Optimalkan Potensi Belajar Anak: Mengenali dan Mendukung Gaya Belajarnya

Mengenali dan mendukung gaya belajar anak menjadi kunci utama dalam menciptakan lingkungan pembelajaran yang efektif dan memastikan perkembangan potensi anak berkembang secara optimal. Seiring dengan pemahaman ini, penting bagi orang tua dan pendidik untuk mengidentifikasi dan merespons gaya belajar anak secara tepat. 

Pembelajar Visual 

Anak-anak dengan gaya belajar visual cenderung lebih memahami informasi melalui gambar, diagram, atau grafik. Untuk mendukung pembelajar visual, disarankan untuk menyediakan materi belajar dalam bentuk visual yang menarik, seperti infografik atau peta konsep. Penggunaan warna cerah dan kontras dapat membantu memperjelas informasi. Pemanfaatan flashcards atau gambar sebagai alat bantu memori menjadi hal yang sangat efektif. 

Pembelajar Auditori 

Sementara itu, pembelajar auditori lebih baik memahami informasi melalui pendengaran. Mereka cenderung menghafal lebih baik melalui rekaman suara, ceramah, atau diskusi. Oleh karena itu, orang tua dan pendidik dapat membimbing anak-anak untuk mendengarkan podcast atau audiobook terkait materi pelajaran. Selain itu, diskusi konsep-konsep penting secara lisan dapat memperkuat pemahaman. Menciptakan lagu atau jingle pendek berisi informasi penting bisa menjadi metode yang menyenangkan untuk membantu proses pengingatan. 

Pembelajar Kinestetik 

Gaya belajar kinestetik melibatkan gerakan fisik, dimana anak-anak dengan preferensi ini membutuhkan kegiatan fisik untuk memahami konsep. Pembelajaran langsung melalui eksperimen atau proyek fisik, penggunaan alat peraga fisik, dan berpartisipasi dalam simulasi atau permainan yang melibatkan gerakan dapat menjadi metode yang efektif untuk mendukung pembelajar kinestetik. 

Pembelajar Membaca/Menulis 

Sedangkan anak-anak dengan preferensi membaca atau menulis cenderung belajar lebih baik melalui membaca buku atau menulis catatan. Disarankan untuk memberikan buku atau artikel yang relevan dengan materi pelajaran. Orang tua juga bisa mendorong anak untuk membuat ringkasan atau esai singkat setelah mempelajari suatu topik, dan menggunakan papan tulis atau teknologi jurnal untuk memfasilitasi kegiatan menulis. 

Kombinasi Metode Pembelajaran 

Meskipun sebagian besar anak tidak memiliki preferensi yang sangat spesifik dan dapat menggabungkan beberapa gaya belajar, penting untuk memperhatikan tanda-tanda yang muncul selama berbagai aktivitas belajar. Dengan melakukan pendekatan ini, kita dapat menciptakan pengalaman belajar yang lebih personal dan memastikan bahwa setiap anak memiliki akses yang setara untuk meraih potensi maksimal mereka dalam proses pendidikannya. 

STREET SMART Keunggulan Bertahan Dalam Kehidupan Sehari-hari

Street smart adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan seseorang yang memiliki kecerdasan dan keterampilan praktis dalam bernavigasi di kehidupan sehari-hari. Kecerdasan ini tidak diajarkan di kelas atau buku pelajaran, melainkan diperoleh melalui pengalaman hidup, interaksi sosial, dan observasi lingkungan sekitar.

 

Pemahaman Konteks 

Kunci street smart tidak hanya melibatkan pengetahuan umum, tetapi juga pemahaman mendalam terhadap konteks lingkungan sekitar. Individu yang street smart dapat membaca situasi dengan cepat dan mengidentifikasi potensi risiko atau peluang.

 

Sosialisasi Efektif 

Kemampuan berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang-orang disekitar menjadi kunci utama menjadi street smart. Ini melibatkan kemampuan membaca bahasa tubuh, merespon dengan tepat, dan membangun hubungan yang saling menguntungkan.

 

Intuisi dan Kepekaan 

Individu street smart memiliki intuisi yang kuat dan kepekaan terhadap perubahan di sekitarnya. Mereka mampu membaca tanda-tanda kecil dan mengambil langkah-langkah preventif atau adaptif secara efektif.

 

Kemampuan Menyelesaikan Masalah 

Keberanian dalam menghadapi tantangan adalah ciri khas street smart. Kemampuan menemukan solusi kreatif dalam situasi sulit atau bermasalah menjadi kelebihan utama mereka.

 

Keberanian Mengambil Risiko yang Terukur 

Street smart bukanlah tentang menghindari risiko sepenuhnya, tetapi tentang mengambil risiko yang terukur. Mereka mampu mengevaluasi konsekuensi dari setiap langkah yang diambil, dan hanya mengambil risiko yang dianggap layak.

 

Adaptasi Cepat

Individu street smart mampu beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan dan tantangan. Mereka tidak terjebak dalam rutinitas tetap, melainkan memiliki fleksibilitas untuk menghadapi dinamika kehidupan sehari-hari.

 

Keamanan dan Keselamatan

Dengan kemampuan membaca situasi dengan cermat, street smart dapat menjaga keamanan diri sendiri dan orang lain. Mereka tahu kapan harus waspada dan mengambil langkah-langkah pencegahan.

 

Hubungan Sosial yang Kuat

Kemampuan berinteraksi dengan orang-orang dari berbagai latar belakang membantu street smart membangun jaringan sosial yang kuat. Ini dapat bermanfaat dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk karier dan kehidupan pribadi.

PENTINGNYA ANAK BELAJAR SENI

Sahabat Becik, Belajar seni memiliki manfaat yang signifikan bagi perkembangan anak di berbagai aspek kehidupan. Pendidikan seni bukan hanya menciptakan karya seni, tetapi juga tentang memberikan pengalaman holistik yang dapat membentuk kepribadian dan kecerdasan anak.

Berikut beberapa manfaat anak belajar seni :

Ekpresi diri

Seni memberikan wadah bagi anak untuk mengekspresikan diri mereka dengan cara yang kreatif dan bebas. Ini membantu mereka mengidentifikasi dan mengungkapkan perasaan serta gagasan mereka.

 

Pengembangan imajinasi

Seni merangsang imajinasi anak-anak, membantu mereka melihat dunia dari berbagai perspektif, dan mengembangkan kemampuan berpikir kreatif.

 

Peningkatan kemampuan motorik halus

Kegiatan seni seperti melukis, menggambar, atau membuat kerajinan tangan membantu meningkatkan keterampilan motorik halus anak-anak, yang penting untuk perkembangan tulisan tangan dan koordinasi mata-tangan.

 

Pemecahan masalah dan kreativitas

Seni melibatkan proses berpikir kreatif, pemecahan masalah, serta membantu anak-anak mengembangkan kemampuan untuk menemukan solusi baru dan inovatif.

 

Meningkatkan kemampuan berbicara

Aktivitas seni, seperti drama atau menggambar, dapat membantu meningkatkan kemampuan berbicara dan berkomunikasi anak-anak, serta memberikan kepercayaan diri dalam menyampaikan ide mereka.

 

Peningkatan daya ingat dan pemahaman

Seni dapat membantu meningkatkan daya ingat anak-anak melalui pengalaman belajar visual dan kinestetik, sehingga pembelajaran menjadi lebih berkesan.

 

Penghargaan terhadap kebudayaan dan keanekaragaman

Melalui seni, anak-anak dapat mengenal dan menghargai berbagai bentuk seni dari berbagai budaya. Ini membuka pandangan mereka terhadap keanekaragaman dunia.

 

Meningkatkan kemandirian dan kedisiplinan

Terlibat dalam kegiatan seni memerlukan kemandirian dan kedisiplinan. Anak-anak belajar untuk menyelesaikan proyek mereka, mengembangkan ketelitian, dan merencanakan tindakan mereka.

 

Pengalaman estetika

Belajar seni membuka mata anak-anak terhadap nilai-nilai estetika, membantu mereka menghargai keindahan di sekitar mereka dan mengembangkan rasa estetika pribadi.

Homeschooling: Belajar Sambil Jalan-Jalan

Sarah Diorita (31), ibu dari El Pitu (12), salah satu murid Piwulang Becik, pada Jumat siang lalu (23/12) berkunjung ke Piwulang Becik dan berbincang akrab tentang perjalanan homeschooling dirinya maupun anaknya. 

Pengalaman Menjadi Homeschooler 

Sebagai perempuan berdarah campuran Perancis-Indonesia, masa kecil Sarah dihabiskan dengan bepergian. “Ibu saya orang Perancis, ayah saya orang Indonesia. Jadi otomatis walau kami lebih banyak menghabiskan waktu di Indonesia, tapi dalam setahun pasti ada ke Perancisnya. Makanya dari kecil itu sekolah memang terbagi. Sekolah di sini dan sekolah di sana. Nggak pernah full setahun di kelas yang sama,” ujarnya. 

Kondisi seperti itu ia jalani sampai akhir kelas 4 SD. Di kelas 5 – 6 SD, ia melanjutkan sekolah internasional untuk melancarkan bahasa Inggris dan mendapatkan insight dari jenis pendidikan yang lain. Di masa SMP, situasi keluarga membuat ia akhirnya menjalani homeschooling. “Kan saya anak tunggal. Cuma saya dan ibu saya. Jadi kami bikin deal. Saat itu lagi banyak traveling. Ibu saya memutuskan ‘yaudah kamu homeschooling sehingga kamu bisa ikut saya ke mana aja’. Jadi kami jalan-jalan itu dengan homeschooling kurikulum Perancis. Saya ingat sekali 3 tahun itu banyak belajarnya justru dari pengalaman jalan-jalannya.” 

“Setau aku sekarang homeschooling di Perancis udah nggak boleh karena mereka pengen ada satu standar tertentu. Zaman dulu semua tugas dan modul-modul dikirim dalam bentuk hard copy terus aku kerjain, kirim balik, dinilai, dan kirim balik lagi ke aku. Dulu karena kita dapat duluan kurikulum satu semester, jadi ngerjainnya kalau pas bisa, ya bisa ngebut. Kalau pas nggak bisa, kita take time. Enaknya di situ. Jadi ketika ada waktu luang, kita bener-bener bisa ngerjain hal yang kita suka,” kenangnya. 

 

Awal Mula Mendidik Anak dengan Cara Homeschooling 

Dari pengalaman tersebut, istri dari Eross Candra (41), gitaris band Sheila on 7, ini mengaku menikmati proses yang menginspirasinya untuk mendidik Pitu dengan cara homeschooling juga. “Jadi sebenernya ide untuk homeschooling pengennya itu dari awal SD. Suami juga setuju karena saya pernah homeschooling, tahu betapa serunya belajar dengan cara lain. Kebetulan keluarga kami juga lumayan sering jalan-jalan. Jadi kok kayaknya lebih cocok daripada harus bolos sekolah dan tertinggal pelajaran. Jadi yaudah sini kita aja yang ngajarin. Tapi kan harus cari tahu legalitas di Indonesia itu seperti apa. Apakah boleh? Kalau boleh, formatnya seperti apa? Karena seperti di US kan tidak semua negara bagian mengizinkan untuk homeschooling. Jadi ada waktu cukup lama untuk cari tahu sana-sini. Apalagi kita pengennya homeschooling gaya bebas. Artinya, apa yang mau dipelajari itu ada di tangan anak dan orang tua. Tapi beberapa homeschooling harus lewat lembaga di mana anak harus ke sana seminggu 2-3 kali. Lah ini sama aja. Mending dia sekolah kan,” jelasnya. 

Proses pencarian tersebut akhirnya mempertemukan pengusaha katering Lokaloka Lab ini dengan Piwulang Becik dan memutuskan mendaftarkan Pitu sebagai siswa di sini sejak kelas 3 SD karena merasa cocok dengan ‘gaya bebas’ yang diinginkan keluarganya. Namun selama proses pencarian wadah pendidikan homeschooling yang paling sesuai, Sarah menyekolahkan anaknya di sekolah formal.

“Awalnya sih sekolah ya karena anak kami kan anak tunggal. Saya berpikiran kayaknya dia tetap harus sekolah deh. Biar ada temen. Terus setelah kami pikir-pikir, kayaknya kalau temen nggak harus di sekolah deh. Mungkin karena dia makin besar ya, makin mudah diajak ke mana-mana. Dan anak saya tuh beberapa kali pas saya nganter ke sekolah, dia nanya ‘kenapa aku harus belajar tuh di sekolah?’ JENG JEEENG! Ya sementara begini dulu sambil ayah-ibu cari tahu. Kami kenal anak kami ya. Dia kayaknya tipe yang kalau dibebaskan, artinya kami yang mengikuti apa yang dia suka, kok kayaknya lebih banyak masuk, lebih mudah belajarnya. Jadi mungkin dia perlu sistem belajar yang berbeda. Makanya akhirnya kami putuskan dia untuk homeschooling,” terangnya. 

 

Tantangan Menjalani Homeschooling 

Meski terkesan bebas, homeschooling bukan berarti bebas dari tantangan. “Tantangan itu banyak ya. Maksudnya, bukan berarti dengan homeschooling semuanya jadi lebih santai dan nyaman. Nggak juga. Tantangannya justru menurut saya lebih banyak tetapi menyenangkan karena kami semua sekeluarga sama-sama belajar, berproses. Kalau sekolah kita menyerahkan sebagian hari anak itu kepada orang lain, kalau ini bener-bener kami yang kendalikan gitu kan. Nilai-nilai apa yang ingin kita tanamkan ke anak tuh sepenuhnya dari kami dan itu alami karena benar-benar kita jalani sehari-hari.” 

Ia menyebutkan salah satu tantangannya adalah disiplin dalam konteks konsistensi jadwal. “Kita kan keluarga nyeni semua. Ayahnya seni, saya juga nggak ada jam kantor, jadi disiplin itu salah satu yang paling susah. Tapi ya sambil jalan sih. Tentunya nggak sempurna ya. Kita nggak mencari kesempurnaan juga karena pasti semester ini sama semester depan atau bulan ini sama bulan depan, udah beda ritmenya. Kami pintar-pintar menyesuaikan aja. Oke bulan ini kita akan banyak jalan. Gimana nih kita belajarnya? Jadi selalu di-update, bukan dari jam segini sampai jam segini kamu harus ini. Nggak. Tapi dia ada juga aktivitas yang udah ter-schedule kayak les bahasa Jepang. Terus biasanya kalau kami di rumah, pagi sampai siang itu memang momen dia belajar. Bisa apa aja. Biasanya tuh ada folder tertentu di mana dia bisa mengikuti pelajaran online terdaftar atau dia bisa ambil file worksheet di folder yang dia mau, gambar, atau buat Lego gitu. Pokoknya ada proses belajar di situ. Jadi ya lebih ke soal penjadwalan sih menurut saya,” tuturnya. 

“Tantangan lainnya, menemukan minat. Ketika kendala nih misalnya dia mulai sesuatu terus kok kayaknya kurang suka ya kita jadi harus cari lagi. Tapi ya memang itu yang menyenangkan juga. Dan itu yang menarik karena kami sebagai orang tua sepenuhnya berada di situ, di momen-momen tersebut, dan keputusan kita ambil bersama. Jadi saya rasa yang paling menyenangkan itu kami semua belajar. Paling menyenangkan dan paling menantang juga. Tapi kembali lagi ke keputusan awal kenapa sih kita homeschooling. Jadi yaudah nanti pasti ada aja cara yang kita temukan. Solusinya,” sambungnya. 

 

Hal yang Menyenangkan Saat Homeschooling 

Dalam proses wawancara, Eros berceletuk spontan bahwa hal menyenangkan dari homeschooling adalah tidak harus bangun pagi. Hal ini menimbulkan gelak tawa semua orang. Sarah kemudian menjabarkan, “Sebenernya sih kenapa nggak harus bangun pagi itu juga jauh lebih alami untuk kami jalankan karena kan sefleksibel itu. Jadi tidak bersebelahan dengan kehidupan kita sehari-hari. Jadi kita hidup bersama tapi juga masing-masing.”

Selain itu, ia menambahkan bahwa ada kepuasan tersendiri saat melihat hasil setelah melewati berbagai kesulitan bersama. “Kalau lihat progress, seneng banget karena ini hasil kerja keras bersama. Reward-nya di situ. Terus bonding juga. Kemudian kita jadi lebih ada waktu ketika kita harus pelan ya kita memelan, saling cari tahu kira-kira kenapa ya? Kita sebaiknya seperti apa ya? Itu semua dikomunikasikan bersama dan itu yang paling menyenangkan. Terus bebas aja. Maksudnya, topik pembelajarannya jadi lebih seru karena tidak terkait dengan hal yang sudah ditentukan. Bener-bener pertanyaan muncul dari keseharian anak. Jadi dari kami pun kadang jadi harus cari tahu juga,” ujarnya antusias. 

Hal menyenangkan lainnya adalah dengan proses homeschooling, guru bisa datang dari mana saja, termasuk dari nenek. “Di sini kita mengikutsertakan neneknya dan dia akhirnya merasa punya peran kembali. Benar-benar menganggap serius. Seneng karena waktu Pitu ke sana, benar-benar disiapin belajar apa. Jadi sangat terbantu karena mitologi dan sejarah itu bener-bener bukan hal yang aku kuasai tapi ibuku iya. Pokoknya aku serahkan waktunya dengan nenek.”

 

Sosialisasi bagi Anak Homeschooler 

Bagi orang tua yang ingin memulai homeschooling, salah satu pertimbangan adalah bagaimana anak akan bersosialisasi dengan teman sebayanya. Bagi Sarah, ia tak terlalu memusingkan dan khawatir akan hal tersebut. “Kalau segi sosialisasi sih sebenernya bisa dicari ya, bisa diakalin. Memang kalau tidak diatur bisa dengan sangat mudah jadi tertutup. Tapi kan anak pasti ada aktivitas di luar. Nggak mungkin selamanya dia sendiri di rumah. Misalnya ada minat untuk pingpong, kan dia ketemu dengan pelatihnya, kemudian nanti kalau ada rencana dia ikut klub, pasti akan berteman dengan anak-anak di klub itu karena udah seminat kan. Jadi soal berteman, ah itu mah bisa dicari sih. Pinter-pinter orang tuanya aja. Orang manusia banyak banget kok,” jawabnya santai. 

 

Bukti Pembelajaran Anak Homeschooler 

Bagi para pegiat homeschooling, jurnal dan portofolio menjadi bagian dari keseharian, tak terkecuali Sarah dan Pito. Sambil bercerita, Sarah menunjukkan 5 jenis dokumen yang ia bukukan bersama anaknya. Mulai dari jurnal yang ditulis sendiri oleh Pitu, dokumentasi perjalanan saat traveling, portofolio project Lego, rangkuman kegiatan dalam satu semester, juga kumpulan worksheet dan sertifikat yang disimpan rapi dalam satu arsip. 

“Kayaknya ini bawaan dari ibu ya. Dulu kami harus berpindah-pindah, jadi pinter-pinternya ibu saya simpan dokumentasi buat jaga-jaga. Kira-kira kalau masuk sekolah nanti, dimintain apa ya? Kan jadinya kita harus punya semua ya. Dan dari kecil memang diajarkan untuk misalnya saya gambar, pasti disimpan sama ibu. Di-frame lah, dimasukin ke file lah, jadi kalau portofolio memang sealami itu sih kalau buat saya. Saya juga ajarin itu ke anak. Dia kan nggak terlalu akademis, tapi seneng bikin-bikin nih kayak bikin Lego. Dijadiin project aja.” Sembari membuka dokumen portofolio, Sarah mulai menjelaskan dengan penuh semangat. 

“Mungkin di Piwulang kan banyak ditekankan ya betapa pentingnya portofolio. Itu yang nanti akan jadi bukti nyata ketika kita mau masuk kuliah lah, mau ke dunia kerja lah, dan untuk kenang-kenangan juga. Untuk seorang ibu, ada sisi emosionalnya ngeliat anak berkembang. Seneng juga karena anak ikut menyusun portofolio. Jadi dia melihat sendiri buktinya. Mungkin 3 tahun lagi dia akan bilang, ‘Ah, ini mah gampang banget!’ tapi kan dia lihat ada progress. Semuanya diberi nilai dalam arti tidak hanya disimpan di kolong dan dijadikan kertas buat coret-coret atau apa tapi dia menyusun ini tuh ada hasilnya. Maksudnya, gambar ditaroh di file dengan dibiarkan gitu aja kan beda ya. Dan dalam prosesnya, ketika orang tua juga mem-file-kan hasil karyanya kan dia merasa ‘oh ternyata aku bikin ini tuh dihargai ya.’ Itu penting sih menurut saya proses portofolio itu. Bener-bener menambah rasa percaya diri dan semangat pada anak,” tambahnya. 

 

Merancang Kurikulum Homeschooling 

Di balik portofolio yang disusun dengan amat rapih, ternyata ada proses perancangan kurikulum yang sangat personalized, menyesuaikan dengan minat dan kondisi saat itu. “Sehari-hari tetep ada ya guidance dari orang tua karena pasti anak ada hari di mana dia nggak tahu mau belajar apa, jadi kita kasih opsi. Tapi jarang sih karena kan tiap hari orang tua sama anak komunikasi ya. Jadi pasti ada lah topik pembelajarannya. Aku rasa nggak akan pernah mentok atau bingung. Tapi kadang anak juga dibebaskan misalnya ketika bikin Lego. Itu juga harus dianggap sebagai proses belajar. Dia gunting-gunting, dia ngecat, itu kan proses berkembang ya. Homeschooling sekarang di Indonesia sangat enak. Memang ada setara daring. Tapi selebihnya bener-bener disesuaikan dengan keluarga dan apa yang anak senang,” terangnya.

 

Harapan ke Depan untuk Anak 

Sebagai penutup, Sarah membagi harapannya untuk masa depan Pitu. “Ke depannya sih bebas ya. Selama tidak menyakiti orang lain, dianya happy, bahagia, dan selalu ingat itu bisa berguna bagi sekitar dia, itu aja cukup. Kita nggak punya gol yang gimana-gimana yang penting dia nyaman dengan apa yang dia lakukan, itu kita udah bahagia sekali. Pokoknya bebas asal jangan merugikan orang lain,” tutupnya.

Tonton wawancara lengkapnya di:

Memelihara Bahasa, Memilih Sikap Dan Menjaga Kesopanan

Memelihara Bahasa, Memilih Sikap Dan Menjaga Kesopanan

Saat ini kita telah memasuki era digital, di mana semua kegiatan dipermudah dengan adanya internet dan perangkat teknologi yang mendukung. Adanya internet membuat kita dapat mengakses segala informasi terbaru, bahkan terhubung secara langsung dengan orang lain tak terbatas tempat dan waktu.

Banyak masyarakat yang sangat bergantung dengan adanya internet, gawai, laptop atau perangkat canggih lainnya. Hal ini tentu banyak mengubah gaya hidup masyarakat, mulai dari cara berpikir, bertindak dan berkomunikasi. Adanya sosial media misalnya, membuat kita seakan menjadi lebih mudah terhubung dengan orang lain yang sudah dikenal maupun asing. Akan tetapi dengan kemudahan akses yang diberikan, tanpa sadar kita kehilangan batas antara ranah privat dan publik.

Minimnya keterampilan komunikasi dalam ranah sosial bisa menjerumuskan seseorang pada kesalahpahaman. Kecepatan informasi dan tersebarnya informasi yang tersaji dalam layar gawai, seringkali membuat seseorang kehilangan cara mereka dalam menyaring informasi. Misalnya seperti banyak orang di luar sana yang tak bisa menempatkan bahasa pada konteksnya sehingga bahasa yang disampaikan justru mengarah pada kesalahpahaman dan berujung pada pertikaian baik secara daring maupun luring.

Komunikasi yang buruk tak hanya ditemui pada orang dewasa, hal ini juga sering ditemukan pada kalangan remaja hingga anak-anak. Banyak dari mereka yang belum tahu bagaimana cara berkomunikasi yang baik dengan lawan bicaranya. Contoh sederhana, bagi masyarakat Jawa tentu mengetahui jika Bahasa Jawa terbagi menjadi empat tingkatan, yakni Ngoko Lugu, Ngoko Alus, Krama Lugu, dan Krama Inggil. Tingkatan tersebut ditujukan kepada siapa yang diajak bicara, misalnya seperti anak kepada orangtua diharapkan menggunakan Krama Inggil, sebagai rasa hormat dan kesopanan. Sayangnya, sekarang ini tak banyak anak asli Jawa yang menggunakan Krama Inggil untuk berbicara dengan orang tuanya. Justru banyak dari mereka yang menggunakan bahasa Ngoko, yang mana bahasa tersebut digunakan untuk teman sebaya.

Dapat dikatakan, bahasa yang digunakan adalah cerminan kesopanan. Oleh sebab itu pemilihan kata saat menyampaikan informasi, gagasan, ataupun kritik sangatlah diperlukan. Bahasa adalah langkah awal pada seseorang bisa berperilaku baik dengan diri maupun pada orang lain. Apabila bahasa yang seorang dengar adalah bahasa kasar, jika salah dalam memaknai maka bahasa tersebut dianggap sebagai sesuatu yang wajar dan kemungkinan diterapkan juga pada orang lain. Hal tersebut juga bisa dilihat ketika seorang anak tumbuh dengan orang tua yang saling mencaci maki satu sama lain setiap harinya serta orang tua yang sering memberi label sebagai anak nakal atau bodoh. Anak bisa menginternalisasi apa yang didengar setiap harinya dan tanpa disadari bisa berpengaruh pada pembentukan karakter di kehidupan selanjutnya.

Belajar berbahasa yang baik sama artinya dengan kita berusaha mendidik pikiran dan jiwa untuk lebih sehat lagi. Selain itu, bahasa juga sangat erat dengan nilai sosial, religi, dan budaya. Menjadi penting untuk membangun budaya berbahasa yang baik di lingkungan keluarga dengan mulai menyadari setiap kata yang terucap.

 

Sering Mengalami Stres Dan Cemas Saat Belajar, Ikuti Tips Berikut Ini

Sering Mengalami Stres Dan Cemas Saat Belajar, Ikuti Tips Berikut Ini

Saat mengerjakan tugas-tugas dari tutor terkadang membuat siapapun merasa pusing, termasuk anak-anak baik itu usia remaja atau usia menjelang dewasa. Apalagi jika sudah berdekatan dengan ujian, rasanya ada banyak tekanan yang dirasakan. Rasa tertekan yang dialami kemudian berubah menjadi stres yang berlebihan. Hal inilah yang kemudian menimbulkan rasa cemas yang berlebihan hingga depresi.

Kenapa mereka bisa mengalami stres?

Stres dan cemas bukan hanya memberikan beban psikologis saja, namun juga berdampak pada kondisi fisik seseorang misalnya sering sakit kepala, mudah marah, pola tidur terganggu, tubuh terasa lemas meskipun tidak melakukan aktivitas berat, serta perubahan tekanan darah. Banyak anak yang masih berusia remaja yang bersaing merebutkan peredikat nomor 1 diantara teman-temannya, sehingga hal inilah yang membuat mereka harus belajar lebih keras hingga larut malam.

Apalagi dalam kondisi pandemi seperti ini banyak anak remaja yang mengalami kesulitan untuk belajar secara online. Tingkat stres yang dialami anak semakin meningkat, bukan hanya disebabkan oleh tugas-tugas belajar atau sistem pembelajaran jarak jauh, namun juga kegiatan belajar yang dilalui sendirian.

Selain itu penyebab umum remaja mengalami stres saat belajar adalah rasa jenuh, karena mereka harus menatap layar monitor selama berjam-jam. Tingkat stres semakin tinggi jika fasilitas semakin terbatas seperti jaringan internet yang lama atau alat elektronik yang digunakan kurang mumpuni. Interaksi yang minim membuat anak menjadi sulit memahami materi. Misalnya saat kegiatan belajar secara tatap muka, anak dapat bertanya secara langsung kepada pengajar, akan tetapi selama belajar online anak hanya bertanya secara virtual. Sehingga ada kemungkinan muncul kesalahpahaman atau justru ketidakpahaman tentang ilmu tertentu.

Lalu bagaimana cara mengatasi stres dalam belajar?

1.      Beristirahat jika sudah merasa lelah

Saat kita merasa lelah untuk menatap layar komputer atau smartphone, maka jangan dipaksakan. Istirahatlah sejenak setidaknya lima belas menit. Kita bisa berkeliling rumah atau sekadar melihat halaman depan yang hijau.

2.      Belajar meditasi

Saat mengalami stres mungkin ini saatnya kita belajar meditasi, kita bisa bisa melakukan meditasi sederhana dengan melakukan teknik pernapasan. Meditasi ini akan membantu pikiran dan perasaan seseorang kembali stabil.

3.      Luangkan waktu untuk berolahraga

Dibanding bermalas-masalan, lebih baik kita menyempatkan waktu untuk berolahraga sejenak. Olahraga dapat meningkatkan hormon dopamin sehingga suasana hati terasa membaik.

4.      Atur jadwal dengan jelas

Saat kita ingin menambah kegiatan yang lain seperti olahraga itu artinya kita perlu mengatur kembali jadwal harian yang dimiliki. Buatlah jadwal sesuai dengan kapan waktunya belajar, berolahraga, bermain, dan beristirahat.

5.      Tidur cukup

Pola tidur umumnya akan terganggu saat seseorang mengalami stres. Untuk itu, cobalah atur lagi jadwal tidur setiap hari setidaknya 7-8 jam. Jauhkan hal-hal yang bersifat distraksi dari tempat tidur.

6.      Diskusikan masalah ini dengan orang dewasa

Saat remaja stres umumnya mereka bingung bagaimana cara mengungkapkannya. Atau justru masih belum sadar jika mereka mengalami stres. Pada kondisi ini peran orang dewasa terutama orangtua di sekitar anak sangatlah penting. Pada saat anak merasa stres maka tugas orangtua adalah mendampinginya. Orangtua bisa menjadi teman dekat yang baik dengan mendengarkan setiap keluh kesahnya, atau jika perlu kita bisa meminta bantuan profesional untuk mengatasi stres tersebut.

Banyak remaja yang mengalami tekanan terkait pendidikannya. Untuk itu peran orangtua dan lingkungan terdekat anak sangat penting, untuk menemani dan memberikan dukungan. Katakan pada mereka jika mereka tak sendiri, keluarga selalu menemaninya dalam kondisi apapun.

Perlukah Menanamkan Jiwa Kompetitif Pada Anak?

Perlukah Menanamkan Jiwa Kompetitif Pada Anak?

Siapa yang tak bangga ketika melihat anak meraih juara dalam sebuah kompetisi? Mengikutsertakan anak dalam sebuah kompetisi atau perlombaan tentu memberikan banyak dampak, seperti menumbuhkan rasa bangga dan percaya diri, menjadi dorongan untuk belajar lebih, dan menumbuhkan jiwa kompetitif. Tentu tak ada salahnya mengajak anak untuk mengikuti berbagai lomba selagi belum dewasa. Akan tetapi orangtua harus berhati-hati, karena biasanya ambisi pribadi orangtua sering kali terlibat dalam hal ini.

Sayangnya di luar sana banyak orangtua yang ingin anaknya memenangkan perlombaan sehingga menuntut anak menjadi pemenang. Hal ini tentu akan berdampak buruk bagi pertumbuhan anak, mereka akan mendapatkan tekanan mental yang cukup besar. Apalagi jika anak tak berhasil memenangkan perlombaan, mereka akan menyalahkan diri sendiri dan menunjukkan rasa kekecewaannya baik itu langsung maupun tidak. Jika hal ini terus terjadi, anak akan menjadi rendah diri, dan terlalu berambisi. Terlalu ambisius membuat anak melakukan berbagai cara untuk menjadi pemenangnya, tanpa peduli apakah cara yang mereka lakukan itu jujur ataupun curang.

Pada kondisi itu tentu sikap kompetitif sudah tidak sehat. Jiwa kompetitif yang seharusnya mendukung anak untuk berkembang secara mental dan kemampuan, justru membuat mereka tertekan. Untuk itu, sebagai orangtua anda perlu memahami  bagaimana anak memiliki sifat kompetitif yang sehat.

Perlu dipahami jika berkompetisi tak berarti bersaing dengan orang lain, namun anak bersaing dengan dirinya sendiri. Anak harus mengusahakan untuk menjadi versi terbaik dari dirinya. Sayangnya banyak orangtua yang tidak memahami perkara ini, sehingga mereka justru meminta anak untuk menjadi terbaik diantara teman-temannya. Untuk itu, ada kiat-kiat yang dapat diterapkan oleh orangtua untuk menumbuhkan jiwa kompetisi yang sehat pada anak.

1.      Tanamkan konsep positif tentang kompetisi

Katakan pada anak jika pencapaian bukan hanya tentang memenangkan sesuatu, akan tetapi memiliki tujuan yang jelas dan usaha meraihnya. Jika seandainya mereka mengalami kegagalan, itu bukan masalah besar, mereka justru memiliki kesempatan untuk belajar dari pengalaman tersebut.

2.      Jadilah role model yang baik untuk anak

Anak adalah peniru yang baik. Untuk mencontohkan bagaimana persaingan yang sehat kepada anak anda bisa mengajak anak bermain bersama. berikan sikap yang baik saat anda mengalami kekalahan dan bagaimana anda memenangkan permainan.

3.      Bangun rasa empati

Kompetisi akan menjadi sehat jika orangtua mengajarkan kepada anak untuk menomorsatukan pertemanan yang baik. Ajak anak untuk tidak memikirkan dirinya sendri saja, serta membangun hubungan interpersonal yang baik. Katakan padanya jika menang dan kalah adalah hal yang biasa.

4.      Tekankan pada motivasi intrinsik

Dalam suatu kompetisi, seseorang bukan hanya di dorong oleh faktor-faktor luar seperti, kemenangan, piala, piagam, atau uang. Namun, ada faktor dari dalam diri yang turut mendorong seperti kegembiraan dan pengembangan diri. Tekankan dorongan pada anak yang bersifat intrinsik, misalnya menjadi pribadi yang lebih kuat secara mental, menumbuhkan rasa percaya diri, dan lain-lain.

5.      Keseimbangan itu penting

Ingat kemenangan bukan segalanya, saat anak merasa sedih karena tak meraih hasil yang memuaskan, maka orangtua harus memberikan apresiasi dan dorongan positif. Katakan pada anak jika ia telah mengusahakan yang terbaik. Mungkin saja, hari ini bukan hari keberuntungannya.

Ingat kompetisi yang sehat bukan berfokus pada kemenangan, namun proses yang dijalani oleh anak. Mulailah tanamkan mindset pada diri sendiri dan anak jika setiap perjuangan tentu selalu ada usaha dan progres untuk lebih berkembang.

Menumbuhkan Kebiasaan Belajar Mandiri Di Rumah Dengan Bimbingan Dari Pengajar dan Orang Sekitar

Menumbuhkan Kebiasaan Belajar Mandiri Di Rumah Dengan Bimbingan Dari Pengajar dan Orang Sekitar

Belajar adalah sebuah proses panjang yang bukan hanya terjadi dalam bersekolah saja, namun proses belajar berlangsung seumur hidup. Itu artinya proses belajar tetap berjalan meskipun sudah di rumah dan tidak bertemu dengan para pengajar. Sejatinya belajar bukan hanya tentang menghafal atau memahami materi saja, tapi belajar juga berkaitan dengan menjalin hubungan yang baik antara anak dengan pengajarnya, begitupun sebaliknya. Adanya hubungan erat antara pengajar dan anak akan menimbulkan dampak positif, seperti muncul dorongan untuk lebih bersemangat untuk memahami hal baru.

Namun dalam situasi pandemi seperti ini, pertemuan antara pengajar dan anak menjadi terbatas. Proses belajar di rumah menjadi tantangan tersendiri. Minimnya interaksi secara langsung tentu hal ini membuat anak harus belajar dengan cara baru, yakni belajar mandiri. Setelah jam belajar bersama pengajar selesai, maka anak memiliki tanggung jawab untuk bereksplorasi dari materi yang sudah diberikan.

Dengan belajar secara mandiri, membantu anak dalam memecahkan persoalan yang terkait proses belajarnya secara mandiri dan hal ini tentu saja bagus untuk bekal kehidupannya kedepan. Namun belajar secara mandiri tetaplah bukan hal yang mudah bagi anak, apalagi jika sebelumnya belum pernah dilakukan. Untuk itu, simak penjelasan berikut ini untuk membantu dalam mendapingi anak dalam proses belajar mandiri:

1.      Buatlah jadwal belajar dengan baik

Belajar mandiri memang tidak mudah, perlu komitmen yang besar pada diri anak. Agar mempermudah proses belajar langkah awal yang harus dilakukan adalah membuat ‘to-do-list’ dengan menuliskan semua kegiatan yang harus dikerjakan dalam satu hari. Dari kegiatan-kegiatan tersebut selanjutnya urutkan kegiatan mana yang harus dilakukan terlebih dahulu, proses ini harus berdasarkan skala prioritas. Anak juga bisa menyertakan jam belajar bersama pengajar dan belajar secara mandiri.

2.      Buat porsi belajar yang pas

Saat anak tengah bersemangat, seringkali mereka jadi lupa waktu dan justru terus belajar tanpa ingat waktu. Walau seakan terlihat baik tapi sebenarnya hal ini akan menjadi kurang efektif bagi proses belajarnya. Saat belajar mandiri anak harus pandai mengatur waktu belajar dan istirahat. Anda bisa membantunya membuat perkiraan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk belajar begitupun juga dengan istirahat.

3.      Jangan ragu untuk melibatkan orang lain sebagai bentuk dari inisiatif

Belajar mandiri bukan berarti anak harus menyelesaikannya semuanya sendiri. Tentu ada beberapa kemampuan yang tak dimiliki anak dan sulit untuk menyelesaikannya sendiri. Pada saat ini maka biarkan anak berinisiatif untuk melibatkan orang lain selama proses belajarnya. Munculnya inisiatif merupakan bagian dari kemandirian, dalam konteks belajar di rumah, anak bisa berinisiatif dengan melibatkan orang lain seperti orangtua ataupun kakak. Misalnya orangtua dapat membantu anak untuk mengevaluasi pemahaman mereka terhadap suatu materi.

4.      Fokus!

Jika ketiga poin di atas sudah dilakukan maka yang terakhir adalah FOKUS. Selama proses belajar jauhkan diri dari berbagai benda yang mendistraksi. Jika perlu buat peratuan, benda-benda seperti remote TV, handphone, game, dan lainnya bisa disentuh setelah proses belajar selesai. Jika proses belajar anak menggunakan gawai, maka anda bisa membuat peraturan aplikasi mana saja yang boleh dibuka selama belajar.

Belajar secara mandiri memang tidak mudah, oleh sebab itu orang tua atau pendamping juga perlu terlibat dalam proses belajar anak. Orang tua tak hanya sebagai pengawar semata, namun juga memainkan peran sebagai sumber dukungan positif bagi anak agar makin termotivasi pada proses belajar mandiri yang sedang dijalaninya.

Bukan Hanya Pengajar, Orangtua juga Bertanggung Jawab Atas Pendidikan Anak

Bukan Hanya Pengajar, Orangtua juga Bertanggung Jawab Atas Pendidikan Anak

Sebagai orangtua tentu anda bertanggung jawab penuh atas kebutuhan mereka mulai dari, sandang, pangan, hingga pendidikan. Banyak orangtua yang menggantungkan masa depan anak mereka pada pendidikan yang ditempuh. Tak heran mereka bersusah payah mencari nafkah untuk membiayai kebutuhan dasar belajar, seperti biaya operasional pada lembaga pendidikan, kebutuhan buku dan alat tulis, bahkan pakaian/seragam.

Biaya pendidikan anak tentu tidak murah, ada uang dan usaha yang harus dibayarkan oleh orangtua. Meskipun demikian, banyak orangtua yang fokus bekerja dan tak mengamati proses belajar yang dilakukan anak. Padahal peran orangtua bukan hanya membiayai pendidikan anak saja. Orangtua juga harus terlihat sebagai support system anak untuk menciptakan pendidikan yang berkualitas.

Melakukan pendampingan belajar pada anak tentu berbeda dan harus disesuaikan dengan kemampuan anak. Penyesuaian ini akan memberikan dampak yang cukup besar pada proses belajar anak baik itu akademik maupun non-akademik. Agar lebih jelas simak berikut ini adalah tanggung jawab orangtua dalam mendampingi anak belajar, antara lain:

1.      Memberi semangat pada anak

Pendampingan orangtua dalam proses belajar anak sangatlah penting dan berpengaruh positif pada tumbuh kembangnya. Pada proses pendampingan orangtua dapat menyampaikan nilai-nilai pendidikan agar anak lebih bersemangat dalam belajar. Memberi semangat juga bisa dalam bentuk mengapresiasi pada setiap inisiatif yang dilakukan, serta progres belajarnya. Sikap-sikap positif orangtua akan membuat anak menjadi lebih optimis dan bersemangat. Jika orangtua bersemangat maka anak juga demikian.

2.      Membantu menyelesaikan kesulitan yang dialami anak saat belajar

Setiap proses belajar tentu ada kalanya anak mengalami kesulitan, entah mengerjakan tugas dari pengajar atau mempraktekan sesuatu. Pada saat itu, sebaiknya anda mendekati anak dan menawarkan bantuan padanya. Ingat, jangan memarahi anak atas ketidakpahamannya terhadap sesuatu. Di usianya sangat wajar jika mereka keliru atau bahkan tidak paham sama sekali. Dibanding memarahi atau mengomel, ada baiknya anda dan anak mengerjakan tugas itu bersama.

3.      Mengawasi perkembangan belajar anak

Umumnya orangtua hanya tahu perkembangan anak dari nilai raport saja, padahal ini bukan bentuk pengawasan yang baik. Orangtua harus mengawasi dan mengamati proses belajar anak, seperti mengetahui bagaimana cara mereka belajar, pelajaran apa yang meraka sukai dan tidak sukai, hingga bagaimana pemahaman anak terhadap ilmu baru. Pengawasan ini juga sebuah tindakan untuk memastikan hal yang dipelajari anak adalah hal positif.

4.      Menjaga komitmen anak dalam belajar

Terkadang komitmen atau niat belajar anak sering mengalami pasang surut, hal inilah yang terkadang menjadi penghambat anak dalam memahami sesuatu. Ada banyak hal yang menyebabkan anak kurang berkomitmen atas cara belajar yang mereka pilih seperti rasa bosan, lingkungan yang kurang mendukung, dan lain sebagainya. Pada kondisi ini, orangtua sebagai pendamping anak untuk menciptakan tempat belajar yang nyaman, menyingkirkan rasa bosan. Serta mengingatkan anak tentang apa yang ingin ia capai dari proses belajarnya.

5.      Menjadikan anak menjadi seseorang yang dimimpikannya

Anak pasti memiliki mimpi atau cita-cita, melalui pendampingan serta hubungan emosional yang baik antara anak dan orangtua, maka hal ini akan membantu kebanyakan anak dalam mencapai apa yang mereka mimpikan, entah itu dalam bentuk profesi atau pencapaian lainnya.

Meskipun anda tidak ahli dalam pelajaran atau semua bidang yang diajarkan oleh tenaga pengajar. Bukan berarti anda tidak bisa mendampingi pendidikan anak. Mendampingi anak juga bisa ditunjukan dari sikap memberikan semangat, memberikan keleluasaan untuk berekplorasi, dan mengawasi. Jadilah orangtua yang memberikan ruang aman untuk anak bertumbuh baik dengan turut mengamati setiap proses belajar yang dilaluinya.

Mengajarkan Olahraga Pada Anak Untuk Menunjang Kecerdasan Dan Kesehatan Mental

Mengajarkan Olahraga Pada Anak Untuk Menunjang Kecerdasan Dan Kesehatan Mental

Olahraga tentu menjadi salah satu pelajaran yang menyenangkan bagi anak-anak. Meskipun demikian terkadang banyak orangtua yang abai dengan olahraga, mereka cenderung mengutamakan pelajaran akademis yang menunjang kemampuan otak anak. Tentu hal ini tidak baik bagi tumbuh kembang mereka. Di masa sekarang sering kali kita melihat banyak orangtua yang mendikte anak untuk menyelesaikan PR mereka, berusaha mendapatkan nilai baik pada pelajaran matematika, dan lain sebagainya. Padahal selain hal-hal akademis anak juga perlu ruang agar mereka bisa berolahraga atau beraktivitas fisik, entah sekadar bermain sepak bola bersama teman-temannya di lapangan.

Mengajarkan Olahraga Pada Anak Untuk Menunjang Kecerdasan Dan Kesehatan Mental

Olahraga dan aktivitas fisik bukan hanya melatih otot-otot tubuh saja, kegiatan ini juga menunjang kecerdasan anak serta menyehatkan kesehatan baik secara fisik maupun mental. Bahkan semakin dini mengenalkan olahraga pada anak, maka anak akan semakin terbiasa  untuk berolahraga di usia dewasa.

Agar anda semakin yakin mengenalkan olahraga pada anak maka berikut ini adalah manfaat yang diperoleh, antara lain:

  1. Meningkatkan kebugaran
  2. Memicu pertumbuhan tulang dan otot
  3. Meningkatkan koodinasi gerak dan keseimbangan tubuh
  4. Membantu dalam proses pembentukan postur ideal tubuh bagi anak
  5. Menurunkan risiko obesitas atau kelebihan besar badan sejak anak-anak
  6. Meningkatkan kemampuan sosial dan kedisplinan

Olahraga akan berpengaruh besar bagi perkembangan anak baik secara fisik, mental, maupun sosial. Dalam sebuah penelitian, kegiatan fisik yang dilakukan anak ternyata dapat meningkatkan kecerdasan pada anak, selain itu hal ini juga meningkatkan fungsi kognitif seperti melatih daya ingat, fokus, dan kemampuan anak dalam memecahkan masalah. Namun mengajarkan olahraga atau aktifitas fisik pada anak tidak boleh sembarangan. Hal ini harus disesuaikan dengan usia dan kebutuhan anak itu sendiri, misalnya: Anak usia 4-5 tahun Pada usia ini, ajarkan anak berolahraga ringan, sederhana, dan singkat. Selain itu, olahraga atau aktivitas fisik yang diajarkan fokus pada perkembangan motorik. Hal ini tentu berbeda dengan anak-anak yang berusia 6 hingga 12 tahun, pada usia ini anak mulai menunjukkan minatnya pada bidang olahraga tertentu. Sebagai bentuk dukungan kepada mereka cobalah ajak anak untuk mengikuti club tertentu yang sesuai dengan minat anak. Selain itu, ajak anak berlatih secara rutin.

Aktivitas fisik yang diajarkan pada anak tidak harus olahraga. Ada beragam aktivitas fisik lainnya yang bisa anda berikan pada anak, antara lain.

1.      Outbound

Kegiatan outbound merupakan kegiatan fisik yang dilakukan di luar ruangan bisa di halaman yang luas, atau tempat-tempat wisata yang menyediakan outbound untuk anak. Kegiatan outbound bertujuan agar anak dapat mengatasi situasi dan kondisi di alam bebas yang penuh dengan tantangan. Kegiatan di luar ruangan sangat beragam dan tentunya menyenangkan bagi anak-anak, misalnya berjalan diatas titian, memanjat dinding tali, flying fox, berkebun dan lain sebagainya. Namun, yang menjadi catatan pastikan kegiatan outbound yang dilakukan anak sesuai dengan usianya.

2.      Menari, bernyanyi dan melompat

Mungkin beberapa orang mengira bernyanyi, menari, dan melompat adalah sebatas permainan untuk anak. Akan tetapi, ternyata ketiga hal tersebut termasuk dalam aktivitas fisik. Meskipun terlihat sederhana namun ternyata hal ini bisa melatih kemampuan otak dalam mengingat. Misalnya anak akan mengingat gerakan berikutnya saat menari. Selain itu, siapa tahu dari hal sederhana ini bakat anak dalam bidang seni akan tumbuh.

3.      Bela diri

Bela diri merupakan aktivitas fisik dan cabang olahraga yang jarang diminati banyak orangtua. Ada banyak cabang olahraga bela diri yang bisa diikuti oleh anak mulai dari taekwondo, silat, hingga tinju. Olahraga bela diri akan membantu anak menyalurkan emosinya ke hal positif.

Olahraga dan aktivitas fisik adalah hal yang sangat membantu, namun semua harus diawasi oleh orang dewasa. Karena jangan sampai olahraga atau aktivitas fisik tersebut membuat anak kelelahan dan kurang istirahat.

Kegiatan belajar tentu akan lebih seimbang jika dibarengi dengan olahraga dan kegiatan fisik, untuk itu ada baiknya saat memiliki lembaga pendidikan perhatikanlah prestasi mereka dalam bidang non-akamedik. Prestasi bukan hanya memenangkan olimpiade, prestasi bisa juga dilihat dari cara pengajar menyampaikan, serta kurikulum yang disesuaikan dengan minat dan kebutuhan anak. Selain itu kegiatan olahraga dan aktivitas fisik yang diberikan tentu diawasi dengan baik oleh pihak pengajar yang profesional, agar meminimalisir terjadinya cidera. Semoga dengan informasi ini semakin banyak orangtua yang sadar untuk mengajarkan anak berolahraga sejak dini.

 

 

Demikian artikel ini kami buat semoga memberikan gambaran bagi anda tentang serba serbi dunia pendidikan. Apabila ada pertanyaan tentang pendidikan alternatif Anda bisa hubungi kami di https://piwulangbecik.sch.id untuk informasi lebih lanjut.