Music as a Language

Seperti Bayi Belajar Berkata

Victor Wooten menggambarkan proses belajar musik dengan cara yang sama seperti kita mempelajari bahasa pertama kita, menyerukan pendekatan yang lebih alami dan tidak terlalu akademis.

Ketika saya masih kecil, saya tidak merasa saya sedang diajari musik. Itulah mengapa saya mengatakan bahwa musik itu adalah bahasa. Sama seperti mendapatkan bahasa pertama kita. Pernahkah kita berpikir, bagaimana kita mempelajarinya? Dan kita dapati bahwa sebenarnya kita tidak pernah diajarkan tentang itu. Mereka hanya berbicara dan mereka memberikan kesempatan kepada kita untuk berbicara kembali.

Tapi dalam beberapa kesempatan lain, seorang pemula tidak diperbolehkan untuk bermain dengan musisi yang lebih baik. Tetap di kelas pemula untuk beberapa tahun, kemudian naik ke tingkat menengah dan atas. Setelah lulus pun, masih banyak hal yang perlu dilakukan lagi.

Tapi, kalau kita perlakukan musik ini sebagai bahasa, bahkan anak bayi bisa “jamming” dengan musisi profesional.

Dia menegaskan bahwa, saat kita bayi, sebenarnya kita tidak diajari apa bahasa pertama kita. Atau dikoreksi ketika kita membuat kesalahan. Kita bahkan tidak tahu kalau kita adalah pemula dan harus bermain dengan orang-orang yang jauh lebih baik daripada kita.

Musikalitas Terlebih Dahulu

Wooten menceritakan pengalaman pendidikan musik yang dialaminya sendiri, terutama saat masih kecil, sebagai contoh bagaimana pendekatan seperti ini dapat memberikan hasil yang luar biasa.

Bagaimana lingkungan dia (terutama kakak pertamanya) secara cerdas tidak mengajarinya, tetapi bermain musik bersama. Dia tidak memulai dengan meletakkan bass di tangannya. Yang pertama dia lakukan adakah memainkan musik di sekitarku. Dan meletakkan wind-up guitar di kursi dan tidak ada yang mengatakan bahwa itu untuknya. Seperti halnya tidak ada orang yang mengatakan kapan saatnya kita berbicara.

Namun dalam beberapa kasus, guru musik mengajarkan bagaimana memainkan alat musik, sebelum anak tersebut mengalami nuansa musik.

Padahal kita tidak pernah mengajari anak bagaimana cara mengeja sebuah kata, misalkan mengeja “susu”, sebelum anak tersebut telah meminumnya selama beberapa tahun.

Seperti halnya kita tidak mempermasalahkan bagaimana mekanisme bibir kita bergerak, tetapi “apa yang telah kita katakan”.

Saya dibesarkan dalam lingkungan bagaimana bermusik, bukan bagaimana memainkan alat musik.

Pelajaran Dari Bermusik

Ada banyak hal yang bisa dipelajari dari bermusik. Karena untuk menjadi musisi, musti banyak mendengar. Ketika jamming, kita mendengarkan satu sama lainnya. Mendengar adalah kunci bermusik.

Musik adalah gaya hidup yang sehat.

 

catatan:
Victor Wooten adalah inovator, komposer, arranger, produser, vokalis, dan multiinstrumentalis. Dia disebut sebagai pemain bass terbaik di dunia. Dia adalah seorang naturalis dan guru yang terampil, penulis, pesulap, suami dan ayah dari empat anak, dan pemenang penghargaan Grammy lima kali.

Kemenkeu Mengajar: Pendidikan Dalam Pangkuan Ibu dan Bapak

sehari mengajar
seumur hidup memberi arti

Nadiem Makarim

1:17:15
Faktor terpenting adalah keterlibatan orang tua … berikanlah waktu untuk anak-anak anda.

Sri Mulyani Indrawati

42:18
Janganlah sampai keinginan kita untuk sempurna, mencegah kita untuk berbuat sesuatu.
1:19:30
Saya akan buat peraturan, sekarang rapat-rapat di kementerian saya, tidak boleh saat jam anak sekolah … kita start at 2 pm sampai jam 8 malam. (supaya orang tua tahu pembelajaran anak-anaknya, membantu anaknya dan tidak rebutan gadget atau device saat PJJ).

Dian Sastrowardoyo

1:15:27
Kalau kita tidak melakukan apa-apa, kita malah menjadi bagian dari masalah. Kalau kita ingin menjadi bagian dari solusi, kita harus melakukan sesuatu.
1:30:19
Daerah 3T (terluar tertinggal terjauh) diberikan subsidi pendidikan yang sangat besar, gurunya mendapatkan gaji yang paling besar, pengajar yang terbaik secara nasional, sehingga kalau ingin berkarir dengan bagus maka justru ditempatkan di daerah 3T tadi. Sehingga daerah 3T tadi mau tidak mau menjadi maju.

Najelaa Shihab

1:02:04
Pendidikan itu esensinya jaringan kolaborasi. Kemdikbud Kemenkeu berkolaborasi, bersama-sama melakukan inovasi. Juga orangtua dan guru.
1:15:40
Semua murid semua guru, semua ambil peran.
1:16:15
Perubahan pendidikan itu, bukan hanya butuh perubahan kebijakan, bukan hanya butuh pemerintah, tetapi butuh sebanyak mungkin praktek baik, orang yang percaya bahwa pendidikan itu tanggung jawab kita semua dan saya bisa ambil peran.
1:32:30
Mistrust, rasa saling tak percaya antar pemangku kepentingan yang selama ini amat sangat dominan di pendidikan kita, bisa segera hilang atau paling tidak berkurang, justru karena pengalaman di pandemi ini. Jangan merasa jadi korban. Relasi berdasarkan empati.

Ki Hajar Dewantara

1:39:56
Pokoknya pendidikan harus terletak di dalam pangkuan ibu dan bapak, karena hanya dua orang inilah yang dapat berhamba kepada sang anak semurni-murninya dan seikhlas-ikhlasnya. Sebab cinta kasih kepada anak-anak boleh dibilang adalah cinta kasih tak terbatas.

Info tentang Kemenkeu Mengajar bisa didapatkan di sini.

Info Pendaftaran Sekolah KM5 ada di sini.

 

Setara Daring Menyambut Asesmen Kompetensi Minimum

Prospek Setara Daring

Bapak Ir Harris Iskandar Ph.D, Widyaprada Ahli Utama, Ketua Sub Bidang Edukasi Perubahan Perilaku Satgas Covid-19, Kemendikbud, dalam penutupan “Diseminasi Pembelajaran Setara Daring Pendidikan Kesetaraan” yang diselenggarakan oleh Direktorat PMPK, Dirjen PAUD Dikdas & Dikmen, Kemdikbud, dari tanggal 22-24 Oktober 2020 bertempat di Harris Hotel Sentraland, Semarang, menggarisbawahi bahwa era digitalisasi tidak bisa dielakkan.

Sebagai salah satu pejabat utama yang menggagas Setara Daring tahun 2016 dan menggalakan penerapan aplikasi ini sejak 2018, memperlihatkan data dimana pada April 2018 penggunanya baru 10 SPNF, kemudian meroket dengan cepat per data tanggal 21 Oktober 2020 telah digunakan oleh 1.554 SPNF, dengan 12.770 Tutor, 41.555 Peserta Didik.

Pembelajaran online ini justru lebih tertib secara materi. Bisa disetting bahwa peserta didik harus mengikuti secara bertahap, tidak bisa melompat. Di dunia perkuliahan, bisa jadi tidak pernah masuk, dan hanya mengikuti ujiannya saja. Tapi di sistem online yang ketat, jika seminggu tidak pernah login, bisa dihapus dan harus mengulang dari awal lagi.

Jadi, walaupun memberikan fleksibilitas ruang dan waktu, tetapi akuntabilitasnya bisa lebih tinggi dari offline. Setara Daring dengan fitur di Learning Management Systemnya yang semakin lengkap, memberikan prospek cerah dalam pendidikan di Indonesia.

Momentum Bagi Perluasan Homeschooling

Era pandemi sekarang ini menjadikan anak-anak mendadak homeschooling. Sebagian masih tergagap-gagap, sebagian lain menikmati, dan bisa jadi setelah pandemi, mereka akan terus menginginkan model pembelajaran seperti ini. Para atlet dan artis terbantu sekali dengan HS di SPNF, karena mereka bisa fokus kepada keahliannya, tetapi tidak tertinggal pendidikan akademisnya.

Pandemi ini mengembalikan pendidikan kembali kepada keluarga. Merekalah yang menentukan pendidikan anaknya. Yang secara sadar, teratur dan terarah mengutamakan kemandirian dalam belajar.

Setara Daring yang dirancang sejak 2016 ini menjadi solusi bagi para homeschooler yang terdaftar di SPNF.

Gotong Royong di Setara Daring

Beberapa hal telah diusulkan, salah satunya adalah menggagas gotong royong semua pelaku dunia pendidikan yang aktif menggunakan Setara Daring: Seamolec dan Forum Komunikasi PKBM, untuk memberikan wadah dengan fasilitas IT yang bagus bagi warga SPNF untuk membuat modul, soal dan jawab yang berasal dari kearifan lokal masing-masing daerah.

Jadi, modul, soal dan jawab, tidak berasal dari pusat saja, tetapi juga daerah. Ini meningkatkan rasa gotong royong dan memiliki Setara Daring.

Sehingga kekuatan konten di Setara Daring, akan semakin menguat.

Setara Daring Menyambut AKM

Dengan platform yang semakin lengkap dan baik ini, ditunjang oleh beragamnya konten dari berbagai daerah di Indonesia, Setara Daring tentu akan sangat siap untuk menerapkan Asesmen Kompetensi Minimum, Survei Karakter dan Survei Lingkungan Belajar.

Karena karakter gotong royong ini sudah terbiasa di lingkungan Setara Daring. Dan partisipasi setiap daerah akan memberikan lingkungan belajar yang luas, sekaligus menghargai kearifan lokalnya.

Jalan Tengah Untuk Anak Tidak Sekolah

SKB & PKBM Lebih Siap Menangani ATS

Bapak Dr Samto sebagai Direktur PMPK (Pendidikan Masyarakat & Pendidikan Khusus), dalam sambutan pembukaan “Penanganan Anak Usia Sekolah Tidak Sekolah dan Program Indonesia Pintar Pendidikan Kesetaraan” yang diselenggarakan oleh Direktorat PMPK, Dirjen PAUD Dikdas & Dikmen, Kemdikbud, dari tanggal 22-24 Oktober 2020 bertempat di Harris Hotel Sentraland, Semarang, salah satunya menyebutkan tentang tren bertambahnya ATS dari tahun ke tahun. Tahun ini meningkat 700ribu-an. Bisa jadi peningkatan jumlah ini karena pendataan yang lebih baik, tetapi juga bisa karena alasan lainnya.

Yang jelas, ATS ini menjadi perhatian serius pemerintah RI dan juga masyarakat internasional dalam SDGs.

Dan lembaga yang justru sangat siap untuk menangani ATS ini adalah sekolah non formal, SKB dan PKBM. Kehadiran peserta didik yang fleksibel, materi pelajaran yang juga tidak terlalu akademis, dan pendekatan yang dilakukan oleh lembaga non formal ini lebih mengena.

Sebagian besar Satuan Pendidikan Non Formal ini didirikan oleh para aktivis yang peduli dengan dunia pendidikan. Walau pendiriannya dengan upaya sendiri dan fasilitas seadanya, tetapi semangat untuk ikut menyelesaikan masalah pendidikan di Indonesia ini, justru tinggi.

ATS ini tidak sekedar masalah uang dan kurikulum, tetapi lebih ke masalah perhatian dan kepedulian.

Program Indonesia Pintar

Bantuan PIP (Program Indonesia Pintar) salah satunya adalah untuk mengatasi ATS (Anak Tidak Sekolah) dengan rentang umur usia sekolah (6 sampai 21 tahun). Untuk yang kurang dari 6 tahun atau lebih dari 21 tahun, maka tidak bisa diajukan sebagai penerima PIP.

Informasi dari ibu Tien Suryani, pencairan PIP untuk daerah merah dan oranye di masa pandemi, dilakukan secara kolektif oleh satuan pendidikan. Penggunaan PIP tidak fleksibel karena sudah ditanggulangi oleh bantuan lainnya seperti PKH dllnya. Tapi satuan pendidikan tidak boleh memotong PIP ini untuk membayar SPP, karena sudah ditanggung lewat BOP.

Tapi, tantangan terbesar saat ini justru bukan dari dana, tetapi adalah menarik anak yang sudah bekerja untuk kembali ke sekolah dengan pendidikan yang akademis.

Ada jurang pemisah antara anak yang terbiasa bekerja, dengan dunia akademis, apalagi kalau harus mengulang dari awal lagi. Anak yang sudah berusia 15 tahun, tidak akan pernah mau untuk kembali ke sekolah dari kelas 1 SD.

Padahal anak ini sudah pandai menulis dan mendapatkan penghasilan dari kegiatan sosial medianya sekarang. Kalau mengulang dari kelas 1 SD lagi, artinya dia justru turun derajatnya.

Sertifikat Keahlian

Bapak Dr Abdul Kahar, Kepala Pusat Layanan Pembiayaan Pendidikan, Kemdikbud RI, menceritakan usahanya dahulu bersama teman-teman Non Formal untuk memberikan sertifikat keahlian yang setara dengan kelas akademis. Misal, anak usia 15 tahun ini bisa setara kelas 3 SMP krn telah menghasilkan karya yang setara dengannya. Sebagai alternatif dari placement test, yang isinya juga masih terlalu akademis.

Tapi, ternyata usaha itu masih belum berhasil karena perlawanan dari pihak akademisi yang tetap mewajibkan ATS untuk melakukan placement test atau mulai dari awal lagi.

Asesmen Kompetensi Minimum

Pun begitu, usaha ini bisa terus dilakukan, dengan harapan Mas Menteri yang menggulirkan AKM (Asesmen Kompetensi Minimum), Survei Karakter dan Survei Linkungan Belajar ini, selaras dengan sertifikat keahlian yang sesuai untuk menangani ATS.

Dapodik

Data PIP nantinya akan dipastikan diambil dari data lengkap di Dapodik. Sehingga hanya yang ditandai “bersedia menerima PIP” saja yang akan diajukan untuk mendapatkan bantuan. Pun begitu, untuk mendapatkan kevalidan data, ada beberapa saringan, seperti: sudah mempunyai NISN dan tidak terdaftar di sekolah lain (data ganda).

NISN

Masalah lain dari PIP adalah hanya diberikan bagi siswa yang telah mempunyai NISN. Secara sistem, mustinya maksimum setelah 3 bulan setelah terdaftar di dapodik, maka akan mendapatkan NISN. Tapi kenyataannya, sering ketika mendekati ujian, NISN baru diterbitkan. Dan ini tentu mengganggu program KIP. PMPK terus berupaya bekerjasama dengan Pusdatin untuk penerbitan NISN ini.

Gotong Royong di Proses ISO 21001:2018

ISO 9001:2000

Sebelumnya, telah dikenalkan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2000 dalam dunia pendidikan. Dengan tujuan untuk menjamin dan memastikan mutu tamatan pendidikan sehingga bisa hidup mandiri, diserap di dunia usaha dan industri serta mampu bersaing secara global. Dan ini melampaui gambaran pencapaian Standar Nasional Pendidikan.

Tapi, ISO 9001 (yang kemudian diperbarui menjadi ISO 9001:2008 dan ISO 9001:2015) ini sebenarnya dipergunakan dalam dunia usaha dan industri, untuk memastikan mutu produk mampu menjaga dan meningkatkan kepuasan pelanggan. Yang tentunya tidak sesuai dengan hakikat mutu dunia pendidikan. Siswa bukanlah pelanggan. Siswa bukan obyek, siswa adalah subyek dari pembelajaran.

Mutu dalam dunia pendidikan berbicara mengenai nalar yang sehat, karakter yang baik, dan kehidupan sosial lingkungan sekitarnya, selain menguasai numerasi dan literasi itu sendiri. Penilaian mutunya lebih substansial dan kompleks, karena langsung berhubungan dengan manusia dalam konteks sosial, budaya, psikologis, dan bahkan politis-ideologis.

Nalarnya bukan memuaskan pelanggan, tetapi menumbuhkan manusia.

Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI)

Walau tidak berkaitan secara langsung dengan ISO 9001, tetapi keinginan untuk mengglobalisasikan pendidikan Indonesia terus bergulir. Dibuatlah Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) dan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) dengan tujuan supaya sekolah memenuhi standar nasional pendidikan dan juga internasional dengan diperkaya kriteria mutu yang berasal dari negara-negara OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) atau negara maju lainnya.

Yang dalam pelaksanaannya lebih cenderung kepada peningkatan persaingan dalam dunia pendidikan, layaknya dunia industri. Muncul istilah sekolah unggulan untuk membedakan dengan sekolah biasa lainnya. Yang lagi-lagi tidak sejalan dengan nilai-nilai bangsa Indonesia yang lebih menekankan kepada kerjasama, gotong royong.

ISO 21001:2018

Di Juni 2018 muncullah ISO 21001:2018 yang fokus kepada proses interaksi antara organisasi pendidikan, pembelajar dan pihak lain yang berkepentingan. Lebih mementingkan proses, bukan produk. Sebuah standar sistem manajemen yang berdiri sendiri tanpa terkait dengan dunia industri lagi. Tetapi sejalan dengan standarisasi yang lain melalui aplikasi High Level Structure.

BSN (Badan Standardisasi Nasional) Indonesia mengadopsinya di bulan September 2019. Dan di tahun 2020 ini, gencar mengadakan sosialisasi di tingkat Perguruan Tinggi. KAN (Komite Akreditasi Nasional) sampai Oktober 2020 ini belum menetapkan lembaga mana yang bisa mengadakan sertifikasi ISO 21001 ini. Jadi ISO ini masih sebuah proses perjalanan dan akan mengalami perubahan-perubahan.

ISO 21001 ini melatih organisasi untuk meningkatkan sistem manajemennya secara berkelanjutan, memenuhi kebutuhan dan harapan pembelajar, memperhatikan anak berkebutuhan khusus.

Gotong Royong di Proses ISO 21001:2018

Dari sejarah awal pengenalan standar industri untuk dunia pendidikan (ISO 9001), sampai ISO yang khusus tentang organisasi pendidikan (ISO 21001), bisa kita lihat dinamika perubahan yang sangat cepat. BSN dan KAN pun masih dalam proses pengembangan dan belum final dalam menentukan lembaga mana saja yang mendapatkan ijin untuk memberikan sertifikasi ini.

Pun begitu, proses dalam ISO 21001 ini bagus untuk digunakan, seperti Plan Do Check Act untuk meningkatkan mutu pembelajaran di satuan pendidikan. Dan semangat gotong royong di PKBM Piwulang Becik sesuai dengan prinsip partisipatif di ISO 21001.

Pertemuan kami dengan mas Tegar dari BSN di hari Minggu 11 Oktober 2020 di Piwulang Becik, menambah semangat untuk mengimplementasikan standar proses yang bagus ini.

Mari kita kembangkan.

Gotong Royong di Komite Sekolah

Era Pemerintahan NKRI Setelah Kemerdekaan (1945 sampai 1966)

Sejak jaman kemerdekaan, masyarakat telah dilibatkan dalam dunia pendidikan NKRI. Dimulai dengan dibentuknya POMG (Perkumpulan Orangtua Murid dan Guru), berdasarkan UU Pendidikan No.12 Tahun 1945 Pasal 28. Bertujuan untuk memelihara hubungan yang erat antara orangtua murid, agar sekolah dapat hidup subur dan lebih sanggup memenuhi tugasnya sebagai tempat yang membentuk manusia yang cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab terhadap kesejahteraan masyarakat dan tanah air.

Namun beberapa tahun kemudian, dalam pelaksanaannya diterpa isu bahwa guru-guru telah menyalahgunakan keuangan POMG, yang mengakibatkan terbentuknya POM (Perkumpulan Orangtua Murid) saja, tanpa guru.

Pemerintahan Masa Orde Baru (11 Maret 1966 hingga 1998)

Di era orde baru, POM diganti menjadi BP3 (Badan Pembantu Penyelenggara Pendidikan) berdasar surat keputusan Nomor:17/1974, tanggal 20 Nopember 1974, yang ditandatangani oleh Menteri Dalam Negeri dan Menteri P&K. Bertujuan meningkatkan hubungan yang erat dan kerja sama serta tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah untuk menyempurnakan kegiatan pendidikan.

BP3 diperkuat dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0293/U/1993.

Sejarah pendidikan di era orde baru dipenuhi dengan berbagai kepentingan politik dan industri yang berbenturan dengan budaya kita sendiri. Apa yang tertulis pada sebuah kebijakan beserta jargonnya, terlihat bagus, tetapi dalam pelaksanaannya berbeda. Dan meskipun orde baru sudah tumbang, tetapi dampaknya masih berlanjut.

Pemerintahan Masa Reformasi (sejak 1998)

Di tahun 2000an, dikenalkan istilah MBS (Manajemen Berbasis Sekolah) yang diadopsi dari negara maju. Dimana dalam penerapannya adalah dengan membentuk Komite Sekolah (KS).

Dasar hukum Komite Sekolah adalah Undang-Undang No. 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas), yang kemudian dijabarkan dalam Keputusan Menteri Pendidikan Nasional nomor 044/U/2002 tanggal 2 April 2002. tentang Dewan Pendidikan dan Komite sekolah. Pasal 1 butir (2) disebutkan bahwa;
“ Pada setiap satuan pendidikan atau kelompok satuan pendidikan dibentuk Komite Sekolah atas prakarsa masyarakat, satuan pendidikan, dan/atau pemerintah kabupaten/kota.”

Dan untuk sosialisasinya, dibuatlah iklan di televisi tentang Komite Sekolah ini. Tapi … peranan KS yang ditonjolkan adalah fungsi pengumpulan dana dari wali murid, seperti dana untuk mengganti genteng yang bocor dan tembok yang rusak. Dan dalam prakteknya, fungsi KS ini memang sering dipakai untuk penggalangan dana dari orang tua dalam mendukung kegiatan di sekolah.

Secara operasional, tugas dan wewenang Komite Sekolah, disebutkan:
a) Mendorong dan meningkatkan hubungan baik antara masyarakat, sekolah maupun pemerintah.
b) Membantu kelancaran kegiatan pendidikan dan tidak mencampuri urusan teknik pengajaran sekolah yang menjadi wewenang kepala sekolah, guru dan pengawas.
c) Mengusahakan bantuan dari masyarakat, baik berupa benda, uang maupun jasa dengan tidak menambah beban wajib bayar.
d) Memberikan perimbangan kepala sekolah dan kepada perwakilan Depdikbud tentang permohonan keringanan atas permohonan wajib bayar.

Padahal, di negara maju, peran Komite Sekolah adalah untuk mendorong terjadinya demokratisasi penyelenggaraan pendidikan di tingkat sekolah, seperti pemilihan kepala sekolah, penentuan seragam sekolah, kurikulum, buku pelajaran, dan tata tertib di sekolah.

MBS dan KS ini sebenarnya telah mendapatkan payung hukum yang kuat di UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas/SPN). Pasal 1 butir 25 menyebutkan bahwa;“Komite sekolah/madrasah adalah lembaga mandiri yang beranggotakan orangtua/wali, peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan”.

Dimana dalam Pasal 54, mengatur tentang partisipasi masyarakat :
1. Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan.
2. Masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan.

Secara regulasi, bahkan ada tiga yang terkait Komite Sekolah, yaitu:
1. Kepmendiknas Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.
2. UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
3. PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.

Anggota Komite Sekolah

Keanggotaan Komite Sekolah sesuai PP Nomor 17 Tahun 2010, pasal 197, diatur sebagai berikut:
Anggota komite sekolah/madrasah berjumlah paling banyak 15 (lima belas) orang, terdiri atas unsur:
1. Orang tua/wali peserta didik paling banyak 50%.
Catatan: orang tua/wali peserta didik yang dimaksud adalah yang anaknya masih aktif bersekolah di sekolah yang bersangkutan.
2. Tokoh masyarakat paling banyak 30%.
Catatan: tokoh masyarakat yang dimaksud adalah tokoh formal dan informal yang ada di lingkungan sekolah, diantaranya: tokoh agama, tokoh masyarakat, pejabat pemerintah setempat (RT, RW, Lurah, Camat, dan pihak terkait lainnya) serta alumni.
3. Pakar pendidikan yang relevan paling banyak 30%.
Catatan: pakar pendidikan yang dimaksud adalah tokoh/pegiat yang memiliki keahlian dan kepedulian terhadap pendidikan. Unsur ini bisa berasal dari perguruan tinggi, organisasi profesi tenaga kependidikan, LSM, dunia usaha/industri.

Masa jabatan keanggotaan komite sekolah/madrasah adalah 3 (tiga) tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.

Peran Komite Sekolah

Sedangkan peran KS, lebih kurang adalah sebagai berikut:
1. Fasilitator
Menerima masukan dari orangtua, menggali keterangan lebih lanjut, menyimpulkan pendapat mereka, dan membuat program yang melayani kebutuhan tersebut.

2. Katalisator
Yang menyebabkan dan mempercepat terjadinya perubahan ke arah lebih baik.

3. Komunikator
Menyampaikan pesan kepada seluruh orangtua siswa, dan juga memberikan respons dan tanggapan, serta menjawab pertanyaan dan masukan yang disampaikan oleh orangtua, sesuai dengan kesepakatan dan pemahaman bersama dengan warga sekolah.

4. Inspirator
Memberi inspirasi dan sumber yang menggerakkan seluruh warga untuk terus bersemangat dalam mengembangkan dunia pendidikan dan memberi layanan terbaik, pada situasi yang menyenangkan, maupun dalam situasi sulit.

Semangat Gotong Royong di Komite Sekolah

Dari sejarah di atas, kita bisa membaca bahwa ada jurang perbedaan yang mencolok antara kebijakan dan pelaksanaan. Dalam pelaksanaannya, ada dua kubu ekstrim: KS dijadikan alat pembenaran kebijakan sekolah yang buruk, di lain pihak terjadi tuntutan yang berlebihan dari pihak orangtua terhadap sekolah.

Mari kita kembalikan fungsi KS kepada fungsi asli bangsa kita: gotong royong. Dengan semangat gotong royong, kita selalu menghindari saling menuntut, karena yang ada adalah saling meringankan. Dalam gotong royong juga tidak saling memanfaatkan secara negatif, tetapi saling membantu untuk menyelesaikan masalah.

Dengan gotong royong, juga tidak saja berkutat dengan lingkungannya sendiri, tetapi juga lingkungan sekitarnya. Misal ikut serta mengentaskan Anak Tidak Sekolah (ATS).

Mari kita sikapi keberadaan KS ini dengan positif, demi kemajuan pendidikan anak bangsa kita sendiri.

catatan:
Beberapa kutipan diambil dari buku “Melawan Liberalisasi Pendidikan”, tahun 2014, yang ditulis oleh Darmaningtyas, Edi Subkhan dan Fahmi Panimbang.