suasana belajar menjadi lebih menarik.

9.      Memberikan yang terbaik untuk peserta didiknya

Seorang pengajar yang baik umumnya memiliki gairah untuk berbagi ilmu dan bekerja bersama peserta didiknya.

10. Punya hubungan yang berkualitas dengan peserta didik

Pengajar yang baik adalah pengajar yang mampu membangun hubungan yang kuat dan saling menghargai dengan peserta didiknya. Hubungan yang dibangun memiliki landasan kepercayaan yang kuat.

11. Mengajarkan peserta didiknya untuk belajar bagaimana cara belajar

Padat proses ini berarti pengajar membiarkan peserta didiknya menemukan sendiri pertanyaannya atau pertanyaan yang diajukan kepada peserta didiknya.

12. Memiliki sifat baik kepada sesama pengajar

Pengajar bukan hanya memberikan pemahaman keilmuan tapi juga memberikan contoh yang baik. Sifat yang baik seperti rendah hati, mau berbagi ilmu, fleksibel, dan berprasangka baik.

13. Memiliki pengetahuan yang memumpuni terkait media sosial

Sosial media kini menjadi sebuah gaya hidup. Banyak orang yang berperilaku baik di dunia nyata namun jahat di dunia maya. Sebagai seorang pengajar tentu mereka juga harus besikap bijak dan beretika dalam menggunakan media sosial.

Demikian kualifikasi pengajar yang baik, hal ini bukan hanya berlaku kepada tutor. Namun juga berlaku kepada orang dewasa lain yang mendampingi proses belajar anak.

Sering Mengalami Stres Dan Cemas Saat Belajar, Ikuti Tips Berikut Ini

Sering Mengalami Stres Dan Cemas Saat Belajar, Ikuti Tips Berikut Ini

Saat mengerjakan tugas-tugas dari tutor terkadang membuat siapapun merasa pusing, termasuk anak-anak baik itu usia remaja atau usia menjelang dewasa. Apalagi jika sudah berdekatan dengan ujian, rasanya ada banyak tekanan yang dirasakan. Rasa tertekan yang dialami kemudian berubah menjadi stres yang berlebihan. Hal inilah yang kemudian menimbulkan rasa cemas yang berlebihan hingga depresi.

Kenapa mereka bisa mengalami stres?

Stres dan cemas bukan hanya memberikan beban psikologis saja, namun juga berdampak pada kondisi fisik seseorang misalnya sering sakit kepala, mudah marah, pola tidur terganggu, tubuh terasa lemas meskipun tidak melakukan aktivitas berat, serta perubahan tekanan darah. Banyak anak yang masih berusia remaja yang bersaing merebutkan peredikat nomor 1 diantara teman-temannya, sehingga hal inilah yang membuat mereka harus belajar lebih keras hingga larut malam.

Apalagi dalam kondisi pandemi seperti ini banyak anak remaja yang mengalami kesulitan untuk belajar secara online. Tingkat stres yang dialami anak semakin meningkat, bukan hanya disebabkan oleh tugas-tugas belajar atau sistem pembelajaran jarak jauh, namun juga kegiatan belajar yang dilalui sendirian.

Selain itu penyebab umum remaja mengalami stres saat belajar adalah rasa jenuh, karena mereka harus menatap layar monitor selama berjam-jam. Tingkat stres semakin tinggi jika fasilitas semakin terbatas seperti jaringan internet yang lama atau alat elektronik yang digunakan kurang mumpuni. Interaksi yang minim membuat anak menjadi sulit memahami materi. Misalnya saat kegiatan belajar secara tatap muka, anak dapat bertanya secara langsung kepada pengajar, akan tetapi selama belajar online anak hanya bertanya secara virtual. Sehingga ada kemungkinan muncul kesalahpahaman atau justru ketidakpahaman tentang ilmu tertentu.

Lalu bagaimana cara mengatasi stres dalam belajar?

1.      Beristirahat jika sudah merasa lelah

Saat kita merasa lelah untuk menatap layar komputer atau smartphone, maka jangan dipaksakan. Istirahatlah sejenak setidaknya lima belas menit. Kita bisa berkeliling rumah atau sekadar melihat halaman depan yang hijau.

2.      Belajar meditasi

Saat mengalami stres mungkin ini saatnya kita belajar meditasi, kita bisa bisa melakukan meditasi sederhana dengan melakukan teknik pernapasan. Meditasi ini akan membantu pikiran dan perasaan seseorang kembali stabil.

3.      Luangkan waktu untuk berolahraga

Dibanding bermalas-masalan, lebih baik kita menyempatkan waktu untuk berolahraga sejenak. Olahraga dapat meningkatkan hormon dopamin sehingga suasana hati terasa membaik.

4.      Atur jadwal dengan jelas

Saat kita ingin menambah kegiatan yang lain seperti olahraga itu artinya kita perlu mengatur kembali jadwal harian yang dimiliki. Buatlah jadwal sesuai dengan kapan waktunya belajar, berolahraga, bermain, dan beristirahat.

5.      Tidur cukup

Pola tidur umumnya akan terganggu saat seseorang mengalami stres. Untuk itu, cobalah atur lagi jadwal tidur setiap hari setidaknya 7-8 jam. Jauhkan hal-hal yang bersifat distraksi dari tempat tidur.

6.      Diskusikan masalah ini dengan orang dewasa

Saat remaja stres umumnya mereka bingung bagaimana cara mengungkapkannya. Atau justru masih belum sadar jika mereka mengalami stres. Pada kondisi ini peran orang dewasa terutama orangtua di sekitar anak sangatlah penting. Pada saat anak merasa stres maka tugas orangtua adalah mendampinginya. Orangtua bisa menjadi teman dekat yang baik dengan mendengarkan setiap keluh kesahnya, atau jika perlu kita bisa meminta bantuan profesional untuk mengatasi stres tersebut.

Banyak remaja yang mengalami tekanan terkait pendidikannya. Untuk itu peran orangtua dan lingkungan terdekat anak sangat penting, untuk menemani dan memberikan dukungan. Katakan pada mereka jika mereka tak sendiri, keluarga selalu menemaninya dalam kondisi apapun.

Perlukah Menanamkan Jiwa Kompetitif Pada Anak?

Perlukah Menanamkan Jiwa Kompetitif Pada Anak?

Siapa yang tak bangga ketika melihat anak meraih juara dalam sebuah kompetisi? Mengikutsertakan anak dalam sebuah kompetisi atau perlombaan tentu memberikan banyak dampak, seperti menumbuhkan rasa bangga dan percaya diri, menjadi dorongan untuk belajar lebih, dan menumbuhkan jiwa kompetitif. Tentu tak ada salahnya mengajak anak untuk mengikuti berbagai lomba selagi belum dewasa. Akan tetapi orangtua harus berhati-hati, karena biasanya ambisi pribadi orangtua sering kali terlibat dalam hal ini.

Sayangnya di luar sana banyak orangtua yang ingin anaknya memenangkan perlombaan sehingga menuntut anak menjadi pemenang. Hal ini tentu akan berdampak buruk bagi pertumbuhan anak, mereka akan mendapatkan tekanan mental yang cukup besar. Apalagi jika anak tak berhasil memenangkan perlombaan, mereka akan menyalahkan diri sendiri dan menunjukkan rasa kekecewaannya baik itu langsung maupun tidak. Jika hal ini terus terjadi, anak akan menjadi rendah diri, dan terlalu berambisi. Terlalu ambisius membuat anak melakukan berbagai cara untuk menjadi pemenangnya, tanpa peduli apakah cara yang mereka lakukan itu jujur ataupun curang.

Pada kondisi itu tentu sikap kompetitif sudah tidak sehat. Jiwa kompetitif yang seharusnya mendukung anak untuk berkembang secara mental dan kemampuan, justru membuat mereka tertekan. Untuk itu, sebagai orangtua anda perlu memahami  bagaimana anak memiliki sifat kompetitif yang sehat.

Perlu dipahami jika berkompetisi tak berarti bersaing dengan orang lain, namun anak bersaing dengan dirinya sendiri. Anak harus mengusahakan untuk menjadi versi terbaik dari dirinya. Sayangnya banyak orangtua yang tidak memahami perkara ini, sehingga mereka justru meminta anak untuk menjadi terbaik diantara teman-temannya. Untuk itu, ada kiat-kiat yang dapat diterapkan oleh orangtua untuk menumbuhkan jiwa kompetisi yang sehat pada anak.

1.      Tanamkan konsep positif tentang kompetisi

Katakan pada anak jika pencapaian bukan hanya tentang memenangkan sesuatu, akan tetapi memiliki tujuan yang jelas dan usaha meraihnya. Jika seandainya mereka mengalami kegagalan, itu bukan masalah besar, mereka justru memiliki kesempatan untuk belajar dari pengalaman tersebut.

2.      Jadilah role model yang baik untuk anak

Anak adalah peniru yang baik. Untuk mencontohkan bagaimana persaingan yang sehat kepada anak anda bisa mengajak anak bermain bersama. berikan sikap yang baik saat anda mengalami kekalahan dan bagaimana anda memenangkan permainan.

3.      Bangun rasa empati

Kompetisi akan menjadi sehat jika orangtua mengajarkan kepada anak untuk menomorsatukan pertemanan yang baik. Ajak anak untuk tidak memikirkan dirinya sendri saja, serta membangun hubungan interpersonal yang baik. Katakan padanya jika menang dan kalah adalah hal yang biasa.

4.      Tekankan pada motivasi intrinsik

Dalam suatu kompetisi, seseorang bukan hanya di dorong oleh faktor-faktor luar seperti, kemenangan, piala, piagam, atau uang. Namun, ada faktor dari dalam diri yang turut mendorong seperti kegembiraan dan pengembangan diri. Tekankan dorongan pada anak yang bersifat intrinsik, misalnya menjadi pribadi yang lebih kuat secara mental, menumbuhkan rasa percaya diri, dan lain-lain.

5.      Keseimbangan itu penting

Ingat kemenangan bukan segalanya, saat anak merasa sedih karena tak meraih hasil yang memuaskan, maka orangtua harus memberikan apresiasi dan dorongan positif. Katakan pada anak jika ia telah mengusahakan yang terbaik. Mungkin saja, hari ini bukan hari keberuntungannya.

Ingat kompetisi yang sehat bukan berfokus pada kemenangan, namun proses yang dijalani oleh anak. Mulailah tanamkan mindset pada diri sendiri dan anak jika setiap perjuangan tentu selalu ada usaha dan progres untuk lebih berkembang.

Nilai Dibalik Kata “Gotong Royong” Dan Penerapannya Dalam Dunia Pendidikan

Nilai Dibalik Kata “Gotong Royong” Dan Penerapannya Dalam Dunia Pendidikan

“Gotong royong adalah pembantingan tulang bersama, pemerasan keringat bersama, perjuangan bantu-membantu bersama. Amal semua buat kepentingan semua, keringat semua buat kebahagian semua”

Itulah sepenggal pidato yang disampaikan oleh Presiden Soekarno untuk menjadikan gotong royong sebagai landasan semangat membangun bangsa. Gotong royong sebenarnya bukan sebuah istilah yang baru dikumandangkan pada zaman penjajahan, namun sudah lama dinarasikan oleh para leluhur.

Masyarakat Indonesia memang dikenal sebagai masyarakat yang mau menolong sesama. Hal ini diwujudkan pada beberapa momen seperti kerja bakti membangun fasilitas umum, membersihkan lingkungan sekitar, tolong menolong saat pesta pernikahan atau upacara adat, bahkan menolong dengan berbagai bentuk sumbangan pada korban bencana alam.

Misalnya saja Tradisi Masyarakat Jawa yang bernama “Sinoman”. Sinoman sangat identik dengan acara pernikahan, akan tetapi sinoman juga ada pada beberapa penyelenggaraan acara lain dalam tradisi Jawa. Sinoman umumnya terdiri dari ibu-ibu yang membantu memasak di dapur, dan para pemuda desa dan beberapa bapak-bapak mendirikan tenda atau menata kursi dan meja untuk para tamu undangan. Saat hari pernikahan tiba, keluarga besan serta para tamu undangan hadir di acara pernikahan maka para sinoman akan bertindak sebagai pramusaji.

Umumnya gotong royong bersifat suka rela dengan tujuan untuk memperlancar suatu pekerjaan. Gotong royong telah menjadi kepribadian dan budaya yang telah mengakar dalam kehidupan bangsa ini, ada beberapa unsur yang melekat di dalamnya yakni kesatuan, kebersamaan, kekeluargaan, dan kerukunan.

Lalu bagaimana penerapan gotong royong dalam dunia pendidikan?

Gotong royong bisa terwujud pada beberapa hal misalnya dalam tugas kelompok ataupun student club, kegiatan ini akan membuat anak-anak saling berdiskusi untuk menyelesaikan tugas kelompoknya. Mereka akan membagi tugas secara adil dan sesuai kemampuan masing-masing.

Selain itu gotong royong juga bisa diwujudkan dalam kegiatan lain seperti saat membersihkan lingkungan belajar, ataupun menolong temannya yang tengah mengalami musibah. Di masa pandemi seperti sekarang ini wujud dari gotong royong dalam dunia pendidikan bukan hanya melibatkan peserta didik (anak-anak) saja, namun guru dan orangtua juga bisa turut terlibat.

Di kondisi yang serba terbatas dan berubah ini, bisa dikatakan jika Indonesia mengalami “Revolusi pembelajaran.” Pembelajaran yang umumnya dilakukan secara tatap muka menjadi pembelajaran daring. Meskipun sudah lama berlalu, namun beberapa orangtua, guru, ataupun anak masih gagap dengan sistem pembelajaran yang daring ini. Hal ini bisa disebabkan oleh banyak hal, minimnya fasilitas yang memadai seperti internet, device, hingga materi belajar.

Untuk itu, sikap gotong royong sangat dibutuhkan. Dimana baik pengajar, orangtua dan anak saling berkolaborasi menutupi kekurangan masing-masing. Pihak pengajar akan menyusun desain pembelajaran daring yang nantinya disampaikan kepada setiap orangtua. Orangtua akan bertugas mengawasi selama proses pembelajaran anak, serta memberikan fasilitas yang dibutuhkan. Sedangkan anak, akan menjalankan proses belajar dengan baik yang nantinya mereka memberikan saran dari desain pembelajaran yang dibuat oleh pengajar.

Dengan bergotong royong maka kepentingan umum seperti terpenuhinya kebutuhan pendidikan setiap orang akan berjalan dengan baik. Kesejahteraan bersama akan diperoleh asal setiap masyarakat berintegrasi dan menyesuaikan diri demi kepentingan bersama.

Menumbuhkan Kebiasaan Belajar Mandiri Di Rumah Dengan Bimbingan Dari Pengajar dan Orang Sekitar

Menumbuhkan Kebiasaan Belajar Mandiri Di Rumah Dengan Bimbingan Dari Pengajar dan Orang Sekitar

Belajar adalah sebuah proses panjang yang bukan hanya terjadi dalam bersekolah saja, namun proses belajar berlangsung seumur hidup. Itu artinya proses belajar tetap berjalan meskipun sudah di rumah dan tidak bertemu dengan para pengajar. Sejatinya belajar bukan hanya tentang menghafal atau memahami materi saja, tapi belajar juga berkaitan dengan menjalin hubungan yang baik antara anak dengan pengajarnya, begitupun sebaliknya. Adanya hubungan erat antara pengajar dan anak akan menimbulkan dampak positif, seperti muncul dorongan untuk lebih bersemangat untuk memahami hal baru.

Namun dalam situasi pandemi seperti ini, pertemuan antara pengajar dan anak menjadi terbatas. Proses belajar di rumah menjadi tantangan tersendiri. Minimnya interaksi secara langsung tentu hal ini membuat anak harus belajar dengan cara baru, yakni belajar mandiri. Setelah jam belajar bersama pengajar selesai, maka anak memiliki tanggung jawab untuk bereksplorasi dari materi yang sudah diberikan.

Dengan belajar secara mandiri, membantu anak dalam memecahkan persoalan yang terkait proses belajarnya secara mandiri dan hal ini tentu saja bagus untuk bekal kehidupannya kedepan. Namun belajar secara mandiri tetaplah bukan hal yang mudah bagi anak, apalagi jika sebelumnya belum pernah dilakukan. Untuk itu, simak penjelasan berikut ini untuk membantu dalam mendapingi anak dalam proses belajar mandiri:

1.      Buatlah jadwal belajar dengan baik

Belajar mandiri memang tidak mudah, perlu komitmen yang besar pada diri anak. Agar mempermudah proses belajar langkah awal yang harus dilakukan adalah membuat ‘to-do-list’ dengan menuliskan semua kegiatan yang harus dikerjakan dalam satu hari. Dari kegiatan-kegiatan tersebut selanjutnya urutkan kegiatan mana yang harus dilakukan terlebih dahulu, proses ini harus berdasarkan skala prioritas. Anak juga bisa menyertakan jam belajar bersama pengajar dan belajar secara mandiri.

2.      Buat porsi belajar yang pas

Saat anak tengah bersemangat, seringkali mereka jadi lupa waktu dan justru terus belajar tanpa ingat waktu. Walau seakan terlihat baik tapi sebenarnya hal ini akan menjadi kurang efektif bagi proses belajarnya. Saat belajar mandiri anak harus pandai mengatur waktu belajar dan istirahat. Anda bisa membantunya membuat perkiraan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk belajar begitupun juga dengan istirahat.

3.      Jangan ragu untuk melibatkan orang lain sebagai bentuk dari inisiatif

Belajar mandiri bukan berarti anak harus menyelesaikannya semuanya sendiri. Tentu ada beberapa kemampuan yang tak dimiliki anak dan sulit untuk menyelesaikannya sendiri. Pada saat ini maka biarkan anak berinisiatif untuk melibatkan orang lain selama proses belajarnya. Munculnya inisiatif merupakan bagian dari kemandirian, dalam konteks belajar di rumah, anak bisa berinisiatif dengan melibatkan orang lain seperti orangtua ataupun kakak. Misalnya orangtua dapat membantu anak untuk mengevaluasi pemahaman mereka terhadap suatu materi.

4.      Fokus!

Jika ketiga poin di atas sudah dilakukan maka yang terakhir adalah FOKUS. Selama proses belajar jauhkan diri dari berbagai benda yang mendistraksi. Jika perlu buat peratuan, benda-benda seperti remote TV, handphone, game, dan lainnya bisa disentuh setelah proses belajar selesai. Jika proses belajar anak menggunakan gawai, maka anda bisa membuat peraturan aplikasi mana saja yang boleh dibuka selama belajar.

Belajar secara mandiri memang tidak mudah, oleh sebab itu orang tua atau pendamping juga perlu terlibat dalam proses belajar anak. Orang tua tak hanya sebagai pengawar semata, namun juga memainkan peran sebagai sumber dukungan positif bagi anak agar makin termotivasi pada proses belajar mandiri yang sedang dijalaninya.

Melebur Dengan Lingkungan, Upaya-Upaya Menjadi Pribadi Yang Adaptif

Melebur Dengan Lingkungan, Upaya-Upaya Menjadi Pribadi Yang Adaptif

Hidup ini terus mengalami perubahan, dari zaman berkomunikasi menggunakan surat kini berubah hanya melalui pesan singkat digital. Dunia berubah seiring berkembangnya zaman, perubahan ini turut mengubah berbagai budaya dan kebiasaan masyarakat secara global.

Misalnya saja masa pandemi seperti ini, ada banyak perubahan yang kita alami. Seperti semua kegiatan dilakukan secara online, pembatasan pergi ke beberapa tempat, dan keterbatasan bertemu secara tatap muka dengan orang lain.  Ada banyak perubahan yang kita alami, sehingga menuntut kita beradaptasi dengan perubahan kondisi.

Menjadi pribadi yang adaptif dengan kondisi sekitar tentu sangat dibutuhkan di masa sekarang. Bukan hanya dalam kondisi pandemi seperti ini, sikap adaptif juga diperlukan saat anda berada di lingkungan yang baru, berada di lingkungan yang heterogen, dan lain sebagainya. Meskipun perubahan itu sebuah hal yang mutlak, namun ternyata ada beberapa orang yang justru bersikap menolak atas perubahan. Mereka merasa kondisi yang baru sebaiknya tidak terjadi dan menyalahkan orang lain atas perubahan yang terjadi. Tentu sikap seperti ini yang akan menghambat perkembangan hidup seseorang.

Sebagai makhluk sosial tentu kita tidak bisa hidup sendirian, ada orang lain dan lingkungan sekitar yang mencukupi kebutuhan hidup. Kemampuan beradaptasi sangatlah dibutuhkan setiap saat. Untuk itu ada beberapa upaya yang bisa dilakukan untuk menjadi pribadi yang adaptif di berbagai lingkungan dan perubahan.

1.      Menerimanya dengan ikhlas

Memang menyadari jika dunia telah berubah adalah hal yang cukup sulit. Namun kita harus menyadari jika dunia ini penuh dengan misteri, ada banyak hal yang tak terduga lainnya menanti kita. Untuk itu, kita harus bersiap setiap saat, karena ada banyak orang yang memiliki sifat berbeda-beda dan kita tak bisa hidup sendirian. Bersikap adaptif akan membuat kita lebih tenang dalam mengatasi berbagai masalah, serta dapat bertahan hidup lebih lama.

2.      Bersikaplah proaktif

Saat kita berada di lingkungan baru entah itu tempat tinggal, tempat kerja, atau bahkan tempat yang memiliki budaya berbeda, maka hal yang harus dilakukan adalah bersikap proaktif. Jangan malu untuk memulai berinteraksi terlebih dahulu. Misalnya saat pandemi seperti ini, jangan hanya diam saja. Carilah informasi yang harus dilakukan agar kita bisa terhindar dari paparan virus. Kita bisa mencarinya melalui internet atau bertanya dengan ahli. Menjadi proaktif menjadi salah satu langkah untuk hidup lebih luwes. Sikap proaktif juga membuat kita lebih mengenal lingkungan baru.

3.      Kenali bagaimana lingkungan kita saat ini

Mengenal lingkungan sekitar menjadi hal yang tak boleh diabaikan. Karena hal ini dapat memudahkan segala urusan kita. Cobalah untuk menengok sebentar apa yang terjadi di luar sana, amati setiap benda-benda yang ada di sekitar tempat kita. Mengamati lingkungan akan membuat kita lebih menyadari dimana kita sekarang dan apa yang harus dilakukan berikutnya.

4.      Lebih komunikatif

Komunikasi adalah salah satu unsur penting dalam menjalin relasi. Komunikasi bukan hanya bahasa saja, namun juga media. Di era yang serba digital sekarang tentu kita tak perlu khawatir untuk memberi kabar atau menyampaikan informasi kepada yang lain. Berkomunikasi dengan orang lain bukan hanya untuk keperluan tertentu (seperti pendidikan, pekerjaan, ataupun kekeluargaan). Komunikasi bisa berupa memberikan dukungan untuk saling menguatkan di kala dunia telah berubah. Memberi dukungan satu sama lain akan membuat kita tidak terbebani dalam menjalani perubahan kondisi baru.

Dunia memang tidak pernah bisa diprediksi, untuk itu kita harus bersikap adaptif. Meleburkan diri dengan segala bentuk kondisi yang ada di bumi.

Bukan Hanya Pengajar, Orangtua juga Bertanggung Jawab Atas Pendidikan Anak

Bukan Hanya Pengajar, Orangtua juga Bertanggung Jawab Atas Pendidikan Anak

Sebagai orangtua tentu anda bertanggung jawab penuh atas kebutuhan mereka mulai dari, sandang, pangan, hingga pendidikan. Banyak orangtua yang menggantungkan masa depan anak mereka pada pendidikan yang ditempuh. Tak heran mereka bersusah payah mencari nafkah untuk membiayai kebutuhan dasar belajar, seperti biaya operasional pada lembaga pendidikan, kebutuhan buku dan alat tulis, bahkan pakaian/seragam.

Biaya pendidikan anak tentu tidak murah, ada uang dan usaha yang harus dibayarkan oleh orangtua. Meskipun demikian, banyak orangtua yang fokus bekerja dan tak mengamati proses belajar yang dilakukan anak. Padahal peran orangtua bukan hanya membiayai pendidikan anak saja. Orangtua juga harus terlihat sebagai support system anak untuk menciptakan pendidikan yang berkualitas.

Melakukan pendampingan belajar pada anak tentu berbeda dan harus disesuaikan dengan kemampuan anak. Penyesuaian ini akan memberikan dampak yang cukup besar pada proses belajar anak baik itu akademik maupun non-akademik. Agar lebih jelas simak berikut ini adalah tanggung jawab orangtua dalam mendampingi anak belajar, antara lain:

1.      Memberi semangat pada anak

Pendampingan orangtua dalam proses belajar anak sangatlah penting dan berpengaruh positif pada tumbuh kembangnya. Pada proses pendampingan orangtua dapat menyampaikan nilai-nilai pendidikan agar anak lebih bersemangat dalam belajar. Memberi semangat juga bisa dalam bentuk mengapresiasi pada setiap inisiatif yang dilakukan, serta progres belajarnya. Sikap-sikap positif orangtua akan membuat anak menjadi lebih optimis dan bersemangat. Jika orangtua bersemangat maka anak juga demikian.

2.      Membantu menyelesaikan kesulitan yang dialami anak saat belajar

Setiap proses belajar tentu ada kalanya anak mengalami kesulitan, entah mengerjakan tugas dari pengajar atau mempraktekan sesuatu. Pada saat itu, sebaiknya anda mendekati anak dan menawarkan bantuan padanya. Ingat, jangan memarahi anak atas ketidakpahamannya terhadap sesuatu. Di usianya sangat wajar jika mereka keliru atau bahkan tidak paham sama sekali. Dibanding memarahi atau mengomel, ada baiknya anda dan anak mengerjakan tugas itu bersama.

3.      Mengawasi perkembangan belajar anak

Umumnya orangtua hanya tahu perkembangan anak dari nilai raport saja, padahal ini bukan bentuk pengawasan yang baik. Orangtua harus mengawasi dan mengamati proses belajar anak, seperti mengetahui bagaimana cara mereka belajar, pelajaran apa yang meraka sukai dan tidak sukai, hingga bagaimana pemahaman anak terhadap ilmu baru. Pengawasan ini juga sebuah tindakan untuk memastikan hal yang dipelajari anak adalah hal positif.

4.      Menjaga komitmen anak dalam belajar

Terkadang komitmen atau niat belajar anak sering mengalami pasang surut, hal inilah yang terkadang menjadi penghambat anak dalam memahami sesuatu. Ada banyak hal yang menyebabkan anak kurang berkomitmen atas cara belajar yang mereka pilih seperti rasa bosan, lingkungan yang kurang mendukung, dan lain sebagainya. Pada kondisi ini, orangtua sebagai pendamping anak untuk menciptakan tempat belajar yang nyaman, menyingkirkan rasa bosan. Serta mengingatkan anak tentang apa yang ingin ia capai dari proses belajarnya.

5.      Menjadikan anak menjadi seseorang yang dimimpikannya

Anak pasti memiliki mimpi atau cita-cita, melalui pendampingan serta hubungan emosional yang baik antara anak dan orangtua, maka hal ini akan membantu kebanyakan anak dalam mencapai apa yang mereka mimpikan, entah itu dalam bentuk profesi atau pencapaian lainnya.

Meskipun anda tidak ahli dalam pelajaran atau semua bidang yang diajarkan oleh tenaga pengajar. Bukan berarti anda tidak bisa mendampingi pendidikan anak. Mendampingi anak juga bisa ditunjukan dari sikap memberikan semangat, memberikan keleluasaan untuk berekplorasi, dan mengawasi. Jadilah orangtua yang memberikan ruang aman untuk anak bertumbuh baik dengan turut mengamati setiap proses belajar yang dilaluinya.

Memperkenalkan Visual Thinking Sebagai Metode Belajar

Memperkenalkan Visual Thinking Sebagai Metode Belajar

Selama proses belajar, umumnya kita sering menggunakan otak kiri, karena hal ini berkaitan dengan proses belajar yang diterapkan di Indonesia. Padahal otak kanan manusia juga memiliki kemampuan untuk memicu seseorang agar lebih kreatif dan kritis dalam berbagai bidang, bahkan bidang eksakta sekalipun. Salah satu hal yang mendorong peran otak kanan dalam proses belajar ialah berpikir visual (visual thinking).

Secara sederhana visual thingking merupakan cara berpikir menggunakan gambar. Dilihat dari sejarahnya seseorang mulai belajar dari buku ilustrasi anak-anak, majalah, film, lukisan, brosur, smile icon, hingga gambar satelit dengan menggunakan teknologi terkini. Gambar digunakan sejak dulu untuk menjelaskan sebuah ilmu pengertahuan seperti kesenian, arsitek, engineer, desainer, sains, geologi, komunikasi, dan lain sebagainya.

Seperti yang kita tahu jika gambar merupakan sebuah simbol

Dengan simbol tersebut dapat dimaknai menjadi berbagai hal. Simbol juga sering dijadikan gambaran tentang sebuah organisasi untuk merepresentasikan visi & misi, nama, dan tujuan. Selain itu gambar juga cenderung lebih mudah dimengerti dibanding informasi berupa teks. Bahkan banyak orang yang menggunakan gambar untuk mengekspresikan emosinya mulai dari bahagia, sedih, takut, hingga marah.

Zaman dahulu sebelum terciptanya kamera atapun komputer orang-orang menggambar menggunakan pena, kertas, dan imajinasi untuk merekam suatu peristiwa. Menggambar dengan tangan membuat imajinasi seseorang menjadi lebih liar, mereka bisa menggambarkan masa depan ataupun masa lalu.

Leonardo da Vinci, seorang masterpiece hebat di zaman renaissance telah mengetahui kekuatan dari visual thinking. Beliau terus menggambarkan idenya ke dalam buku catatan yang sekarang diarsipkan. Buku catatan tersebut memuat gambar-gambar mesin inovasi yang diciptakan.

Visual thinking

Namun Visual Thinking bukan hanya sekadar menggambar saja. Otak kanan manusia pada dasarnya dirangsang supaya memunculkan ide dan inovasi melalui perkembangan kreativitas, intuisi, dan imajinasi. Sadar atau tidak sebenarnya kita sering berpikir secara visual dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya saat kita ingin menggambar sebuah bangunan yang megah, maka kita akan merepresentasikan pikiran dan bayangankannya di kepala.

Sehingga bisa dimaknai jika Visual thinking merupakan kemampuan, proses penciptaan, interprestasi, penggunaan dan refleksi atas gambar, diagram dalam pikiran seseorang pada selembar kertas atau alat pendukung lainnya. Tujuannya agar informasi atau ide dapat dikembangkan. Bagi visual thinker, mereka dapat menafsirkan informasi yang melibatkan gambar-gambar bahkan dapat mempresentasikan informasi matematik menjadi sebuah gambar.

Ada beberapa langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk membangun visual thinking diantaranya:

  • Looking, tahap dimana seseorang mengidentifikasi masalah dan hubungan timbal baliknya merupakan kegiatan aktivitas melihat dan mengumpulkan
  • Seeing, mengerti adanya masalah dan kesempatan, dengan aktivitas menyeleksi dan mengelompokkan
  • Imagining, mengeneralisasikan langkah untuk menemukan solusi, dan kegiatan pengenalan pola
  • Showing and telling, menjelaskan apa yang dilihat dan diperoleh kemudian dikomunikasikan

Visual thinking sebenarnya menjadi salah satu metode pembelajaran yang baik bagi setiap orang. Karena visualisasi memungkinan seseorang untuk mengidentifikasi masalah dalam versi yang sederhana. Apalagi, visual thinking juga membuat seseorang memahami bagaimana cara belajar mereka. Setiap orang tentu memiliki cara belajar yang berbeda, sehingga jika setiap orang menemui masalah yang sama, maka mereka akan memiliki cara penyelesaian yang berbeda.

Banyak orang yang tidak memahami betapa pentingnya belajar visualisasi pikiran. Banyak dari mereka yang cenderung mementingkan kemampuan otak kiri, padahal kemampuan visualisasi oleh otak kanan dapat menyeimbangkan kita dalam berpikir. Visualisasi bukan hanya membantu kita dalam menyelesaikan masalah, namun juga mengerti perannya dalam dunia.

Tips Kegiatan Belajar yang Menyenangkan untuk Anak Di Rumah

Tips Kegiatan Belajar yang Menyenangkan untuk Anak Di Rumah

Di masa pandemi sekarang tentu banyak kegiatan yang dibatasi, bahkan sekarang tidak boleh keluar rumah. Penyebaran virus yang cepat, tentunya akan mengancam kesehatan kita dan anggota keluarga yang lain termasuk anak. Untuk itu, kita harus menjaga kesehatan dengan mengikuti anjuran pemerintah #dirumahsaja.

Seperti yang kita tahu jika hampir semua kegiatan diadakan secara online, termasuk belajar. Tentu hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi orangtua, dalam kondisi seperti ini tentu pendampingan orangtua terhadap pendidikan anak sangatlah penting.

Terkadang kegiatan belajar di rumah sering kali membuat anak-anak merasa bosan. Mereka harus mengikuti kelas virtual kemudian mengerjakan tugas. Siklus belajar yang sama dan dijalani dalam jangka waktu yang panjang tentu akan membuat anak merasa sedikit stres. Jika sudah seperti ini maka anda perlu mengganti metode belajar yang lebih menyenangkan.

Kegiatan belajar sambil bermain menjadi alternatif yang membuat anak bersemangat kembali. Akan tetapi sebelum itu ada yang harus anda buat terlebih dahulu yakni jadwal kegiatan.

Membuat jadwal harian anak

Ingatkan anak jika ini bukan libur Panjang dan diskusikan secara terbuka dengan komunikasi yang baik dengan mereka. Karena saat membuat jadwal kegiatan anak, sebenarnya anda juga mengatur jadwal anda sendiri. Beberapa yang perlu diperhatikan:

  • Jumlah tugas yang dikerjakan dan tenggang waktunya
  • Waktu beristirahat dan bermain
  • Waktu beribadah
  • Waktu tidur siang

Kegiatan belajar sambil bermain di rumah

Setelah anda mengatur jadwal kegiatan dengan baik. Selanjutnya adalah menyiasati kegiatan belajar sambil bermain. Kegiatan ini bisa menjadi quality time moment antara orangtua dan anak, ini juga menjadi kesempatan bagi anda untuk menanamkan nilai-nilai kehidupan yang baik pada anak.

Anda bisa memanfaatkan barang-barang yang ada dan memilih permainan tradisional.

Permainan tradisional cenderung membutuhkan aktifitas fisik dan kerjasama tim. Sehingga secara tidak langsung anak akan berolahraga dan belajar bersosialisasi meskipun masih dalam lingkup kecil. Berikut ini adalah permainan tradisional yang bisa menjadi alternatif belajar sambil bermain di rumah.

1.      Engklek

Mungkin permainan ini sering anda mainkan saat masih kecil, sambil bernostalgia anda bisa mengajak anak untuk bermain bersama. Anda dan anak bisa menyiapkan gambar petak engklek dan gacuk. Permainan ini sangat menyenangkan dimainkan setidaknya 3-5 orang, bermain engklek dapat menumbuhkan jiwa kompetitif pada diri anak.

2.      Lompat tali

Saat ingin bermain lompat tali tentu orangtua dan anak membutuhkan tali karet yang dirangkai panjang. Bermain lompat tali sama dengan berolahraga dengan intensitas tinggi.

3.      Mengembangbiakan tanaman

Selain beraktivitas fisik, kegiatan belajar sambil bermain lainnya adalah berkebun atau menanam bunga dan tanaman hias lainnya untuk halaman rumah. Anda bisa mengajak anak untuk menanam mulai dari bijinya, atau jika memungkinkan anda bisa mengajarkan teknik mencangkok tanaman.

4.      Membuat rangkaian listrik sederhana

Anda bisa mempraktekan aliran listrik sederhana dengan kabel, baterai, dan bola lampu.

Sebenarnya masih banyak kegiatan belajar sambil bermain yang bisa anda praktekan sendiri di rumah, namun yang terpenting orangtua mampu membangun storytelling pada anak. Storytelling merupakan salah satu kegiatan yang dapat meningkatkan literasi anak tanpa terbebani. Anda tak perlu menggunakan barang-barang yang canggih, anda bisa memanfaatkan benda apa saja di rumah. Jadikan kondisi ini, momentum menjadi orangtua yang edukatif mendampingi proses belajar anak dari yang mereka tak ketahui hingga hal-hal yang dipahami secara mendalam.