Tanya Jawab Seputar PKBM PBx saat Kunjungan Teman PHI

Hari Rabu 26 Desember 2018 lalu, tim PHI (Perkumpulan Homeschooler Indonesia)  berkunjung ke PKBM Piwulang Becik.

Sebelum jam 8 pagi, mbak Ellen Kristi dan mbak Anggrahenny C Putri dari Semarang telah hadir terlebih dahulu. Beberapa saat kemudian mbak Noor Aini Prasetyawati dengan putranya, R, dari Solo hadir. Dan setelah beberapa waktu, mas Sapta Nugraha dari Yogyakarta bergabung. Diskusi menjadi lebih seru.

Cukup lama juga, sekitar 5 jam lebih, kami berbincang seputar hal ihwal homeschooling di tanah air. Dan berikut adalah sedikit ringkasan dari hasil perbincangan kami tersebut, yang bisa jadi juga adalah pertanyaan-pertanyaan dari banyak teman tentang PKBM Piwulang Becik (PBx).

pendidikan yang berakar kuat dalam budayanya sendiri

tetapi terhubung dengan budaya dunia luar yang lebih luas

  1. PBx bukanlah pkbm berlabel homeschooling, lembaga homeschooling atau perkumpulan homeschooler yang dilembagakan. PBx terbuka bagi semua, baik itu HSer, siswa sekolah formal atau nonformal dari PKBM lain pun bisa ikut belajar dan berkegiatan di PBx. Tidak terbatas untuk siswa dari Salatiga saja, siswa dari seluruh Indonesia juga bisa bergabung dengan mengikuti kelas dan tutorial online.
  2. PBx menerapkan sistem belajar modular online dari Setara Daring Kemdikbud ; sebuah LMS ( Learning Management System ) yang track record pembelajaran siswanya diakui oleh diknas, dimana siswa belajar dengan kecepatan masing-masing sesuai Kontrak Belajar.
  3. Tatap Muka peserta didik dan orang tua dengan PBx dilakukan di simpul PBx, saat berkunjung ke PBx atau PBx yang mengunjungi peserta didik. Juga disediakan pembelajaran secara online dan tutorial. Dengan sistem modular, ujian modul sesuai dengan Kontrak Belajar masing-masing yang telah disetujui di awal. Dan ini menggantikan UTS dan UAS (dengan jadwal yang telah ditentukan secara serentak).
  4. PBx tidak memungut/menarik/mengutip biaya pendidikan kepada peserta didik. Tapi kami memberikan kesempatan kepada orang tua jika ingin memberikan sumbangan secara sukarela. Sumbangan tersebut akan kami catat dengan rapi dan bisa disalurkan lewat rekening yayasan pendidikan.
  5. Bagi anak yatim dan/atau tidak mampu, PBx justru tidak mau menerima sumbangan. PBx dengan senang hati memberikan pelayanan yang penuh kepada mereka, sama seperti lainnya, tanpa dibedakan. PBx selalu mengusulkan mereka di program pemerintah KIP (Kartu Indonesia Pintar).
  6. PBx tidak akan menerima permintaan untuk pembuatan rapor atau ijazah secara ilegal. PBx berkomitmen untuk taat peraturan, tidak melanggar hukum. PKBM dan pemerintah telah memberikan banyak kemudahan kepada praktisi homeschooler atau siswa informal/nonformal. Jalur yang baik, benar dan legal bisa ditempuh … jadi tidak ada alasan untuk mencari celah secara ilegal.
  7. PBx akan memandu keluarga menyusun portofolio anak secara disiplin dan rapi. Mengumpulkan Portofolio wajib dibuat oleh setiap anak didik sebagai pembelajaran akan pentingnya membangun skilset sedari dini. Karir anak dirintis dan ditekuni sedari dini, bukan nanti. Dimulai dari yang sederhana dan yang mampu dilakukan saat ini.
  8. Karenanya PBx menuntut komitmen anak dan orangtua untuk disiplin membaca materi, mengerjakan tugas dan evaluasi sesuai arahan pemerintah. Walau ini tidak bisa diartikan memindahkan kurikulum sekolah formal ke rumah, karena kurikulum pendidikan non formal dari pemerintah sudah sangat memberikan kebebasan kepada para siswa untuk menjalankan program atau proyeknya sendiri secara mandiri. Dan PBx mengakomadasikan hal ini ke dalam sistem pembelajarannya, project based education.
  9. PBx bukanlah lembaga bimbingan belajar. Tidak ada pembelajaran secara reguler untuk setiap mata pelajaran. Tetapi PBx bersedia membimbing siswa yang akan menghadapi UN atau mengambil UTBK (Ujian Tulis Berbasis Komputer) seperti yang telah dilakukannya selama ini, baik siswa dari PKBM PBx, PKBM lain, atau pun sekolah formal lainnya.
  10. PBx bukanlah sebuah agen atau biro konsultan untuk bersekolah ke luar negeri, tetapi PBx bersedia untuk berbagi pengalaman kepada anak yang hendak melanjutkan kuliah ke luar negeri.
  11. PBx bukanlah sekolah, mengajar atau tempat ujian kurikulum internasional. Tetapi dengan pengalamannya, PBx bersedia untuk memberikan info seputar ujian Cambridge IGCSE/A-Level (British Curriculum) dimana di Indonesia, seorang HSer bisa ikut Ujian IGCSE sebagai Private Candidates di tempat-tempat yang tersebut di situs tersebut. Atau mengambil SAT (American Curriculum) yang juga mempersilakan HSer untuk hanya mengikuti ujian SAT saja tanpa bergabung ke sekolah internasional sebagai Home-Schooled Students.
  12. Peserta didik wajib datang ke kota Salatiga untuk mengikuti UN.

Wuih, banyak juga yang sudah dibahas dan didiskusikan. Paling tidak, ini akan memberikan gambaran luas tentang dunia pendidikan non formal, homeschooling dan menjadikan PKBM HS-Friendly.

Terimakasih atas kehadiran dan info-info yang telah dibawa oleh para pegiat PHI. Mari kita bersama-sama memajukan pendidikan di negeri ini. Dan terimakasih atas hadiah buku Cinta Yang Berpikir nya dari mbak Ellen Kristi.

Belajar Menahan Diri

Makanlah seperlunya.
Tidak semua yang tersedia
musti habis untuk dirinya.
Ingatlah teman lainnya.

Perut ada batasnya.
Butuh ruang antara.
Berjejal, sumpek jadi susah mencerna.
Bukan sehat, nanti jatuh sakit jadinya.

Kalau terlalu sering mencerna,
kapan kerjanya.

Nafsu perlu terkendali.
Belajarlah menahan diri.

Read more

Kesenian Yang Berdampak

Dengan semangat berangkat dari yang mampu , anak-anak mulai berlatih menggambarkan pesan yang akan disampaikan, yang sebenarnya berisi sebuah cerita dari kejadian yang ada di sekitarnya. Dengan begitu mereka melatih kepedulian dari konteks kejadian.

Misal: mengatur sandal dengan rapi, makan jangan berlebihan, berjalanlah dengan sadar, parkir sepeda yang benar, belajar menahan diri, dsbnya.

Kak Kliwon dan Mas Wegig mendampingi proses belajar anak-anak ini. Semua usia dan kemampuan berada dalam kelas yang sama, karena kami dan anak-anak berlatih saling menghargai proses teman lainnya. Kita menghargai ide-ide asli mereka.

Setelah itu, mereka bisa menceritakan kembali gambarnya.

Dari sinilah kakak-kakak pendamping belajar dari anak-anak tentang kepedulian. kemudian kepedulian dan ide dari gambar anak-anak tersebut diterjemahkan lagi oleh kak Kliwon dan mas Wegig menjadi gambar seperti yang telah kita kirim sebelum-sebelumnya itu.

Di awal, kakak menjadi guru, tetapi kemudian kakak berguru kepada murid untuk kepedulian dan idenya.

Dan ternyata karya anak dan pendamping ini berdampak dalam keseharian mereka.

Mereka merasa dihargai, saling peduli dan saling menasehati.

Makan Bersama

Antri dan mengambil makan seperlunya saat makan bersama dengan memperhatikan teman lain adalah awal dari belajar kepedulian dan keadilan.

Tuhan ciptakan alam penuh dengan keseimbangan. Sumber daya yang ada telah dan akan selalu mencukupi penghuninya, selama mereka bisa berbagi dengan adil dan memperhatikan kebutuhan lainnya.

bumi mampu memenuhi setiap kebutuhan manusia, tetapi tidak akan mencukupi keserakahan manusia
(Mahatma Gandhi)

Tetapi jika hanya memikirkan kepentingan, kebutuhan, kesenangan dan kepuasannya sendiri … dunia yang luas inipun tidak pernah akan mencukupinya.

Awal dari kedholiman adalah berebut, baik dengan kaki, tangan bahkan parang. Mulailah untuk tidak saling rebut makanan, karena bisa jadi awal dari sebuah keserakahan.

Rabindranath Tagore

Dilahirkan dengan nama Robindronath Thakur, Kolkata India 7 Mei 1861, wafat 7 Agustus 1941. Penyair dan filsuf yang mendapat anugerah Nobel dalam bidang sastra tahun 1913 melalui karya puisinya: Gitanjali. Git berarti lagu dan Anjali berarti persembahan.

“Dan karena aku mencintai kehidupan,
maka aku pun tahu
ku harus cintai juga kematian.
Layaknya bayi menangis,
seketika ibu pindahkan dari tetek kanan,
yang dalam sekejap,
tuk dia temukan tetek sebelah kiri.
Begitulah penghiburan.”.

Tagore berusaha untuk menyeimbangkan kecintaannya terhadap perjuangan kemerdekaan India dengan kepercayaannya kepada humanisme yang universal dan kekhawatirannya akan ekses-ekses nasionalisme.

Saya telah menjadi seorang yang optimis menurut versi saya sendiri. Jika saya tidak berhasil mencapainya dengan melewati satu pintu, saya akan mencobanya dengan melewati pintu yang lain. atau saya harus membuat sebuah pintu baru. Sesuatu yang luar biasa akan saya capai betapapun gelapnya masa sekarang ini.

Tagore menjadikan Shantiniketan sebagai benang penghubung antara India dengan dunia yang melintasi batas bangsa dan geografis. Sekolah yang kemudian ia namakan Visva-Bharati dengan slogannya Yatra Visvam Bhavatyekanidam (tempat seluruh dunia dapat menemukan sarang).

Awan-awan datang mengambang kedalam kehidupanku, tidak lagi membawa hujan atau mendatangkan badai, tetapi untuk menambah warna kepada langitku pada waktu sang mentari terbenam.

Ia mengembangkan kurikulum yang merupakan perpaduan unik antara seni, nilai-nilai kemanusiaan dan pertukaran budaya pada prinsip-prinsip humanisme, internasionalisme, dan lingkungan yang berkelanjutan. Salah satu pendidik awal yang berpikir tentang Desa Global, sebuah pendidikan yang berakar dalam di lingkungan terdekat seseorang tetapi terhubung dengan budaya dunia yang lebih luas.

“Pendidikan tertinggi tidak hanya memberi informasi, tetapi membuat semua keberadaan selaras dengan hidup INI”

Ki Hadjar Dewantara

Nama kecilnya adalah Raden Mas Suwardi Surjaningrat, (lahir 2 Mei 1889, wafat 26 April 1959 di Yogyakarta). Pendiri Taman Siswa di bulan Juli 1922, sebuah jaringan sekolah yang meluas dan berpengaruh, dimana sangat menggalakkan modernisasi tetapi tetap berpijak kepada kearifan lokal dan budaya Indonesia.

Semboyan Tut Wuri Handayani yang berasal dari tradisi Jawa, digaungkan lagi oleh Ki Hadjar Dewantara. Menjadi masyhur dan kemudian dijadikan slogan Kementerian Pendidikan Nasional Indonesia.

PENGAJARAN DAN PENDIDIKAN DI TAMAN SISWA

Pengajaran dan pendidikannya menekankan kepada budaya kehidupan tradisional Jawa. Tetapi pengetahuan dari dunia Timur dan Barat dikenalkan juga, diajarkan untuk membantu siswanya menghadapi tantangan dunia modern pada jaman itu. Maka tidak heran jika pemikiran dari pujangga besar India Rabindranath Tagore, yang pernah mengunjungi pusat perguruan Taman Siswa di Yogyakarta pada 1927 dan Maria Montessori dari Italia, yang sempat berkunjung ke Taman Siswa tahun 1941, telah dikenal dengan baik.

Ki Hadjar Dewantara mengagumi ide Montessori yang membongkar dunia pendidikan lama kemudian membangun aliran baru. Montessori membangun perkembangan psikologis, kehidupan jasmani anak-anak, menstimulasi dan mengoptimalkan perkembangan kognitif dan panca-inderanya. Tetapi Taman Siswa dikembangkan lebih dari itu, yang mengutamakan perkembangan batin anak-anak, mengajarkan anak untuk mengenal penciptaNya.

Ki Hajar mengatakan pendidikan yang “Sangat mengabaikan kecerdasan budi-pekerti sehingga menimbulkan penyakit intellektualisme yakni mendewakan angan-angan, yang menimbulkan kemurkaan-diri atau individualisme dan kemurkaan-benda atau materialisme, itulah yang menyebabkan hancurnya ketentraman dan kedamaian di dalam hidupnya masyarakat!”

Sementara itu, sistem pendidikan Tagore menjadikan anak sebagai alat dan syarat untuk memperkokoh kehidupan kemanusiaan terutama dalam religiusitas, tetapi kurang memperhatikan masalah kognitif dan psikologis.

Taman Siswa mengembangkan sistem pendidikan tradisi Jawa – yang bisa jadi – telah mencakup ide dari sistem Montessori dan Tagore.

PENDIDIKAN YANG BERDAMPAK SOSIAL

Baginya, pendidikan tidak hanya berdampak kepada pribadi pembelajar saja, tetapi juga kepada masyarakat luas. Kepedulian kepada keadaan sekitarnya yang terjajah, membangkitkannya untuk aktif dalam perjuangan melawan ketidakadilan tersebut. Selain aktif di organisasi Sarekat Islam, bersama Douwes Dekker (Dr Danudirdja Setyabudhi) dan dr Cipto Mangoenkoesoemo, mereka mendirikan Indische Partij (partai politik pertama yang beraliran nasionalisme Indonesia) pada tanggal 25 Desember 1912 yang bertujuan mencapai Indonesia merdeka.

Ki Hajar Dewantara memprotes perayaan 100 tahun bebasnya negeri Belanda dari penjajahan Prancis dengan menarik uang dari rakyat jajahannya untuk membiayai pesta perayaan tersebut. Tulisannya di surat kabar De Expres pada 13 Juli 1913, yang diterbitkan oleh the Indische Partij, berjudul “Als ik een Nederlander was” (Seandainya Aku Seorang Belanda) sangat mengena dan kritikan pedasnya menggema:

“Sekiranya aku adalah seorang Belanda, aku tak akan membuat pesta kemerdekaan di negeri yang telah kurampas sendiri kemerdekaan mereka. Sejalan dengan pikiran tersebut, bukan saja tak adil, tapi juga tak pantas untuk menyuruh para inlander memberi sumbangan untuk dana pesta tersebut. Ide pesta itu saja sudah menghina mereka sendiri, dan sekarang kita rampok pula kantong mereka. Teruskan saja penghinaan itu! Andai saja aku seorang Belanda, hal yang paling menyinggung perasaanku dan kawan sebangsaku ialah kenyataan bahwa pribumi diharuskan ikut membayar pesta yang mereka tidak punya kepentingan apapun bagi mereka!”.

Karena tulisan ini, dia diasingkan ke Belanda pada tahun 1913 dan baru dipulangkan ke Indonesia pada September 1919.

Dengan jasa-jasanya yang besar ini, maka pemerintah RI menetapkan hari kelahirannya, 2 Mei, sebagai Hari Pendidikan Nasional.

PEJUANG KEMERDEKAAN

Menariknya, di Iran, tanggal 2 Mei ditetapkan sebagai Hari Guru, untuk mengenang jasa besar Murtadha Muthahari seorang pejuang pendidikan dan melawan kediktatoran. Beliau dibunuh oleh kelompok Furqan yang anti Revolusi pada tanggal 1 Mei 1979. Kalau Ki Hajar Dewantara memprotes perayaan 100 tahun bebasnya negeri Belanda, Murtadha Muthahari dijebloskan ke penjara oleh rezim saat itu karena menentang perayaan mewah memperingati 2500 imperium Persia ditengah-tengah kemiskinan dan kemelaratan rakyat Iran.

Keduanya dikenang sebagai Penegak Keadilan ; bapak pendidikan sekaligus pejuang kemerdekaan.

Kinerja atau Kelengkapan

Lembaga pendidikan formal & non-formal, sering mendapat tantangan antara kinerja dan kelengkapan (Performance or Compliance). Compliance mengurusi kelayakan bangunan gedung, sertifikat pengajar, laboratorium, komputer, dll.

Terlihat ketika dulu banyak sekolah menyediakan AC dan karpet di dalam kelas ketika menyelenggarakan RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional). Menyediakan buku bilingual (bhs inggris-indonesia). Kmd guru sibuk ujian sertifikasi.

Tapi itu semua tidak meningkatkan juga sekolah tersebut ke taraf internasional. RSBI kmd dibubarkan. Terbukti bahwa mengejar compliance saja, hanya menghabiskan waktu & biaya. Tujuan utama pendidikan justru terlupakan.

Manajemen sibuk dengan bangunan, tetapi siswa terlupakan. Guru sibuk mengejar sertifikasi, tetapi lupa mengajar para siswi. Semua sibuk dengan fasilitas sekolah dan lupa bhw tujuan utama adalah mengentaskan siswa.

Kinerja atau Pemenuhan adalah dua hal yang idealnya berdampingan. Tapi dalam kehidupan sehari-hari, keduanya kadang adalah pilihan. Bukan karena biaya saja, tetapi lebih kepada prioritas. Prioritas pendidikan itu siswa atau bangunan sekolah?

Sekolah tidak akan pernah ada jika tidak ada siswa. Tetapi, siswa tanpa sekolah masih tetap siswa, yang bisa belajar dimana dan kapan saja. Dengan segala yang dia punya. Siapkah pendidikan kita berpusat kepada siswa ?

Beruntungnya, pemerintah sekarang menjadikan siswa sebagai pusat dari pendidikan. Bukan slogan, tetapi dilakukan. BAN PNF (Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Non Formal) mulai mengganti akreditasi dari compliance mjd performance.

adab, BUDI PEKERTI DAN BAHASA, NALAR, LOGIKA

Kmd dikenalkannya Tes Potensi Skolastik (TPS) & Tes Kompetensi Akademik (TKA) di UTBK (Ujian Tulis Berbasis Komputer) yg memberi porsi TPS lebih dari TKA, yg lebih menekankan kpd nalar dan komunikasi.

Tes Potensi Skolastik (TPS) lebih mudah dipelajari oleh siswa dengan fasilitas paling minim, karena hanya butuh: logika dan budi bahasa, saja.

Jika logika dan budi bahasa seorang siswa sudah terlatih dengan baik, maka bukan hanya UN dan UTBK saja mjd mudah baginya. Ujian Cambridge IGCSE dan A-Level, IB, SAT atau ujian internasional lainnya juga akan mjd lebih mudah.

Jangan remehkan lagi PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) yang minim fasilitas & guru bersertifikat. Krn mereka lebih memprioritaskan softskill: logika, budi bahasa & budi pekerti, drpd gedung tinggi. Dan bukankah pendidikan spt ini yg dicari?

Sandal Jepit

Mengatur sandal jepit kelihatannya sederhana. Tetapi, belajar adab memang dari hal yang kecil. Jika adab yang mudah saja tidak bisa, bagaimana mungkin akan beradab kepada hal yang lebih besar lagi.

Aturlah sandal dengan rapi, tidak berserakan kemana-mana, tidak meletakkan sandal di atas sandal teman lainnya.

Ada suatu kisah nyata, dimana seorang arif pada hari ke-empat tidak mengajarkan lagi tentang adab berbuat baik dan tidak dholim. Murid-muridnya yang sudah datang menunggu dan menunggu hingga akhirnya mereka bertanya-tanya, apakah pengajarnya sedang sakit? Sehingga mereka kemudian datang ke rumahnya dan mendapati sang arif ini sehat wal afiat. Mereka agak bingung, kalau sehat, kenapa tidak mengajar hari itu?

Sang arif kemudian berkata, setelah tiga hari aku mengajarkan kepada kalian supaya tidak berbuat dholim, ternyata kalian masih belum paham juga, apa itu dholim. Tidakkah kalian tahu bahwa meletakkan sandal berantakan dan di atas sandal lainnya adalah perbuatan dholim. Kalian telah mendholimi sandal lainnya dengan menginjak-injaknya dan merasa bahwa sandal kalian berhak melakukan itu dan bahkan ada yang terbersit bahwa sandalnya lebih bagus dan mulia daripada sandal lainnya yang jelek dan murahan.

Jika terhadap sandal saja kalian berbuat dholim, maka terhadap yang lainnya pun kalian secara tidak sadar juga akan melakukan kedholiman serupa. Jika masih meremehkan hal yang kecil, maka kalian tidak bisa memegang amanah kepada hal yang besar.

beradab dari yang sederhana

Dari yang mudah inilah kemudian meningkat, seperti menata tempat tidurnya, membersihkan rumah, membuang sampah pada tempatnya … hingga nanti beranjak kepadai adab berguru, belajar, berkarnya dan seterusnya.

bagaimana mau menata adab keluarga, jika menata sandal saja belum bisa.

Drone di Piwulang Becik

Mas Iwan yang sekarang masih tinggal di Singapura, berkesempatan untuk menginap di Piwulang Becik bersama keluarganya dan mengabadikan pemandangan yang bagus dari kamera di drone.

Tak lupa  pula, mereka bercerita tentang pendidikan dan bagaimana para homeschooler menempuh ujian di Singapura.

Homeschooling di Singapura

Selasa 11 Juni 2019 menjelang maghrib, mas Iwan dan mbak Hani sekeluarga berkunjung dan bermalam di Piwulang Becik. Banyak cerita tentang perkembangan pendidikan di Singapura. Jenjang pendidikan, sistem Cambridge ala Singapura, kegiatan komunitas dan banyak hal yang berhubungan dengan dunia IT.

Salah satu yang menarik adalah adanya Tuition Centre yang sebenarnya bertujuan sebagai tempat untuk para pelajar dari luar ketika akan memasuki sekolah di Singapura. Semacam preparation to study in Singapore. Tuition Center atau mirip dengan lembaga bimbingan belajar ini jenjangnya dari Primary (kelas 1 – 6 SD), Secondary (kelas 7 – 10 SMP) sampai Junior College (kelas 11 – 12 SMA).

Tuition Centre mirip dengan Bimbingan Belajar

Kalau pun seandainya mereka tidak memasuki sekolah formal, dari Tuition Centre ini mereka diperbolehkan untuk mengambil exam di The Primary School Leaving Examination (PSLE, semacam UN SD), O-Level di Secondary (UN di SMP) dan A-Level di JC (UN di SMA) … sebagai Private Candidate dengan memenuhi subject yang telah ditentuk oleh pemerintah Singapura.

Namun, ujian PSLE, O-Level dan A-Level tersebut harus sesuai dengan batasan umur yang telah ditentukan. PSLE (12 tahun), O-Level (16 tahun), A-Level (18 tahun). Jadi, walaupun si anak telah siap untuk maju exam, tapi jika belum memenuhi umur tersebut, mereka harus menunggunya.

siswa di tuition centre dapat langsung mengambil exam

Itulah serba serbi dari salah satu cara ber homeschooler di Singapura. Setiap negara akan mempunyai peraturan dan ketentuan yang musti ditaati, semata mata karena setiap negara ingin penduduknya mendapatkan pendidikan yang terbaik.