TIPS BELAJAR MANDIRI MELALUI PKBM

 

Apa itu belajar mandiri?

Sahabat Becik, belajar mandiri adalah belajar berinisiatif, dengan atau tanpa bantuan orang lain. Pihak lain tersebut bisa orang tua, guru panggil, buku, internet, atau Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Cara belajar seperti ini sangat melekat dengan siswa atau pembelajar homeschooling

 

Setidaknya ada sembilan tips belajar mandiri. 

Pertama, buatlah jadwal belajar yang fleksibel dan sesuai ritme pribadi Sahabat Becik. Rencana jadwal tersebut (misal harian) harus terstruktur, termasuk menyediakan waktu untuk istirahat, olahraga, dan hobi.

 

Kedua, cobalah berinisiatif untuk memahami materi secara mandiri. Jika masih belum paham, ajukan pertanyaan dan berdiskusi dengan sesama pelajar homeschooling atau mentor PKBM. 

 

Ketiga, manfaatkanlah sumber belajar dari berbagai sumber, mulai dari buku teks, video di Youtube, serta sumber online lainnya yang relevan. Atau, Sahabat Becik juga bisa memanfaatkan perpustakaan atau sumber daya di PKBM. Cari tahu sumber belajar apa saja yang dimiliki dan dapat digunakan dari PKBM Sahabat Becik. 

 

Keempat, lakukanlah evaluasi diri secara berkala untuk memantau kemajuan belajar. Kemudian, identifikasi area yang masih perlu ditingkatkan. 

 

Kelima, ikutlah terlibat dalam proyek atau tugas mandiri untuk mengembangkan kemampuan analisis serta pemecahan masalah. Gunakanlah proyek ini sebagai peluang untuk mengaplikasikan pengetahuan.

 

Keenam, ajaklah orang tua atau keluarga Sahabat Becik untuk ikut terlibat dalam proses belajar. Berdiskusilah dengan mereka tentang capaian, tantangan serta perkembangan proses belajar. 

 

Ketujuh, asah terus kemampuan komunikasi, kerjasama, serta manajemen waktu. Untuk itu, ikutlah dalam aktivitas ekstrakurikuler atau kelompok belajar untuk memperluas jaringan sosial dan kemampuan berkomunikasi.

 

Kedelapan, disiplin terhadap target pembelajaran sebagai tanggung jawab pribadi.

 

Kesembilan, manfaatkanlah kegiatan atau kelas-kelas PKBM untuk mendapatkan wawasan tambahan. Jalin komunikasi dan hubungan dengan peserta lain. 

Dengan menjadi pembelajar mandiri, Sahabat Becik dapat mengatasi hambatan belajar secara independen, meningkatkan rasa percaya diri, dan mengembangkan keterampilan kritis. Selain itu Sahabat Becik juga memiliki keleluasaan untuk mengatur waktu dan metode belajar sesuai dengan preferensi pribadi. 

Homeschooling: Belajar Sambil Jalan-Jalan

Sarah Diorita (31), ibu dari El Pitu (12), salah satu murid Piwulang Becik, pada Jumat siang lalu (23/12) berkunjung ke Piwulang Becik dan berbincang akrab tentang perjalanan homeschooling dirinya maupun anaknya. 

Pengalaman Menjadi Homeschooler 

Sebagai perempuan berdarah campuran Perancis-Indonesia, masa kecil Sarah dihabiskan dengan bepergian. “Ibu saya orang Perancis, ayah saya orang Indonesia. Jadi otomatis walau kami lebih banyak menghabiskan waktu di Indonesia, tapi dalam setahun pasti ada ke Perancisnya. Makanya dari kecil itu sekolah memang terbagi. Sekolah di sini dan sekolah di sana. Nggak pernah full setahun di kelas yang sama,” ujarnya. 

Kondisi seperti itu ia jalani sampai akhir kelas 4 SD. Di kelas 5 – 6 SD, ia melanjutkan sekolah internasional untuk melancarkan bahasa Inggris dan mendapatkan insight dari jenis pendidikan yang lain. Di masa SMP, situasi keluarga membuat ia akhirnya menjalani homeschooling. “Kan saya anak tunggal. Cuma saya dan ibu saya. Jadi kami bikin deal. Saat itu lagi banyak traveling. Ibu saya memutuskan ‘yaudah kamu homeschooling sehingga kamu bisa ikut saya ke mana aja’. Jadi kami jalan-jalan itu dengan homeschooling kurikulum Perancis. Saya ingat sekali 3 tahun itu banyak belajarnya justru dari pengalaman jalan-jalannya.” 

“Setau aku sekarang homeschooling di Perancis udah nggak boleh karena mereka pengen ada satu standar tertentu. Zaman dulu semua tugas dan modul-modul dikirim dalam bentuk hard copy terus aku kerjain, kirim balik, dinilai, dan kirim balik lagi ke aku. Dulu karena kita dapat duluan kurikulum satu semester, jadi ngerjainnya kalau pas bisa, ya bisa ngebut. Kalau pas nggak bisa, kita take time. Enaknya di situ. Jadi ketika ada waktu luang, kita bener-bener bisa ngerjain hal yang kita suka,” kenangnya. 

 

Awal Mula Mendidik Anak dengan Cara Homeschooling 

Dari pengalaman tersebut, istri dari Eross Candra (41), gitaris band Sheila on 7, ini mengaku menikmati proses yang menginspirasinya untuk mendidik Pitu dengan cara homeschooling juga. “Jadi sebenernya ide untuk homeschooling pengennya itu dari awal SD. Suami juga setuju karena saya pernah homeschooling, tahu betapa serunya belajar dengan cara lain. Kebetulan keluarga kami juga lumayan sering jalan-jalan. Jadi kok kayaknya lebih cocok daripada harus bolos sekolah dan tertinggal pelajaran. Jadi yaudah sini kita aja yang ngajarin. Tapi kan harus cari tahu legalitas di Indonesia itu seperti apa. Apakah boleh? Kalau boleh, formatnya seperti apa? Karena seperti di US kan tidak semua negara bagian mengizinkan untuk homeschooling. Jadi ada waktu cukup lama untuk cari tahu sana-sini. Apalagi kita pengennya homeschooling gaya bebas. Artinya, apa yang mau dipelajari itu ada di tangan anak dan orang tua. Tapi beberapa homeschooling harus lewat lembaga di mana anak harus ke sana seminggu 2-3 kali. Lah ini sama aja. Mending dia sekolah kan,” jelasnya. 

Proses pencarian tersebut akhirnya mempertemukan pengusaha katering Lokaloka Lab ini dengan Piwulang Becik dan memutuskan mendaftarkan Pitu sebagai siswa di sini sejak kelas 3 SD karena merasa cocok dengan ‘gaya bebas’ yang diinginkan keluarganya. Namun selama proses pencarian wadah pendidikan homeschooling yang paling sesuai, Sarah menyekolahkan anaknya di sekolah formal.

“Awalnya sih sekolah ya karena anak kami kan anak tunggal. Saya berpikiran kayaknya dia tetap harus sekolah deh. Biar ada temen. Terus setelah kami pikir-pikir, kayaknya kalau temen nggak harus di sekolah deh. Mungkin karena dia makin besar ya, makin mudah diajak ke mana-mana. Dan anak saya tuh beberapa kali pas saya nganter ke sekolah, dia nanya ‘kenapa aku harus belajar tuh di sekolah?’ JENG JEEENG! Ya sementara begini dulu sambil ayah-ibu cari tahu. Kami kenal anak kami ya. Dia kayaknya tipe yang kalau dibebaskan, artinya kami yang mengikuti apa yang dia suka, kok kayaknya lebih banyak masuk, lebih mudah belajarnya. Jadi mungkin dia perlu sistem belajar yang berbeda. Makanya akhirnya kami putuskan dia untuk homeschooling,” terangnya. 

 

Tantangan Menjalani Homeschooling 

Meski terkesan bebas, homeschooling bukan berarti bebas dari tantangan. “Tantangan itu banyak ya. Maksudnya, bukan berarti dengan homeschooling semuanya jadi lebih santai dan nyaman. Nggak juga. Tantangannya justru menurut saya lebih banyak tetapi menyenangkan karena kami semua sekeluarga sama-sama belajar, berproses. Kalau sekolah kita menyerahkan sebagian hari anak itu kepada orang lain, kalau ini bener-bener kami yang kendalikan gitu kan. Nilai-nilai apa yang ingin kita tanamkan ke anak tuh sepenuhnya dari kami dan itu alami karena benar-benar kita jalani sehari-hari.” 

Ia menyebutkan salah satu tantangannya adalah disiplin dalam konteks konsistensi jadwal. “Kita kan keluarga nyeni semua. Ayahnya seni, saya juga nggak ada jam kantor, jadi disiplin itu salah satu yang paling susah. Tapi ya sambil jalan sih. Tentunya nggak sempurna ya. Kita nggak mencari kesempurnaan juga karena pasti semester ini sama semester depan atau bulan ini sama bulan depan, udah beda ritmenya. Kami pintar-pintar menyesuaikan aja. Oke bulan ini kita akan banyak jalan. Gimana nih kita belajarnya? Jadi selalu di-update, bukan dari jam segini sampai jam segini kamu harus ini. Nggak. Tapi dia ada juga aktivitas yang udah ter-schedule kayak les bahasa Jepang. Terus biasanya kalau kami di rumah, pagi sampai siang itu memang momen dia belajar. Bisa apa aja. Biasanya tuh ada folder tertentu di mana dia bisa mengikuti pelajaran online terdaftar atau dia bisa ambil file worksheet di folder yang dia mau, gambar, atau buat Lego gitu. Pokoknya ada proses belajar di situ. Jadi ya lebih ke soal penjadwalan sih menurut saya,” tuturnya. 

“Tantangan lainnya, menemukan minat. Ketika kendala nih misalnya dia mulai sesuatu terus kok kayaknya kurang suka ya kita jadi harus cari lagi. Tapi ya memang itu yang menyenangkan juga. Dan itu yang menarik karena kami sebagai orang tua sepenuhnya berada di situ, di momen-momen tersebut, dan keputusan kita ambil bersama. Jadi saya rasa yang paling menyenangkan itu kami semua belajar. Paling menyenangkan dan paling menantang juga. Tapi kembali lagi ke keputusan awal kenapa sih kita homeschooling. Jadi yaudah nanti pasti ada aja cara yang kita temukan. Solusinya,” sambungnya. 

 

Hal yang Menyenangkan Saat Homeschooling 

Dalam proses wawancara, Eros berceletuk spontan bahwa hal menyenangkan dari homeschooling adalah tidak harus bangun pagi. Hal ini menimbulkan gelak tawa semua orang. Sarah kemudian menjabarkan, “Sebenernya sih kenapa nggak harus bangun pagi itu juga jauh lebih alami untuk kami jalankan karena kan sefleksibel itu. Jadi tidak bersebelahan dengan kehidupan kita sehari-hari. Jadi kita hidup bersama tapi juga masing-masing.”

Selain itu, ia menambahkan bahwa ada kepuasan tersendiri saat melihat hasil setelah melewati berbagai kesulitan bersama. “Kalau lihat progress, seneng banget karena ini hasil kerja keras bersama. Reward-nya di situ. Terus bonding juga. Kemudian kita jadi lebih ada waktu ketika kita harus pelan ya kita memelan, saling cari tahu kira-kira kenapa ya? Kita sebaiknya seperti apa ya? Itu semua dikomunikasikan bersama dan itu yang paling menyenangkan. Terus bebas aja. Maksudnya, topik pembelajarannya jadi lebih seru karena tidak terkait dengan hal yang sudah ditentukan. Bener-bener pertanyaan muncul dari keseharian anak. Jadi dari kami pun kadang jadi harus cari tahu juga,” ujarnya antusias. 

Hal menyenangkan lainnya adalah dengan proses homeschooling, guru bisa datang dari mana saja, termasuk dari nenek. “Di sini kita mengikutsertakan neneknya dan dia akhirnya merasa punya peran kembali. Benar-benar menganggap serius. Seneng karena waktu Pitu ke sana, benar-benar disiapin belajar apa. Jadi sangat terbantu karena mitologi dan sejarah itu bener-bener bukan hal yang aku kuasai tapi ibuku iya. Pokoknya aku serahkan waktunya dengan nenek.”

 

Sosialisasi bagi Anak Homeschooler 

Bagi orang tua yang ingin memulai homeschooling, salah satu pertimbangan adalah bagaimana anak akan bersosialisasi dengan teman sebayanya. Bagi Sarah, ia tak terlalu memusingkan dan khawatir akan hal tersebut. “Kalau segi sosialisasi sih sebenernya bisa dicari ya, bisa diakalin. Memang kalau tidak diatur bisa dengan sangat mudah jadi tertutup. Tapi kan anak pasti ada aktivitas di luar. Nggak mungkin selamanya dia sendiri di rumah. Misalnya ada minat untuk pingpong, kan dia ketemu dengan pelatihnya, kemudian nanti kalau ada rencana dia ikut klub, pasti akan berteman dengan anak-anak di klub itu karena udah seminat kan. Jadi soal berteman, ah itu mah bisa dicari sih. Pinter-pinter orang tuanya aja. Orang manusia banyak banget kok,” jawabnya santai. 

 

Bukti Pembelajaran Anak Homeschooler 

Bagi para pegiat homeschooling, jurnal dan portofolio menjadi bagian dari keseharian, tak terkecuali Sarah dan Pito. Sambil bercerita, Sarah menunjukkan 5 jenis dokumen yang ia bukukan bersama anaknya. Mulai dari jurnal yang ditulis sendiri oleh Pitu, dokumentasi perjalanan saat traveling, portofolio project Lego, rangkuman kegiatan dalam satu semester, juga kumpulan worksheet dan sertifikat yang disimpan rapi dalam satu arsip. 

“Kayaknya ini bawaan dari ibu ya. Dulu kami harus berpindah-pindah, jadi pinter-pinternya ibu saya simpan dokumentasi buat jaga-jaga. Kira-kira kalau masuk sekolah nanti, dimintain apa ya? Kan jadinya kita harus punya semua ya. Dan dari kecil memang diajarkan untuk misalnya saya gambar, pasti disimpan sama ibu. Di-frame lah, dimasukin ke file lah, jadi kalau portofolio memang sealami itu sih kalau buat saya. Saya juga ajarin itu ke anak. Dia kan nggak terlalu akademis, tapi seneng bikin-bikin nih kayak bikin Lego. Dijadiin project aja.” Sembari membuka dokumen portofolio, Sarah mulai menjelaskan dengan penuh semangat. 

“Mungkin di Piwulang kan banyak ditekankan ya betapa pentingnya portofolio. Itu yang nanti akan jadi bukti nyata ketika kita mau masuk kuliah lah, mau ke dunia kerja lah, dan untuk kenang-kenangan juga. Untuk seorang ibu, ada sisi emosionalnya ngeliat anak berkembang. Seneng juga karena anak ikut menyusun portofolio. Jadi dia melihat sendiri buktinya. Mungkin 3 tahun lagi dia akan bilang, ‘Ah, ini mah gampang banget!’ tapi kan dia lihat ada progress. Semuanya diberi nilai dalam arti tidak hanya disimpan di kolong dan dijadikan kertas buat coret-coret atau apa tapi dia menyusun ini tuh ada hasilnya. Maksudnya, gambar ditaroh di file dengan dibiarkan gitu aja kan beda ya. Dan dalam prosesnya, ketika orang tua juga mem-file-kan hasil karyanya kan dia merasa ‘oh ternyata aku bikin ini tuh dihargai ya.’ Itu penting sih menurut saya proses portofolio itu. Bener-bener menambah rasa percaya diri dan semangat pada anak,” tambahnya. 

 

Merancang Kurikulum Homeschooling 

Di balik portofolio yang disusun dengan amat rapih, ternyata ada proses perancangan kurikulum yang sangat personalized, menyesuaikan dengan minat dan kondisi saat itu. “Sehari-hari tetep ada ya guidance dari orang tua karena pasti anak ada hari di mana dia nggak tahu mau belajar apa, jadi kita kasih opsi. Tapi jarang sih karena kan tiap hari orang tua sama anak komunikasi ya. Jadi pasti ada lah topik pembelajarannya. Aku rasa nggak akan pernah mentok atau bingung. Tapi kadang anak juga dibebaskan misalnya ketika bikin Lego. Itu juga harus dianggap sebagai proses belajar. Dia gunting-gunting, dia ngecat, itu kan proses berkembang ya. Homeschooling sekarang di Indonesia sangat enak. Memang ada setara daring. Tapi selebihnya bener-bener disesuaikan dengan keluarga dan apa yang anak senang,” terangnya.

 

Harapan ke Depan untuk Anak 

Sebagai penutup, Sarah membagi harapannya untuk masa depan Pitu. “Ke depannya sih bebas ya. Selama tidak menyakiti orang lain, dianya happy, bahagia, dan selalu ingat itu bisa berguna bagi sekitar dia, itu aja cukup. Kita nggak punya gol yang gimana-gimana yang penting dia nyaman dengan apa yang dia lakukan, itu kita udah bahagia sekali. Pokoknya bebas asal jangan merugikan orang lain,” tutupnya.

Tonton wawancara lengkapnya di:

Ekosistem untuk Akselerasi Bakat

Jika pada tulisan sebelumnya kita mengulas tentang Myelin dalam konteks diri, pada tulisan kali ini kita akan melihat Myelin dalam konteks ekosistem. Bagaimana sebenarnya Myelin dapat makin menebal dalam kondisi tertentu? Apakah cukup dengan latihan?

Daniel Coyle, penulis buku Talent Code, menjelaskan bahwa kunci seorang juara dunia adalah berkat tempaan lingkungan yang tepat.  Ada fakta menarik tentang sebuah klub tenis Rusia yang berhasil mencetak petenis-petenis terbaik meski dengan fasilitas seadanya. Prestasi ini tidak pernah dihasilkan oleh klub tenis manapun di seluruh Amerika Serikat.

Apa rahasianya? Ternyata, bagaimana mereka dilatih menjadi faktor penentu yang membedakan dengan klub tenis lainnya. Atlet-atlet tersebut menjadi unggul karena sentuhan pelatih yang menciptakan program latihan yang berat untuk mengoptimalkan potensi seperti yang pernah dibahas dalam tulisan mengenai Quantum Leap.

Contoh di Lingkungan Piwulang Becik

Di lingkungan Piwulang Becik, dikenal istilah mentoring yang memang dirancang untuk melatih Myelin tersebut. Mentor bagi anak-anak adalah orang tua mereka sendiri. Ratih, salah seorang orang tua murid, menceritakan pengalamannya selama 4 tahun terakhir di Piwulang Becik. “Dulu, kita selaku orang tua diminta untuk membuat portofolio yang sekarang jadi activity log. Kalau di sekolah, guru yang nulis rapor, di sini orang tua harus bisa bekerjasama dengan anak untuk menulis portofolio.”

Meski tanggung jawab orang tua jadi lebih berat, berkat portofolio, banyak perkembangan yang sekilas terlihat kecil namun terasa berharga. Contohnya, saat anaknya yang berusia 5 tahun berhasil pakai sepatu, kancing baju, dan menguncir rambutnya sendiri. Ia catat semua dalam portofolio.

Tak cuma portofolio. Proses ia mendampingi, mendukung, dan menemukan passion anak juga merupakan tantangan tersendiri. Ia mengaku kesulitan saat mendorong anaknya lebih aktif di kelas, padahal anaknya sendiri yang memilih kelas-kelas Student Club yang ingin dihadiri. Namun seiring berjalannya waktu, mulai terlihat minat anak kecenderungannya ke mana. “Anakku ikut beberapa Student Club, tapi kelas yang dia nggak pernah skip itu Student Club memasak. Dia siapin sendiri bahan-bahannya dan aktif partisipasi di kelas. Saya lega banget akhirnya ketemu juga passion-nya. Walaupun nanti akan berubah, gapapa. Yang penting sekarang paling tidak dia sudah bisa ambil keputusan, sudah tahu kalau nggak ngerti harus nanya,” ujarnya antusias.

Selain bertanggung jawab terhadap anak sendiri, Ratih juga bertanggung jawab pada anak-anak lain dalam mengajar Student Club bahasa Inggris. “Ternyata lebih sabar ngajar anak orang lain ketimbang anak sendiri. Karena kalau anak sendiri tuh punya standar. Ekspektasinya terlalu tinggi kadang-kadang. Padahal kalau dipikir-pikir, dia kan baru 11 tahun. Harapannya udah begitu-begini. Nggak apple to apple lah kalau dibandingin sama diri sendiri di umur segini. Tapi jadi lebih aware. Bandinginnya sama dia 1 tahun yang lalu, 1 bulan yang lalu, dan seterusnya.”

Cerita Ratih tentang pengalamannya selama di Piwulang Becik ini menjadi contoh bagaimana sebetulnya ekosistem belajar yang kondusif di tengah banyaknya himpitan dan tantangan ternyata dapat mempercepat terjadinya penebalan Myelin dan membangun awareness. Tanpa stimulasi lingkungan, minat dan bakat anak tak akan cukup untuk terakselerasi secara optimal.

Seperti kutipan yang terkenal:

“Pelaut yang tangguh tidak lahir dari laut yang tenang.”

Seperti Apa Pendidikan Nonformal di Indonesia?

Seperti Apa Pendidikan Nonformal di Indonesia?

Berbicara tentang pendidikan tentu yang sering muncul dipikiran kita semua adalah sekolah. Jenjang sekolah seakan menjadi gerbang awal bagi anak kita untuk memiliki masa depan yang cerah. Gedung yang besar, berseragam, penerimaan raport, ranking, cara belajar, buku latihan, hingga kebijakan sekolah menjadi serangkaian aspek yang menjanjikan masa depan setiap anak.

 

 

Akan tetapi, ternyata masih banyak orangtua yang belum memahami jika setiap anak itu berbeda. Tak semua anak cocok untuk menekuni pendidikan yang berlaku di sekolah pada umumnya. Ada beberapa anak yang lebih nyaman belajar dengan cara membebaskan diri mereka bergerak dan bereksplorasi tanpa menghilangkan esensi pendidikan yang dibutuhkannya. Selain itu, sebagai orangtua tentu kita perlu sadar jika anak memiliki minat yang berbeda dan tak bisa dipaksakan untuk seragam dengan anak lain pada umumnya.

Untuk itu, saat ini sudah banyak orangtua yang beralih ke pendidikan alternatif seperti Pendidikan Non-Formal agar kebutuhan pendidikan anak mereka terpenuhi. Meskipun Pendidikan Non-Formal saat ini sedang menjadi trend di kalangan orangtua, namun masih banyak yang salah paham dengan sistem pendidikan ini, misalnya sistem pendidikan homeschooling hanyalah memindahkan sistem pembelajaran di sekolah formal ke rumah. Padahal, Pendidikan Non-Formal yang ada di Indonesia merupakan sistem pendidikan yang telah didesain untuk membantu anak belajar sesuai dengan minat dan bakat mereka. Hal ini dirancang  melalui kurikulum belajar yang telah disesuaikan pada setiap anak. Selain itu, anak boleh memilih situasi seperti apa yang mereka butuhkan selama belajar nantinya.

Bagaimana metode dasar Pendidikan NOn-Formal?

Mungkin sebagian masyarakat Indonesia masih meyakini jika anak ibarat sebuah kertas kosong, sehingga sebagai orangtua kita wajib memberikan warna dan tulisan pada kertas tersebut. Sehingga anak hanya akan menjadi pelaksana atas apa yang orang tua inginkan dan anak tak punya kebebasan memilih dalam melakukannya. Pada kenyataannya, anak lahir dengan potensi, karakter, dan kecenderungan yang berbeda. Tentu menjadi tugas pokok orangtua untuk mengenali dan menggali lagi potensi anak sejak usia dini. Orang tua juga tak bisa lagi memaksakan sistem pembelajaran yang dulu dengan masa kini. Oleh karena itu, sistem pendidikan Pendidikan Non-Formal akan membantu Anda dalam membuat pembelajaran efektif untuk anak. Salah satunya dengan memberikan kesempatan anak untuk ikut serta dalam menentukan proses pembelajaran seperti apa yang diinginkan kedepannya.

Selain itu, Pendidikan Non-Formal juga memiliki tujuan utama  yaitu menyiapkan anak sebagai pembelajar yang mandiri. Hal ini bisa dilihat dari ciri-ciri berikut:

  • Memiliki motif internal untuk belajar
  • Berorientasi pada tujuan yang ingin diraih
  • Terampil dalam mencari bahan belajarnya
  • Dapat menajemen diri sendiri

Akan tetapi untuk mencapai tujuan tersebut tentu diperlukan kesiapan yang matang dari pihak anak dan orangtua, persiapan tersebut seperti:

  • Kekompakan dan kesepakatan orangtua selama menjalankanPendidikan Non-Formal nanti
  • Menyiapkan aspek psikoologis anak sebelum memulai Pendidikan Non-Formal
  • Membangun kebiasaan hidup yang terencana dan displin
  • Menyediakan lingkungan yang kondusif bagi anak untuk belajar

Apakah Pendidikan Non-Formal di Indonesia membutuhkan fasilitas khusus?

Peran orangtua tentu sangat besar terhadap kesuksesan Pendidikan Non-Formal.  Orangtua tentu harus siap mendampingi anak selama proses belajar mereka. Misalnya, anak ingin mengenal berbagai jenis sayuran dan buah. Mungkin Anda akan menyediakan beberapa buku terkait buah dan sayur. Namun akan lebih baik lagi jika Anda mengajak anak ke pasar untuk mengenali secara langsung jenis sayur mayur dan buah-buahan. Selain pengetahuan mereka bertambah, kemampuan sosial anak pun terlatih dengan berinteraksi ke para pendagang di pasar.

Apakah Pendidikan Non-Formal berijazah dan diakui oleh institusi pemerintah?

Pada dasarnya Pendidikan Non-Formal merupakan pendidikan berbasis keluarga yang tergolong pendidikan alternatif (non-formal) serta telah diatur dalam UU no. 20/2003. Sesuai dengan isi undang-undang tersebut, anak yang mengeyam pendidikan melalui sistem Pendidikan Non-Formal akan diakui layaknya mengikuti institusi pendidikan formal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan. Sehingga Anda tak perlu lagi khawatir jika kelak, anak ingin melanjutkan pendidikan mereka di perguruan tinggi.

Apapun pendidikan yang diminati oleh anak, setiap orangtua harus mendukung dan memfasilitasi. Proses belajar anak bukan hanya tanggungan pihak pengajar saja namun juga peran orangtuanya.

 

 

Demikian artikel ini kami buat semoga memberikan gambaran bagi anda tentang serba serbi dunia pendidikan. Apabila ada pertanyaan tentang pendidikan alternatif Anda bisa hubungi kami di https://piwulangbecik.sch.id untuk informasi lebih lanjut.

Perbedaan Pendidikan Alternatif Dengan Pendidikan Formal Di Indonesia

Perbedaan Pendidikan Alternatif Dengan Pendidikan Formal Di Indonesia

“Tuntutlah Ilmu Sampai ke Negeri Cina!”

Kata-kata bijak tersebut tentu sering kita dengar, terutama saat kita masih duduk dibangku sekolah dulu. Kata-kata tersebut seringkali menjadi penyemangat belajar kita untuk tak pernah berhenti untuk menyelami ilmu di sekolah. Akan tetapi dengan kemajuan teknologi dan gaya hidup masyarakat modern saat ini, ternyata sudah banyak revolusi dalam belajar, salah satunya ialah dengan sekolah tanpa sekat yaitu belajar bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja.

 

Belajar sendiri di rumah menjadi salah satu alternatif anak untuk mendalami kompetensi yang dimiliki, untuk itu beberapa orangtua mulai tertarik dengan pendidikan Pendidikan Non-Formal. Pendidikan Alternatif seperti Pendidikan Non-Formal atau PKBM diminati karena orangtua dan anak dapat menyeleksi sendiri kurikulum dan pengajarnya. Sehingga hal ini tak hanya akan fokus dalam melatih perkembangan kognitif namun juga pengembangan minat dan bakat anak.

Pendidikan Non-Formal tak sebatas belajar tanpa menggunakan seragam dan bisa dilakukan dimanapun termasuk di rumah. Namun, anak juga memiliki ruang belajar bereksplorasi di dalam ataupun luar rumah. Meskipun saat ini Pendidikan Non-Formal banyak dilirik, namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan terlebih dahulu sebelum mantap untuk memulainya. Sebagai orangtua tentu Anda perlu bisa membedakan pendidikan sekolah formal dengan Pendidikan Non-Formal, sebelum akhirnya memutuskan untuk memilih salah satu. Sebagai bahan pertimbangan simak pembahasan berikut ini:

1.      Materi pembelajaran

Pada sekolah formal umumnya materi pembelajaran yang dibuat pihak sekolah mengacu pada kurikulum pemerintah. Sehingga jika kita tidak menyetujui beberapa kurikulum yang berlaku kita tidak bisa berbuat apa-apa. Karena terdapat panduan dan kurikulum yang telah disepakati untuk diajarkan pada anak sesuai dengan jenjang pendidikannya. Sedangkan pada Pendidikan Non-Formal, Anda bisa memilih atau bahkan membuat kurikulum belajar anak berdasarkan pengetahuan yang mereka miliki. Bukan hanya itu saja, Pendidikan Non-Formal juga memiliki fleksibilitas dalam belajar, sehingga anak dan orangtua dapat menentukan kapan saatnya belajar serta memilih materi pembelajaran yang dikuasai dan tidak. Hal ini dapat membantu anak untuk meningkatkan kemampuan mereka pada pelajaran tersebut. Disamping itu, metode pembelajaran yang diajarkan bukan hanya berupa teori teks, anak juga dilibatkan untuk mempraktekannya secara langsung. Umumnya anak anak diminta menjadi sukarelawan, berjualan, bahkan kegiatan ekstrakulikuler lainnya. Tentu hal itu akan menjadi pengalaman berharga mereka selama masa tumbuh kembang.

2.      Kesehatan dan keamanan anak

Saat anak belajar di sekolah formal, tentu ada beberapa risiko yang harus siap kita hadapi saat anak berangkat ke sekolah. Salah satu contohnya, jaminan kebersihan dan kesehatan anak selama belajar. Mungkin ada sudut ruangan atau kantin sekolah yang telah terkontaminasi bakteri dan kuman. Apalagi terkadang anak-anak belum memiliki kesadaran penuh untuk menjaga kebersihan diri, seperti mecuci tangan sebelum makan. Gaya hidup yang kurang bersih tentu menyebabkan tubuh mudah terserang penyakit. Tentu hal ini cukup mengkhawatirkan, bukan?

Sedangkan dengan metode Pendidikan Non-Formal Anda sendiri bisa menjamin kebersihan dan keamanan anak secara maksimal. Ruang belajar dapat Anda bersihkan setiap hari, selain itu Anda juga bisa mengingatkan anak untuk terus menjaga kebersihan diri mereka seperti membuang sampah di tempatnya dan mencuci tangan sebelum makan.

3.      Perhatian terhadap anak

Saat anak belajar di kelas biasanya mereka diminta untuk fokus pada materi yang berlangsung. Namun sayangnya, materi tersebut hanya dibawakan oleh satu orang guru saja, padahal dalam satu kelas terdapat puluhan siswa. Hal ini artinya perhatian guru akan terpecah pada setiap siswa. Padahal setiap anak memiliki karakteristik dan cara belajar yang berbeda. Jika dibiarkan terus-menerus tentu anak bisa saja tertinggal materi.

SedangkanPendidikan Non-Formal satu tutor akan maksimal 10 anak dalam group atau mengajar  satu anak dalam kelas privat, sehingga anak akan mendapatkan perhatian penuh dan pemahaman yang lebih mendalam.

Keputusan untuk memilih Pendidikan Non-Formal tentu tidak boleh hanya sekadar ikutan trend masa kini saja. Ada banyak pertimbangan yang harus dipikirkan oleh orangtua selain dari persetujuan dari anak yang menjalaninya. Dengan pembahasan singkat di atas, semoga membantu Anda dalam mempertimbangan pendidikan anak ke depannya.

 

Demikian artikel ini kami buat semoga memberikan gambaran bagi anda tentang serba serbi dunia pendidikan. Apabila ada pertanyaan tentang pendidikan alternatif Anda bisa hubungi kami di https://piwulangbecik.sch.id untuk informasi lebih lanjut.

Memilih Pendidikan Alternatif Untuk Masa Depan Anak Dengan PKBM

Memilih Pendidikan Alternatif Untuk Masa Depan Anak Dengan PKBM

Istilah Homeschooling tentu kini tak lagi asing di telinga Anda, bukan? Banyak yang mengira Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) ibarat sebuah sekolah yang diadakan di luar institusi. Padahal, secara hakiki PKBM merupakan sebuah sekolah alternatif yang menempatkan anak-anak sebagai subjek dengan pendekatan pendidikan secara ‘at-home’ atau pendekatan alternatif lainnya. Dengan pendekatan PKBM, akan membuat anak merasa lebih nyaman selama proses belajar. Kenapa demikian? Sebab dengan belajar di rumah, mereka bisa menentukan materi apa yang ingin dipelajari, anak-anak dapat belajar kapan saja dan dimana saja.

Bahkan di negara Amerika Serikat diketahui jika 1,8 juta anak memilih sistem pembelajaran Pendidikan Alternatif seperti pendidikan Non-Formal dibanding di sekolah formal. Seorang penulis buku “Learn in Freedom” bernama Karl M. Bunday mengatakan jika fenomena tersebut disebabkan oleh kecemasan orangtua terhadap masa depan anak-anaknya saat belajar di sekolah formal. Dengan belajar di rumah, tentu orangtua dapat mengetahui bakat dan hobi apa yang dimiliki anak, sehingga orangtua tahu keterampilan mana yang dapat dikembangkan. Bukan hanya itu saja, mengingat semakin banyak anak yang belajar di PKBM, maka banyak orangtua juga yang membentuk jaringan agar dapat saling berbagai pengalaman satu sama lain selama proses mendidik anak di PKBM. Selain sebagai media bertukar informasi dengan adanya media jejaring maka para orang tua bisa membentuk kelompok belajar  jika minat anak-anak mereka kesamaan. Oleh karena itu, sistem belajar di PKBM hampir sama dengan sekolah formal pada umumnya.

Fleksibilitas belajar dalam PKBM tentu menjadi sebuah keuntungan tersendiri, karena anak bisa menentukan kapan saatnya mereka mulai belajar dan kapan saatnya beristirahat. Anak dilatih untuk punya komitmen atas pilihan waktu dalam belajarnya, tentunya cara ini juga baik untuk melatih kedisiplinan atas waktu.  Berbeda dengan sistem pendidikan formal dimana jadwal pelajaran sudah tertulis dan harus dijalankan, tanpa memperhatikan kondisi anak.

Seorang pakar pendidikan reformis, Everett Reimer juga berpendapat jika sistem sekolahan formal yang kaku kini telah berubah. “Kedatangan anak ke sekolah tidak identik dengan belajar. Belajar dapat dilakukan dimana saja. Ruang sekolah bisa di kamar tidur, dapur, warung, lapangan olahraga, dan lain sebagainya.” Hal tersebut ia kutip dalam bukunya yang berjudul “School is Dead.”

Lalu bagaimana perkembangan Pendidikan Alternatif di Indonesia?

Tepat pada tanggal 4 Mei 2006 di Kantor Depdiknas Jakarta, beberapa tokoh dan praktisi pendidikan telah dideklarasikan berdirinya ASAH PENA atau kepanjangan dari Asosiasi Sekolah Rumah dan Pendidikan Alternatif. ASAH PENA akan mengakomodasi berbagai kegiatan pendidikan alternatif di Indonesia, termasuk kegiatan homeschooling.

Penyelenggaraan homeschooling dan Pendidikan Alternatif lainnya sudah dijelaskan dalam UU Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, tepatnya pada Pasal 1 ayat (1).

“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.”

Dengan landasan di atas, tentu kita tak perlu takut lagi dengan kredibilitas lembangan pendidikan Alternatif Non-Formal seperti PKBM.

Mungkin di lingkungan sekitar tempat tinggal kita masih banyak orangtua yang memilih menyekolahkan anak mereka ke sekolah formal. Tentu hal ini terkadang membuat diri sendiri menjadi dilema. Apalagi ada banyak kekhawatiran yang tersimpan saat anak belajar di sekolah formal, misalnya saja:

  • Terlibat tawuran atau geng motor
  • Menjadi korban bullying teman sebaya
  • Mengalami kekerasan fisik, verbal, ekonomi, bahkan seksual
  • NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya)

Tentu semua itu bisa terjadi karena semua kegiatan anak tidak bisa diawasi secara langsung. Anda  tidak bisa mengetahui dengan siapa anak berteman,  kemana saja anak pergi setelah pulang sekolah,  dan lain sebagainya. Apalagi dengan perkembangan teknologi dan informasi yang semakin maju sekarang ini jika tidak diimbangi dengan keterbukaan komunikasi sejak awal maka akan membuat Anda akan kesulitan dalam mendampingi anak. Dengan pendidikan non-formal, maka akan mempermudahkan orangtua mengawasi tumbuh kembang anak secara langsung.

Penjelasan pada artikel ini bertujuan membantu anda dalam menentukan pendidikan seperti apa yang sebaiknya diberikan pada anak. Semoga artikel ini bermanfaat.

 

 

Demikian artikel ini kami buat semoga memberikan gambaran bagi anda tentang serba serbi dunia pendidikan. Apabila ada pertanyaan tentang pendidikan alternatif Anda bisa hubungi kami di https://piwulangbecik.sch.id untuk informasi lebih lanjut.

Pahami Rancangan PKBM Sebelum Memulainya

Pahami Rancangan PKBM Sebelum Memulainya

“Setiap Orang Menjadi Guru, Setiap Rumah Menjadi Sekolah” Ki Hajar Dewantara

Pasti kita semua setuju bukan, jika pendidikan adalah hal yang sangat penting. Setiap pribadi tentu punya kewajiban belajar selama ia masih hidup, akan tetapi belajar bukan hanya di satu tempat saja. Belajar bisa dilakukan dimana pun dan diajarkan oleh siapapun. Seperti kutipan di atas, rumah juga bisa menjadi tempat belajar yang nyaman untuk anak. Menyekolahkan anak di rumah, mungkin terdengar tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia beberapa tahun belakangan ini. Kini sudah banyak orangtua yang memilih metode belajar Pahami Rancangan PKBM Sebelum Memulainya dibanding sekolah formal untuk anaknya. Memang, Pahami Rancangan PKBM Sebelum Memulainya menawarkan banyak kelebihan mulai dari kurikulum dan tutor yang bisa spesialis di bidangnya, memaksimalkan bakat dan hobi anak, proses belajar yang lebih fokus dan lain sebagainya.

 

Meskipun PKBM merupakan salah satu pendidikan alternatif yang menjanjikan, namun ada beberapa hal yang perlu kita siapkan terlebih dahulu, salah satunya seperti rancangan PKBM. Rancangan ini akan menjadi acuan Anda dalam menjalankan metode pembelajaran PKBM yang umumnya berisi tentang aturan yang mengontrol anggota keluarga untuk tetap pada jalur yang tepat agar tujuan dari pendidikan bisa tercapai. Rancangan PKBM umumnya berisi:

  • Latar belakang memilih PKBM
  • Prinsip PKBM
  • Tujuan PKBM (bersifat jangka panjang)
  • Langkah-langkah mewujudkan tujuan pendidikan
  • Buat tujuan jangka pendek

Sebelum membuat rancangan PKBM sebaiknya ada yang perlu Anda perhatikan, beberapa hal diantaranya seperti:

1.      Mendalami lagi tentang PKBM

Masih banyak yang keliru kalauPKBM hanyalah memindahkan proses belajar berada di rumah. PKBM merupakan metode belajar yang telah disusun dengan pemilihan kurikulum dan materi pembelajaran yang tepat serta tutor yang berkompeten. Jadi PKBM tidak seperti les mata pelajaran di rumah. Untuk itu, sebelum membuat rancangan Anda perlu memahami PKBM secara matang dan mendalam.  Anda bisa mulai mencari tahu bagaimana prinsip, ide, dan cara kerjanya. Dalam PKBM orangtua adalah pihak bertanggung jawab penuh atas pendidikan anak. Untuk itu, perkaya pemahaman Anda dengan informasi-informasi di internet ataupun langsung mencari informasi pada lembaga pendidikan yang menyediakan layananPKBM seperti Piwulang Becik.

2.      Jangan ragu untuk berdiskusi dengan praktisi PKBM

Anda tak perlu bingung kemana tempat untuk berkonsultasi atau dengan siapa harus bertanya terkait PKBM. Saat ini banyak praktisi PKBM yang rajin membagikan tips melalui blog ataupun media sosial. Anda bisa menanyakan hal yang belum dipahami melalui platform online tersebut.

3.      Pahami latar belakang dan tujuan dari PKBM

Tujuan dan alasan Anda memilihPKBM tentu berbeda dengan orang lain.  Mungkin ada orangtua yang ingin anaknya memiliki keterampilan khusus, ada pula orangtua yang ingin mengawasi secara langsung pendidikan anaknya, dan lain sebagainya. Untuk memahami poin ini Anda bisa berdiskusi dengan pasangan, meminta rekomendasi orang terdekat, ataupun meminta pendapat dari sang anak. Ingat, jangan ragu melibatkan anak dalam mengurus pendidikannya, karena merekalah yang akan menjalani pendidikan tersebut.

Lalu bagaimana bentuk rancangan PKBM?

Sebenarnya tidak ada standar khusus bagaimana bentuk dari rancangan PKBM  itu sendiri. Beberapa orangtua umumnya membuat rancangan sederhanan dengan menetapkan tujuan pendidikan, misalnya agar anak terampil dalam bidang sains, sosial ataupun seni rupa. Anda juga bisa langsung menuliskan secara detail dari 5 poin rancangan PKBM di atas. Selain itu, beberapa orangtua juga menyertakan catatan penting terkait kepribadian anak seperti ingin menumbuhkan rasa ingin tahu anak, menyayangi orangtua, menumbuhkan rasa simpati, dan lain-lain.

Umumnya pemilihan rancangan PKBM di dasari oleh tujuan yang ingin dicapai anak kedepannya. Anak yang punya keinginan untuk melanjutkan ke jenjang universitas umumnya akan lebih fokus di bidang akademis sesua pada kurikulum PKBM. Sedangkan keluarga yang ingin anak mendalami potensi dan bakat yang dimiliki, biasanya akan membuat kurikulum yang sifatnya eksploratif. Semoga artikel ini dapat membantu anda dalam menyusun rencana pendidikan anak.

4 Alasan Kenapa Orangtua Perlu Mempertimbangkan Pendidikan Non-Formal

4 Alasan Kenapa Orangtua Perlu Mempertimbangkan Pendidikan Non-Formal

Siapa yang tak kenal Ernest Prakasa? Komika sekaligus seorang ayah ini memutuskan untuk menyekolahkan anaknya Snow Auror Arashi di rumah. Dikutip dari Kompas Ernest mengatakan jika Snow kurang bisa mengikuti sistem belajar online yang diterapkan selama masa pandemi. Setelah berdiskusi dengan sang istri, Ernest merencanakan mendaftarkan Snow untuk Pendidikan Alternatif.

Sebenarnya bukan hanya Ernest Prakasa saja, ada sekian banyak public figure dan orangtua yang memilih Pendidikan Altertanif lainnya sebagai sistem belajar untuk anak. Bahkan berdasarkan Kemendikbud tahun 2015 terdapat 11.000 keluarga yang menjalankan Pendidikan Alternatif dan terus bertambah setiap tahunnya.

Memang saat ini sangat mudah bagi kita untuk mencari informasi tentang kelebihan PKBM, hal yang harus disiapkan sebelum memulai PKBM, dan lain sebagainya. Umumnya orang menganggap jika PKBM lebih cocok untuk anak yang memiliki potensi diluar bidang akademis seperti menyanyi, menari, berakting, melukis, dan lain-lain. Padahal PKBM juga menyediakan materi pengajaran akademis. Banyak anak PKBM yang memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya di Universitas bergengsi. Bahkan banyak juga dari mereka yang memiliki prestasi membanggakan meskipun tidak mengeyam pendidikan formal.

Alasan kenapa memilih PKBM

Banyak orangtua yang memilih PKBM sebagai alternatif tepat agar anak tetap mendapatkan pendidikan yang layak. Hal ini seringkali didasari oleh rasa tidak puas orangtua terhadap pendidikan formal. Apalagi sistem pendidikan di Indonesia masih kurang baik dan kualitasnya masih tertinggal dibanding negara lain.

Umumnya orangtua yang memilih pendidikan PKBM telah mengakses informasi tentang pola pengasuhan dan model pendidikan yang mempertimbangkan potensi dan karakter anak. Semakin banyak informasi yang mereka peroleh, semakin sering berdiskusi dengan praktisi pendidikan berpengalaman, maka orangtua akan semakin terbuka dengan model pendidikan yang ada.

Tentu kita semua telah sepakat jika sekolah formal bukan satu-satunya jalan menempuh kesuksesan di masa mendatang. Di masa sekarang tentu kreatifitas seseorang sering menjadi sorotan dan banyak dicari, dibanding hanya sekadar nilai pada ijazah. Selain nilai akademis, keterampilan khusus, kecakapan sosial, emosional, dan spiritual menjadi aspek yang penting bagi masa depan anak.

Ada beberapa alasan lain kenapa Anda perlu mempertimbangkan memilih PKBM sebagai metode belajar anak, antara lain:

1.      Lingkungan pergaulan negatif di sekolah

Ada banyak bentuk kenakalan remaja yang dikabarkan, mulai dari aksi tawuran, pergaulan bebar, kasus bullying, dsb. Tentu semua hal itu cukup membuat orangtua khawatir dengan keamanan dan keselamatan anak selama belajar. Jangan sampai tindakan yang kurang menyenangkan justru membuat kepercayaan diri anak hancur.

Dengan PKBM orangtua dapat memperkenalkan anak ke lingkungan yang lebih positif, sehingga anak akan lebih percaya diri dalam mengembangkan potensi diri mereka.

2.      Kurangnya fasilitas pendukung di sekolah

Setiap anak tentu memiliki minat dan bakat yang berbeda, terkadang hal yang mereka minati kurang terfasilitasi dengan baik oleh pihak sekolah. Misalnya anak memiliki minat terhadap bidang seni, bisnis, teknologi, ataupun entertaint. Sayangnya bidang non-akademis jarang diajarkan di sekolah. Berbeda dengan PKBM, kurikulum dibuat untuk dapat memafasilitasi anak mendalami bahkan fokus pada bidang yang mereka minati meskipun itu non-akademis.

3.      Biaya sekolah yang semakin mahal dari tahun ke tahun

Tentu sekolah dengan akreditas yang baik dan fasilitas yang memadai membutuhkan biaya yang tidak murah. Apalagi semakin lengkap fasilitas yang diberikan, maka semakin besar biaya yang harus orangtua keluarkan. Padahal tidak semua fasilitas yang disediakan sekolah akan digunakan oleh anak dan mendukung proses belajar anak secara maksimal.

Namun, dengan PKBM orangtua dapat mengontrol biaya pendidikan anak dengan mudah. Apalagi, saat ini banyak lembaga PKBM yang terbuka untuk berkonsultasi terkait biaya yang akan dikeluarkan orangtua, sehingga akan lebih mudah bagi Anda dalam merencanakan keuangan ke depannya.

4.      Keluarga yang berpindah-pindah

Terkadang tuntutan profesi membuat Anda harus berpindah-pindah tempat, umumnya perpindahan tersebut membutuhkan perjalanan yang jauh dan membutuhkan waktu lama. Sehingga tak heran jika beberapa orang memilih untuk membawa seluruh anggota keluarganya saat berpindah. Kondisi ini tentu akan mengganggu pendidikan anak, dimana mereka harus menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat tinggal, sekolah, bahkan pertemanan yang baru.

Dibandingkan mencari sekolah baru akan lebih mudah bagi orangtua untuk menerapkan PKBM. Karena pembelajarannya yang fleksibel dan anak tak perlu melakukan adaptasi di lingkungan yang asing.

Sebenarnya masih banyak lagi alasan mengapa Anda perlu mempertimbangkan PKBM untuk pendidikan anak. Yang penting adalah alasan tersebut perlu disesuaikan dengan cara pandang dan pengalaman Anda sebagai orangtua terkait pendidikan yang sedang berlaku dan karakteristik yang dimiliki anak.

 

 

Demikian artikel ini kami buat semoga memberikan gambaran bagi anda tentang serba serbi dunia pendidikan. Apabila ada pertanyaan tentang pendidikan alternatif Anda bisa hubungi kami di https://piwulangbecik.sch.id untuk informasi lebih lanjut.

Kelebihan PKBM yang Tidak Dapatkan Di Sekolah Formal

Kelebihan PKBM yang Tidak Dapatkan Di Sekolah Formal

Apakah Anda pernah mendengar kabar berita, dimana artis cilik yang lebih memilih belajar dengan pendidikan PKBM karena proses belajar yang lebih fleksibel, dibanding pendidikan formal? Maklum saja, mereka umumnya memiliki jadwal syuting yang cukup padat. Namun dewasa ini, kebutuhan akan pendidikan PKBM bukan hanya untuk anak yang memiliki jadwal padat tapi juga pada anak yang butuh keleluasaan dalam belajar.

Pendidikan PKBM kini banyak diminati oleh orang tua yang telah mampu melihat gaya belajar anak. Maklum saja, tak semua anak nyaman belajar dengan banyak orang atau kurang tertarik dengan beberapa mata pelajaran yang diajarkan di sekolah formal. Mata pelajaran di sekolah umumnya diambil dari kurikulum yang telah disusun oleh pemerintah, yang mana kemampuan semua pelajar diseragamkan. Seorang pendidik sekaligus penulis dari Amerika bernama John Holt mengatakan, “Apa yang dibutuhkan anak-anak bukan kurikulum baru dan lebih baik. Melainkan akses ke lebih banyak dunia nyata.”

 

Padahal belum tentu kurikulum yang berlaku cocok dengan kebutuhan anak. Kondisi-kondisi seperti ini membuat Anda sebagai orangtua mestinya menjadi lebih peduli  terhadap pendidikan anak. Siapa tahu ternyata anak Anda membutuhkan metode belajar lain yang lebih privat dan fokus pada hal yang diminati. Untuk itu pendidikan PKBM sangat cocok untuk menjawab kegelisahan orangtua terhadap pendidikan anaknya.

PKBM tentu berbeda dengan sekolah formal pada umumnya. Selain perbedaan tempat dan waktu, materi pelajaran yang diajarkan pun berbeda. Materi pelajaran ditentukan oleh anak dan orangtua. Sehingga Anda bisa memilih beberapa materi untuk mendukung potensi anak dan mengabaikan materi pelajaran yang menghambat proses belajarnya. Selain itu, ada beberapa kelebihan lain yang dimiliki oleh pendidikan PKBM diantaranya adalah:

  1. Pendidikan terkustomisasi. Orangtua dapat menyusun kurikulum sendiri, memilih materi pelajaran dan gaya belajar yang disesuaikan dengan kebutuhan atau potensi anak.
  2. Meningkatkan kemandirian dan kreativitas anak.
  3. Fleksibel perihal waktu, biaya, dan model belajar. Kelebihan yang satu ini umumnya menjadi salah satu alasan terbesar kenapa banyak orangtua memiliki pendidikan PKBM.
  4. Bisa mengembangkan potensi anak sejak dini karena kegiatan belajar dapat dilakukan kapanpun dan di manapun.
  5. Lebih mudah bagi orangtua untuk melihat potensi anak, sebab tutor akan fokus pada satu anak selama proses belajar.
  6. Mudah beradaptasi dan menerapkan teori dalam praktik nyata, karena kegiatan belajar berdasarkan kegiatan rutin sehari-hari.
  7. Lebih mudah menerapkan nilai dan prinsip keluarga pada anak karena mereka lebih banyak menghabiskan waktu di rumah.
  8. Mempererat hubungan orangtua dengan anak sehingga perkembangan psikologis anak semakin membaik.
  9. Terhindar dari pengaruh lingkungan buruk yang ada di sekolah seperti bullying, menyontek, tawuran, pornografi, jajan malnutrisi, kebiasaan konsumtif, dan lain sebagainya.
  10. Sosialisasi lintas usia sebab teman yang dimiliki bukan hanya anak-anak seumuran. Banyak orang yang menganggap jika PKBM membuat anak tidak belajar sosialisasi padahal kenyataanya anak-anak justru memiliki kemampuan sosialisasi yang lebih fleksibel.
  11. Lebih mudah dalam mengatur dana pendidikan.
  12. Menumbuhkan rasa kepercayaan diri pada anak karena tutor banyak memfasilitasi anak untuk banyak mengeksplorasi kemampuan dirinya.
  13. Kemampuan intrapersonal anak seperti memahami diri sendiri, menentukan tujuan hidup dan perannya di dunia akan lebih terbentuk.

Meskipun ada banyak kelebihan yang ada pada pendidikan PKBM namun ternyata ada beberapa tantangan yang perlu Anda pahami. Mengetahui risiko sejak sekarang akan membantu anda dalam menyiapkan diri lebih matang sebelum memulai PKBM. Tantangan yang harus siap Anda hadapi antara lain :

  1. Ikut terlibat dan bertanggung jawab total terhadap jalannya PKBM
  2. Orangtua harus siap belajar setiap saat
  3. Fasilitas belajar tidak langsung tersedia di depan mata, butuh adanya eksplorasi dan adaptasi
  4. Masalah keluarga dapat mengganggu proses belajar anak selama PKBM
  5. Anak menjadi lebih kritis sehingga orangtua juga butuh mengenal lebih dalam soal kebutuhan anak sesuai dengan zamannya.

Demikian adalah kelebihan yang diperoleh serta beberapa tantangan yang harus siap Anda hadapi saat memutuskan pendidikan PKBM sebagai metode belajar anak. Dengan mengetahui kelebihan dan tantangan yang ada maka diharapkan Anda akan lebih mantap lagi dalam menyiapkan pendidikan anak. Semoga artikel ini bermanfaat.

 

 

Demikian artikel ini kami buat semoga memberikan gambaran bagi anda tentang serba serbi dunia pendidikan. Apabila ada pertanyaan tentang pendidikan alternatif Anda bisa hubungi kami di https://piwulangbecik.sch.id untuk informasi lebih lanjut.

Simak Cara Menciptakan Lingkungan Belajar yang Menyenangkan untuk Anak di Rumah

Simak Cara Menciptakan Lingkungan Belajar yang Menyenangkan untuk Anak di Rumah

Kegiatan belajar di rumah menjadi tantangan tersendiri bagi beberapa orangtua saat-saat ini. Kondisi rumah dan ruang belajar tentu saja memiliki berbeda, misalnya di rumah Anda terlalu banyak perabotan sehingga ruang belajar yang dimiliki anak tidak terlalu besar. Namun tenang saja, dengan melakukan perubahan kecil maka kondisi rumah sekarang ini bukanlah penghalang untuk anak terus belajar dengan baik.

 

 

Seorang konsultan psikologi dan Coach Trainer Achsinfina H Sinta dikutip dari CNN Indonesia, menjelaskan jika proses belajar di rumah mesti dibangun dengan cara menyenangkan agar anak termotivasi untuk belajar dengan sendirinya dan paham materi yang diberikan. Belajar di rumah tentu berbeda jauh dengan belajar di institusi pendidikan biasanya karena ada keterbatasan ruang, teknologi, serta banyak perusaban yang mesti dilakukan di rumah yang terkadang membuat menjadi tidak praktis menjadi hal yang dipikirkan oleh kebanyakan orangtua. Akan tetapi kembali lagi hal-hal tersebut sebenarnya bukanlah menjadi penghalang bagi anak untuk mendapatkan lingkungan belajar yang menyenangkan di rumah.

Untuk itu, sebagai orangtua Anda perlu tahu bagaimana menciptakan lingkungan belajar yang aman dan menyenangkan bagi anak,s ehingga proses belajar tidak terhenti begitu saja selama masa pandemi. Oleh sebab itu, berikut ini hal-hal yang bisa Anda lakukan untuk membangun lingkungan belajar yang menyenangkan bagi anak di rumah:

1.      Sisihkan area tertentu di rumah yang dikhususkan untuk belajar

Cobalah tengok bagian rumah, adakah ruang yang jarang dipakai? Pilihlah satu tempat khusus yang nanti akan digunakan untuk rutinitas belajar anak. Jika tidak ada ruangan khusus, Anda juga bisa memanfaatkan ruang tamu atau ruang keluarga sebagai tempat anak belajar setiap harinya. Area tersebut sangat mudah diakses, sehingga Anda dapat memantau proses belajar anak.

2.      Jaga kebersihan area belajar anak

Pastikan tempat anak belajar selalu bersih dan nyaman, hal ini akan membuat anak lebih berkonsentrasi saat belajar. Pastikan pula kondisi tempat tersebut tertata dengan rapi, kondisi yang bersih rapi akan membuat suasana hati anak membaik sehingga semangat belajar pun akan tumbuh. Selain itu, jauhkan anak dari berbagai bentuk distraksi (gangguan) seperti Televisi dan lain sebagainya.

3.      Buat lingkungan belajar yang personal

Saat anak sudah belajar, pastikan area tersebut memang personal baginya. Anda bisa menanyakan apakah ia perlu ditemani atau tidak. Jika anak ingin memiliki ruang sendiri, maka biarkan anak untuk mengeksplorasi dirinya saat belajar. Penting bagi orangtua untuk menanyakan cara belajar seperti apa yang disukai anak.

4.      Gunakan teknologi jika memang dibutuhkan

Agar anak tetap belajar dengan baik, siapkan segala kebutuhannya, seperti buku bacaan, alat tulis, bahkan gawai penunjang. Anda bisa tanyakan kira-kira apa saja yang anak butuhkan saat belajar di rumah. Jika memang membutuhkan gawai sebagai penunjang belajar, ajarkan anak untuk fokus memfungsikannya hanya untuk belajar. Anda bisa membuat kesepakatan bersama dengan anak agar gadget tersebut tidak menjadi pengganggu fokus anak.

5.      Atur jadwal rutinitas anak

Meskipun tengah belajar di rumah, tentu anak harus memiliki jadwal belajar dan kegiatan lainnya secara seimbang. Kebosanan merupakan tantangan terbesar ketika anak belajar di rumah. Jika dari pihak pengajar sudah memberikan jadwalnya, maka ajarkan anak untuk mematuhi jadwal tersebut. Atau Anda bisa juga memandu anak untuk mengatur jadwal kegiatannya sendiri. Beri pemahaman penuh tentang pentingnya menjalankan sesuatu sesuai dengan jadwal.  Selain itu, saat sisihkan jeda waktu anak untuk bermain di sela-sela kegiatan belajarnya. Hal ini bertujuan agar proses belajar tidak terlalu membebani anak.

6.      Buatlah target belajar

Agar anak lebih termotivasi dan menikmati proses belajar di rumah, maka tak ada salahnya jika anda membuat target. Target ini bisa didiskusikan bersama anak serta berikan apresiasi yang disepakati bersama. target bisa dimulai dari yang kecil hingga yang besar, namun yang perlu diingat buatlah target tersebut sesuai dengan kompetensi anak.

Demikian cara yang bisa Anda terapkan untuk mendukung proses belajar anak di rumah. Kami memahami bahwa membangun ruang belajar anak di rumah akan menjadi tantangan tersendiri. Selama masa pandemi kebutuhan akan lingkungan belajar yang baik menjadi PR tersendiri bagi banyak orangtua, namun bukan berarti itu menjadi masalah yang besar. Dengan cara cerdas menyiasatinya maka proses belajarpun akan berjalan lancar.