Jangan Menyamakan Cara Belajar Anak, Simak Gaya-Gaya Belajar Yang Tak Banyak Orang Paham

Jangan Menyamakan Cara Belajar Anak, Simak Gaya-Gaya Belajar Yang Tak Banyak Orang Paham

Apakah anda termasuk orangtua yang memarahi anak saat ia menonton video animasi di YouTube padahal sudah waktunya belajar? Jika iya, cobalah tahan emosi Anda sejenak. Cobalah duduk di samping anak, kemudian tunggu sampai videonya berakhir. Jika sudah, tanyakan pada anak apa yang mereka tonton barusan, mintalah mereka agar menceritakan ulang apa saja yang terjadi dalam video animasi tersebut. Jika anak ternyata menjelaskan dengan baik tentang apa yang mereka tonton, bisa jadi menonton video adalah cara belajarnya.

Jangan Menyamakan Cara Belajar Anak, Simak Gaya-Gaya Belajar Yang Tak Banyak Orang Paham

Contoh di atas hanya sebuah ilustrasi yang mungkin sering terjadi di sekitar kita. Sampai saat ini masih banyak orangtua yang belum memahami jika ternyata gaya belajar setiap anak itu berbeda. Sehingga jika sebuah kelompok belajar hanya menggunakan satu metode pengajaran saja, maka sangat memungkinkan bagi beberapa anak untuk tertinggal materi. Ini belum tentu karena anak tersebut tidak memperhatikan si pengajarnya,  bisa jadi anak-anak tersebut kurang cocok dengan metode belajar yang disampaikan oleh pengajar.

Tak banyak orang yang tahu jika ada beberapa jenis gaya belajar yang dimiliki setiap anak ataupun orang dewasa. Sayangnya, masih banyak orang yang tak menyadari itu, padahal dengan memahami gaya belajarnya maka seseorang akan lebih cakap dalam memperluas pengetahuan. Untuk itu, pahami beberapa gaya belajar yang ada di bawah ini.

Gaya belajar visual

Gaya belajar ini berfokus pada penglihatan, saat anak mendapatkan materi baru mereka umumnya melihat secara visual terlebih dahulu agar memahami materi tersebut. Gaya belajar visual umumnya berkaitan dengan gambar, akan tetapi tak menutup kemungkinan jika mereka nyaman belajar dengan penggunaan warna-warna, garis, ataupun bentuk. Hal ini, membuat anak yang memiliki gaya belajar visual lebih cepat memahami nilai-nilai artistik. Untuk mengatahui apakah anak termasuk orang yang memiliki gaya belajar visual berikut ciri-cirinya:

  1. Lebih mudah mengingat apa yang dilihatnya dibanding didengarkan
  2. Lebih suka membaca dibanding dibacakan
  3. Berbicara dengan tempo yang cepat
  4. Cukup memperhatikan penampilannya
  5. Sulit menerima instruksi secara verbal, cenderung memahami peringatan yang tertulis
  6. Suka menggambar apapun di kertas atau buku

Jika anak Anda termasuk dalah gaya belajar ini, maka anda bisa menjadikan media video dan gambar yang menarik agar anak cepat belajar hal baru. Berikan buku yang bukan hanya berisi tekst saja, berikan buku yang terdapat ilustrasi, jika perlu sediakan pridol warna-warni untuk membuat catatan anak.

Gaya belajar auditori

Gaya belajar auditori mengandalkan indera pendengaran untuk menerima berbagai sumber informasi dan pengetahuan. Anak dengan gaya belajar ini tidak mempermasalahkan tampilan visual saat mengajar, yang terpenting dia dapat mendengarkan apa yang orang lain jelaskan padanya dengan baik. Sehingga, anak yang memiliki gaya belajar ini cenderung peka dan hafal setiap perkataan yang didengarnya. Adapun ciri-ciri yang menandakan jika anak memiliki gaya belajar auditori:

  1. Senang mendengarkan
  2. Mudah terdistraksi dengan keramaian
  3. Kesulitan saat memahami hal baru yang melibatkan visual
  4. Pandai meniru nada atau irama suara
  5. Senang membaca dengan mengeluarkan suara atau menggerakkan bibir saja
  6. Fasih berbicara
  7. Mudah mengingat nama saat berkenalan dengan orang baru

Jika anak anda memiliki ciri-ciri di atas, maka untuk mendukung proses belajarnya anda bisa menyetel musik relaksasi saat belajar, merekam pengajar kemudian didengarkan kembali, biarkan anak membaca buku dengan bersuara. Serta ajak anak untuk berdiskusi dengan temannya akan lebih mudah memahami dan mengingat materi.

Gaya belajar kinestetik

Gaya belajar yang terakhir adalah gaya belajar yang melibatkan gerakan tubuh. Biasanya anak yang memiliki gaya belajar ini cenderung mempelajari dengan mempraktikannya. Misalnya, anak bukan hanya sekadar membaya namun ia juga menggerakan tangan atau kakinya untuk memperjelas apa yang dibacanya. Selain itu, dengan melakukan atau menyentuh objek yang dipelajari mereka akan memperoleh pengalaman tersendiri. Sehingga anak yang memiliki gaya belajar ini termasuk anak yang susah diam. Adapun ciri-ciri yang dimiliki:

  1. Lebih suka belajar secara praktik
  2. Kedulitan untuk menulis namun pandai bercerita
  3. Menyukai aktivitas yang melibatkan gerakan tubuh seperti olahraga atau menari
  4. Dapat berkomunikasi dengan isyarat tubuh
  5. Menghafal dengan cara berjalan

Jika anak anda memiliki ciri-ciri di atas, maka sebagai orangtua yang perlu dilakukan ajaklah anak untuk mempraktikan apa yang mereka pelajari. Biarkan anak bereksperimen dari materi yang dia peroleh, ajak anak untuk mengunjungi tempat wisata edukasi bisa museum, pusat kebudayaan, agrowisata berkebun dan lain sebagainya.

Dengan memahami gaya belajar anak, maka akan lebih mudah bagi mereka untuk menerima materi baru atau mengasah kemampuan yang dimiliki. Sayangnya, masih banyak orangtua yang belum peka dengan gaya belajar anaknya. Untuk itu, orangtua harus membangun kedekatan yang baik dengan anak serta menjadi pihak pendamping selama proses belajar mereka. Semoga artikel ini bermanfaat.

 

 

Demikian artikel ini kami buat semoga memberikan gambaran bagi anda tentang serba serbi dunia pendidikan. Apabila ada pertanyaan tentang pendidikan alternatif Anda bisa hubungi kami di https://piwulangbecik.sch.id untuk informasi lebih lanjut.

Dongeng Bukan Sekadar Penghantar Tidur, Dongeng Metode Pendidikan Yang Manjur

Dongeng Bukan Sekadar Penghantar Tidur, Dongeng Metode Pendidikan Yang Manjur

Pernahkah Anda membacakan dongeng pada anak sebelum tidur?

Meskipun bukan untuk meninabobokan mereka, banyak orang yang meyakini jika metode berdongeng bukan hanya sekadar ritual menjelang tidur. Metode berdongeng atau bercerita menjadi cara mendidik anak yang sudah ada sejak dulu dan banyak dipraktekan sampai sekarang. Jika diperhatikan dalam kitab suci agama manapun, Tuhan menggunakan kisah-kisah untuk membimbing umat manusia di bumi ini. Selain itu, di Indonesia sendiri ada banyak dongeng legenda, fabel, dan buku cerita karangan anak lainnya. Bahkan banyak sekolah, perpustakan umum, dan rumah-rumah yang mengoleksi buku dongeng agar bisa dibaca anak.

David Mc Clelland, sempat meneliti tentang membandingkan dua negara besar yakni Spanyol dan Inggris pada abad ke-16. Kedua negara tersebut mengalami perubahan dan perbedaan yang nyata, Negara Inggris menjadi negara yang lebih maju dibandingkan Spanyol. Setelah David Mc meneliti, ternyata cerita atau dongeng yang berkembang sangat berpengaruh terhadap perkembangan pada kedua negara tersebut. Di negara Inggris kebanyakan cerita/dongeng yang dibawakan bertemakan ajakan atau merangsang pendengarnya untuk berprestasi. Sehingga cerita tersebut membawa “Virus” the need for achievement atau dibutuhkan prestasi yang kemudian disimbolkan dengan “n-Ach”.  Sedangkan negara Spanyol menggunakan dongeng/cerita yang bersifat meninabobokan saja.

Saat ini, sepertinya Indonesia mengalami kondisi seperti negara Spanyol di abad ke-16. Hal ini bisa dilihat dari merosotnya mental dan karakter bangsa kita yang tampak jelas dan sering muncul di kabar berita. Misalnya kabar tawuran antar pelajar, bullying dan pelecehan yang banyak dilakukan tanpa memandang usia, pencurian, kasus KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) yang dilakukan oknum pejabat, dan masih banyak lagi. Memang ada banyak faktor yang menyebabkan tindakan tersebut, salah satunya adalah pendidikan yang diperoleh dari usia dini. Hilangnya cara mengajar bercerita atau berdongeng, baik di lembaga pendidikan ataupun di rumah turut mengambil andil tentang sikap dan perilaku anak di masa mendatang. Dongeng juga menjadi salah satu metode yang efektif dalam menanamkan pendidikan karakter anak sedari dini. Dibutuhkan kerja keras dan upaya semua pihak untuk memperbaiki karakter bangsa yang tengah terpuruk. Membudayakan kembali bercerita dan berdongeng adalah hal positif bagi anak-anak usia dini agar mereka dapat memahami nilai-nilai kehidupan.

Ada banyak fungsi cerita atau dongeng bagi anak-anak yang tidak diketahui banyak orang, antara lain:

1.      Membangun kontak batin

Kontak batin bukan hanya dimiliki oleh ibu dan anak saja, kontak batin juga dimiliki oleh siapapun yang tengah menjadi hubungan, termasuk pengajar dan peserta didik. Berdongeng/bercerita adalah salah satu cara membangun kontak batin tersebut. Jika kontak batin berhasil terhubung, maka hal ini akan berdampak positif, seperti anak akan lebih menyayangi dan menghormati pengajarnya, pihak pengajar akan mendapatkan perhatian anak, serta pengajar akan menjadi sosok yang diteladani dan dipercayai.

2.      Menyampaikan pesan

Setiap cerita tentu menyimpan pesan yang ingin disampaikan ke pendengarnya, melalui cerita pengajar ataupun orangtua dapat menyelipkan nasihat-nasihat baik yang mudah dipahami anak.

3.      Mengasah imajinasi anak

Saat orang dewasa menceritakan sebuah kisah, anak bukan hanya sekadar mendengarkan saja. Dalam alam pikirannnya mereka berimajinasi, dan berfantasi membayangkan jalanya kisah tersebut. Jangan meremehkan imajinasi, karena ada banyak kemajuan yang timbul bermula dari imajinasi seseorang. Dulu manusia hanya berimajinasi untuk bisa terbang, tapi sekarang bukanlah hal yang mustahil untuk dilakukan.

4.      Membentuk identitas diri anak

Dengan mendengarkan dongeng anak akan mudah memahami mana sifat-sifat yang baik dan buruk. Sehingga perlahan mereka akan mengenal karakter-karakter manusia dan membedakan mana yang harus diteladani dan tidak.

5.      Menambah kosa kata baru anak

Di usia yang masih anak-anak, mungkin ada banyak kata atau kalimat yang belum dipahami bahkan kata-kata yang mereka rangkai masih berantakan. Untuk itu, berdongeng adalah teknik menyampaikan kisah dengna tutur kata yang sudah dirangkai sangat rapi. Selain menambah perbendaharaan kata bagi anak, mereka juga akan belajar menyampaikan sesuatu dengan kata-kata yang baik dan tepat.

6.      Mengajak anak untuk mencintai ilmu sedari dini

Buku adalah jendela ilmu, penggunaan buku cerita adalah salah satu cara untuk merangsang keingintahuan anak akan pengetahuan yang belum mereka pelajari. Mungkin anak sudah familir dengan buku, namun mereka belum akrab dengan media tersebut. Selain mengajarkan anak untuk rajin membaca. Berdongeng juga menumbuhkan rasa cinta anak terhadap buku dan ilmu pengetahuan.

Ada lebih banyak lagi fungsi dari berdongeng bagi pendidikan anak. Meskipun terdengar sepele, namun nyatanya dongeng-dongeng yang anak dengarkan bisa mengubah masa depan mereka. Bukan hanya pengetahuan saja yang bertambah, karakter anak akan terbentuk seiring dengan dongeng-dongeng yang mereka dengarkan setiap saat. Bisa jadi anak akan terinspirasi menjadi karakter yang diceritakan dalam dongen. Untuk itu, cobalah luangkan waktu anda untuk membacakan dongeng dan cerita anak sebagai bagian dari proses belajar mereka.

 

 

Demikian artikel ini kami buat semoga memberikan gambaran bagi anda tentang serba serbi dunia pendidikan. Apabila ada pertanyaan tentang pendidikan alternatif Anda bisa hubungi kami di https://piwulangbecik.sch.id untuk informasi lebih lanjut.

Banyak Orangtua Tak Sadar, Pendidikan Yang Salah Dapat Memicu Stres Pada Anak

Banyak Orangtua Tak Sadar, Pendidikan Yang Salah Dapat Memicu Stres Pada Anak

Semua orangtua tentu ingin anaknya menjadi sosok yang berprestasi dan membanggakan. Namun terkadang tak banyak orangtua yang sadar jika yang mereka lakukannya justru membuat anak merasa stres dan tertekan.

 

Dalam sebuah penelitian mengungkapkan jika anak usia remaja sangat rentan mengalami stres. Menurut American Psycological Association mengatakan jika usia milenial yang paling rentan dengan stres mulai dari usia 18 – 33 tahun. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan jika tingkat stres dialami oleh anak-anak di bawah usia 18 tahun. Ada banyak hal yang mempengaruhi tingkat stres anak-anak, antara lain:

1.      Peristiwa traumatis

Mungkin kejadian yang kurag menyenangkan seperti kecelakaan, penyakit, hingga kematian orang terdekat dapat menimbulkan stres dan depresi pada anak, sehingga mereka akan kesulitan untuk menghadapi hidup.

2.      Masalah keluarga

Keluarga adalah elemen yang penting dalam pertumbuhan anak. Kondisi keluarga yang kurang baik tentu akan berpengaruh terhadap kondisi psikologisnya. Perselisihan orangtua, masalah keuangan keluarga, dan lain-lain akan membuat anak merasa stres.

3.      Bullying

Seiring berkembangnya zaman, kini bullying tidak hanya dilakukan secara langsung. Bullying juga bisa dilakukan secara online, adanya media sosial membuat siapapun bisa mengakses informasi orang lain. Bukan hanya itu saja, fitur komentar juga membuat netizen mengatakan hal-hal yang tak pantas pada anak. Komentar-komentar tersebut tentu akan membuat anak mereka tertekan dan stres.

4.      Hubungan dengan lawan jenis

Saat anak mulai menginjak usia remaja, umumnya mereka akan tertarik dengan lawan jenisnya. Meskipun jatuh cinta adalah hal yang indah, namun jika ternyata cinta mereka tak terbalas tentu hal ini membuat anak mereka patah hati dan stres.

5.      Tuntutan akademik

Saat ini masih banyak orangtua yang terobsesi dengan keberhasilan pendidikan anaknya selain itu, banyak sekolah yang memberikan banyak tes dan tugas-tugas yang membebani siswa. Bukan hanya itu saja, terkadang jam sekolah yang panjang membuat anak juga banyak kehilangan waktu untuk bersenang-senang. Padahal ditengah jadwal pelajaran yang padat anak juga membutuhkan waktu untuk refresing dan melakukan hal yang mereka sukai. Apalagi adanya sistem ranking terkadang membuat beberapa anak merasa merasa perlu bersaing dengan teman-temannya.

Bahkan dikutip dari suara.com memberitakan jika tahun 2019 lalu seorang remaja berusia 13 tahun berasal dari George Town memutuskan untuk bunuh diri karena dirinya tak dapat menyelesaikan PR. Menurut laporan media setempat pada  25 Agustus 2019, sang anak gantung diri menggunakan handuk di dalam kamar mandi beberapa saat setelah mengerjakan PR dengan sang ibu. Menurut investigasi anak tersebut tidak pernah benar-benar tertarik untuk belajar dan selalu lemah secara akademis. Selain itu, ia juga banyak mengeluh kepada orangtuanya karena terlalu banyak mengerjakan PR dan bagaimana hal itu membuatnya stres.

Pendidikan memang hal yang penting, namun jangan sampai karena mementingkan pendidikan anak kita menjadi abai dengan kondisi anak tersebut. Untuk itu peran orangtua bukan hanya sekadar membiayai sekolah anak saja, namun juga sebagai support system bagi anak. Dimana orangtua harus membangun Balanced life bagi anak mereka. Balanced Life bisa dimulai dari hal yang sederhana seperti mengajak anak untuk membagi waktunya, kapan saatnya belajar, kapan saatnya beristirahat, dan kapan saatnya mereka bersenang-senang. Selain itu, sebagai orangtua tentu kita harus peka dengan kondisi anak, saat kondisi mereka sedang sedih sebaiknya jangan abaikan atau malah memarahinya. Biarkan perasaan sedih tersebut berlalu jangan paksa mereka melakukan hal-hal yang tidak diinginkan. Saat anak mengatakan jika dirinya stres dan kesal dengan pelajaran atau hal lainnya dengarkan baik-baik dan bantu mereka menemukan solusinya.

Tingkat stres pada usia remaja memang semakin tinggi seiring dengan kegiatan belajar di rumah. Tugas yang semakin menumpuk serta gesekan dengan anggota keluarga yang lain terkadang menjadi faktor pemicu. Untuk itu, peran orangtua sangat penting selain menciptakan lingkungan belajar yang kondusif bagi anak. Orangtua juga sepatutnya memilih pendidikan yang terbaik bagi anak. Pendidikan terbaik bukan berarti sekolah dengan akreditas A dan terkenal dengan prestasinya. Namun mengetahui apa yang dibutuhkan anak untuk menunjang proses belajarnya. Diskusi dengan anak sangatlah dibutuhkan saat ini.

 

 

Demikian artikel ini kami buat semoga memberikan gambaran bagi anda tentang serba serbi dunia pendidikan. Apabila ada pertanyaan tentang pendidikan alternatif Anda bisa hubungi kami di https://piwulangbecik.sch.id untuk informasi lebih lanjut.

Sepenting Apa Mengajarkan Pendidikan Karakter pada Anak Sedari Dini?

Sepenting Apa Mengajarkan Pendidikan Karakter pada Anak Sedari Dini?

Apa yang anda pikirkan saat mendengar kata karakter? Apakah itu tentang sifat, perilaku, tindakan, atau lainnya? Secara sederhana karakter dapat diartikan sebagai cara berpikir, bersikap dan bertindak seseorang yang menggambarkan dirinya secara individu saat hidup bersosial di lingkungan keluarga, masyarakat, ataupun pertemanan. Karakter seseorang sangat erat dengan nilai agama, kejiwaan, akhlak, dan budi pekerti, sehingga hal inilah yang membedakan seseorang dengan orang lain. Karakter seseorang umumnya dibangun sejak usia anak-anak, sehingga sangat penting bagi orang dewasa untuk membentuk karakter anak sejak usia dini.

 

Umumnya disaat anak berusia 6 bulan hingga 1 tahun mereka akan mengenal dunianya. Sehingga pada masa tersebut sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan anak  hingga usia remaja kelak. Maka dari itu, masa tersebut dikenal sebagai masa Usia Emas (golden Age). Untuk itu, para orangtua harus memperhatikan lingkungan sekitar anaknya, pergaulan dan pendidikan adalah dua hal yang akan menentukan bagaimana karakter anak saat mereka berusia dewasa nanti. Jika anak tumbuh dalam pergaulan dan pendidikan moral yang baik, maka saat mereka dewasa, anak akan memiliki sifat-sifat yang baik. Hal itu juga berlaku sebaliknya.

Bila diperhatikan saat ini, tingkat kejahatan di usia remaja cukup tinggi. Ada banyak kasus pembullyan baik secara fisik ataupun verbal yang diberitakan di media, bukan hanya itu tingkat pelecehan seksual, kecanduan, dan tawuran juga terkadang membuat kita semua khawatir. Terlebih dengan adanya internet, memungkinkan anak mengakses hal-hal buruk yang tidak sepatutnya mereka konsumsi. Ingat apa yang mereka tonton bisa menjadi doktrin yang akan berpengaruh terhadap karakternya.

Melihat kondisi saat ini, tentu kita perlu melakukan tindak pencegahan yakni dengan memberikan pergaulan dan pendidikan karakter yang baik bagi anak. Dalam hal ini, peran orangtua sangatlah penting. Sikap orangtua sangat berpengaruh terhadap keberhasilan mendidik karakter anak baik secara fisik yang meliputi kebutuhan gizi dan kesehatan jasmani, maupun secara psikologis yang berupa tercukupnya kasih sayang dan rasa aman. Terlebih saat masih berusia anak-anak umumnya mereka akan lebih banyak menghabiskan waktu bersama orangtua, sehingga anak akan melihat bagaimana tindakan dan perilaku orangtuanya dalam kehidupan sehari-hari. Ingatlah anak merupakan peniru terbaik, apa yang orangtua mereka lakukan. Mereka akan ingat dan menirunya dengan baik. Untuk itu, karakter orangtua mungkin saja menurun pada anaknya.

Faktor lain yang berpengaruh terhadap pembentukan karakter anak ialah lingkungan sekitarnya. Kondisi lingkungan juga berpengaruh besar terhadap karakter anak di masa depan. Kondisi lingkungan dapat diartikan pula sebagai kondisi pergaulan anak dalam lingkungannya, hal ini meliputi bagaimana tata bahasa yang digunakan, sikap orang disekitarnya, dan bagaimana kondisi sosial yang ada. Jika kondisi lingkungan di sekitar anak baik, maka karakter yang akan dimiliki akan juga baik. Namun, jika kondisi lingkungannya buruk seperti wilayah yang rawan kejahatan, atau kondisi keluarga yang broken home, maka hal ini akan membentuk karakter yang kurang baik pada anak. Bisa saja pengalaman masa kecil yang kurang menyenangkan membentuk karakter buruk di saat mereka dewasa, misalnya menjadi sosok yang pendendam, mudah marah, dan lain sebagainya.

Hal lain yang tak kalah penting dari peran orangtua dan kondisi lingkungan adalah pendidikan yang ditanamkan kepada anak. Sebagai orangtua, tentu sebaiknya anda menanamkan nilai-nilai kehidupan yang wajib dimiliki anak. Nilia-nilai hidup yang harus dimiliki anak berupa nilai keagamaan, jujur dan baik, bertanggung jawab, demokratis, mempunyai rasa simpati, serta hormat dan mencintai orangtua. Nilai-nilai kehidupan tentu sangat penting, hal ini bukan hanya sebagai pembentuk karakter saja, nilai-nilai tersebut agar berguna bagi anak saat mereka ingin menentukan tujuan hidupnya.

Pendidikan karakter tak bisa lepas dari peran orangtua dan orang dewasa yang ada di sekitar anak. Meskipun ada banyak faktor yang dapat merubah karakter anak jika dewasa nanti, namun menanamkan nilai-nilai kebaikan sejak usia dini sangatlah penting bagi mereka. Bisa diibaratkan nilai-nilai yang ditanamkan adalah sebuah pondasi kuat, agar mereka lebih siap untuk belajar hal-hal baru di saat dewasa nanti.

 

Demikian artikel ini kami buat semoga memberikan gambaran bagi anda tentang serba serbi dunia pendidikan. Apabila ada pertanyaan tentang pendidikan alternatif Anda bisa hubungi kami di https://piwulangbecik.sch.id untuk informasi lebih lanjut.

Baru Mulai Memasukan Anak Ke PKBM? Simak Peran Yang Bisa Diambil Orangtua Dalam PKBM

Baru Mulai Memasukan Anak Ke PKBM? Simak Peran Yang Bisa Diambil Orangtua Dalam PKBM

Pendidikan tak hanya menjadi salah satu jalan seseorang bisa memperoleh kesuksesan di masa mendatang, pendidikan juga memberikan ketrampilan bagi seseorang dalam menjalani hidup kedepannya. Dulu pendidikan identik dengan memasukan anak ke sekolah formal, namun kini banyak cara dalam memberikan pendidikan terbaik untuk anak. Salah satu sistem pendidikan yang baik untuk pertumbuhan anak adalah PKBM.

 

Pendidikan alternatif seperti PKBM memiliki cara yang tentu yang berbeda dalam prakteknya. Di sekolah formal peran serta orangtua sangatlah minim, sedangkan sistem PKBM orang tua menjadi partner belajar untuk anak. PKBM bukan berarti memindahkan gaya pendidikan formal ke rumah, bukan. Namun adanya komunikasi dua arah yang membuat anak menjadi lebih berani bereksplorasi. Tentunya dalam hal ini membutuhkan peran orangtua yang cukup besar pada proses pendidikan anak.

Selain sebagai penuntun, peran orangtua dalam PKBM juga bisa menjadi fasilitator dan coach. Sebagai fasilitator, tentu Anda harus menyediakan fasilitas yang dibutuhkan anak dalam menunjang kompetensi, keterampilan, serta potensi yang ingin anak kembangkan. Sedangkan sebagai coach, Anda memiliki tugas untuk memotivasi atau memberikan dorongan positif pada anak agar mereka tetap bersemangat dalam menjalani proses pendidikan PKBM. Coaching ini sangat diperlukan, mengingat jika selama proses belajar anak akan menemui rasa bosan, jenuh, tidak percaya diri bahkan sampai patah semangat.

Apalagi beberapa anak biasanya menjalani proses belajar hanya sekadar untuk memenuhi perintah orangtuanya. Padahal salah satu tujuan dari PKBM sendiri adalah membangun sikap belajar yang mandiri pada anak. Jika dilakukan atas dasar keterpaksaan tentu tujuan pendidikan akan sulit dicapai. Oleh sebab itu banyak cara yang perlu diubah jika Anda sudah benar-benar siap dalam memberikan pendidikan alternatif untuk anak Anda.

Sebagai orangtua, mungkin saja Anda mengalami hal-hal yang juga anak alami. Namun disinilah proses bagaimana membentuk kembali ikatan yang sehat antara Anda dan buah hati. Pendidikan alternatif tak hanya memberikan cara lain dalam pengajaran, namun juga bisa memperkuat relasi antara anak dan orangtua jika dilakukan dengan semestinya. Untuk itu, orangtua perlu belajar bagaimana kondisi suasana hati anak sebab akan mempermudah dalam prosesnya jika dijalani dengan suasana hati yang senang dan gembira.

Tentu hal ini sangat berbeda jika anak belajar di sekolah formal. Dimana orangtua hanya terima bersih dan tidak bertanggung jawab penuh terhadap kegiatan anak selama di sekolah. Orangtua tak terlalu memikirkan kenyamanan anak selama proses belajarnya di kelas. Apalagi jarang sekali sekolah yang memberikan laporan terkait perkembangan anak di sekolah kepada orangtua diluar perkembangan akademis. Orangtua hanya dibutuhkan pada proses kenaikan kelas dimana Anda akan mengambil rapor anak. Hasil belajar anak hanya bisa kita lihat melalui rapor itu saja. Padahal bentuk prestasi anak bukan hanya tentang nilai yang bagus, namun juga banyak dimensi lain yang patut diketahui orangtua dalam kesuksan pencapaian pendidikan anak.

Sebagai orangtua tentu Anda tidak ingin anak menjadi sosok  yang tertinggal hanya karena tidak memperoleh kenyamanan dalam belajar atau metode belajar yang diberikan kurang tepat. Dalam hal ini, peran orangtua sebagai support system sangat dibutuhkan.

Bapak Pendidikan Indonesia Ki Hajar Dewantara memperkenalkan konsep TRI SENTRA. Konsep ini terdiri dari lingkungan rumah (alam keluarga), lingkungan sekolah (alam perguruan), dan lingkungan sebaya (alam pergaulan). Ketiga hal tersebut perlu dalam proses belajar anak, dimana lingkungan rumah, lingkungan sekolah/belajar, dan lingkungan sebaya saling terhubung sehingga proses belajar akan lebih optimal.

PKBM menggabungkan konsep TRI SENTRA, dimana anak akan belajar dengan tutor yang berkompeten. Selain itu proses belajar PKBM bisa dilakukan privat dan membangun intensitas yang baik antara pengajar dan peserta didik sehingga anak akan merasa lebih bebas untuk bertanya. PKBM bukan hanya kegiatan belajar secara privat saja namun juga banyak kegiatan lain yang turut mendukung perkembangan anak seperti study club dan ektrakulikuler. Study club dan ekstrakulikuler bukan hanya mengasah kemampuan anak saja, namun juga melatih kemampuan mereka bersosial dengan teman sebaya atau teman yang memiliki minat yang serupa. Tentu kegiatan PKBM tidak dapat berjalan lancar tanpa ada dukungan dan peran yang besar dari orangtua.

Ada banyak keuntungan yang bisa diperoleh dari PKBM. Meskipun proses belajar cukup berbeda dengan sekolah formal, tapi Anda tak perlu khawatir, sebab banyak program PKBM yang menyediakan kurikulum berbasis akademis yang  menyediakan materi pembelajaran akademis, sosial, budaya, seni hingga pembentukan karakter anak. Semoga dengan artikel ini dapat membantu anda dalam merencanakan pendidikan anak.

 

 

Demikian artikel ini kami buat semoga memberikan gambaran bagi anda tentang serba serbi dunia pendidikan. Apabila ada pertanyaan tentang pendidikan alternatif Anda bisa hubungi kami di https://piwulangbecik.sch.id untuk informasi lebih lanjut.

The Social Dilemma & Factfulness

Mari kita diskusikan hubungan antara film dokumenter disertai drama The Social Dilemma (Netflix, 2020) dengan buku Factfulness (Hans Rosling, 2018). Hubungan keseimbangan antara ketakutan dengan harapan.

The Social Dilemma

menceritakan bahayanya perubahan yang sangat kecil dari dunia internet sekarang ini, baik itu Google, Facebook, Instagram, dllnya … dengan cara yang sangat halus, pelan … tetapi menghanyutkan. Para developer di perusahaan-perusahaan besar tersebut mengingatkan akan bahayanya layanan yang telah mereka bangun sendiri. Kita telah salah tangkap, mengira yang mereka buat adalah sebuah layanan bagi kita, padahal sebenarnya tanpa kita sadari, perilaku kita berubah mengikuti yang mereka mau.

Fenomena Bumi Datar

Salah satu contoh menarik dari cara bekerjanya algoritma media sosial adalah fenomena tentang bumi datar. Ketika seseorang baru pertama kali ingin mencari tahu tentang isu bumi datar atau tidak, maka dia akan disuguhkan dengan beragam informasi, baik yang mendukung atau pun tidak. Jika kita lakukan search di Google, maka yang muncul paling atas adalah yang paling banyak diklik dan dibaca. Dan itu tidak bermakna bahwa yang paling atas adalah yang paling benar. Kenapa begitu? Karena bagi algoritma medsos, bukan benar salahnya, tetapi seberapa banyak yang telah mengklik dan membaca. Hal ini berkaitan dengan dunia bisnis, pengiklan. Pengiklan akan memberikan insentif finansial kepada situs yang paling banyak dibaca. Karena targetnya adalah jumlah.

Lantas, setelah itu, algoritma pada saat bersamaan juga akan mencatat, kecenderungan dari pembaca pertama tadi. Situs mana saja yang lebih banyak dibaca, pengikut bumi datar atau penentangnya.

Jika yang dibaca lebih banyak di bagian pengikut bumi datar, maka pencarian berikutnya akan diarahkan kepada situs-situs yang mendukungnya. Yang secara lambat laun, si pembaca digiring, seolah-olah kecenderungannya mendapatkan pembenaran. Dan opini ini terus akan dibangun untuk semakin menguatkan bahwa medsos memang dibutuhkan oleh pembaca tersebut untuk mendapatkan info tentang bumi datar. Secara tidak sadar, pembaca secara pelan tapi pasti, dia telah terperangkap oleh algoritma medsos dan menjadi kecanduan akan informasinya.

Bagaimana dengan pembaca lain yang punya kecenderungan menentangnya? Dia juga akan mendapatkan info hal lain yang mendukung kecenderungannya tersebut. Sehingga, seolah dia juga mendapatkan pembenaran akan kecenderungannya tersebut.

Walhasil, keduanya akan merasa benar dan mendapatkan pembenaran. Keduanya telah terperangkap oleh algoritma artifisial intelijen yang mereka ciptakan. Dan sekarang, pembaca bukan lagi sebagai pencari informasi, tetapi telah menjadi produk, yang dijual kepada pemasang iklan.

Itu hanya salah satu contoh saja. Sudut pandang lain tentang film tersebut telah banyak ditulis, salah satu review yang cukup bagus ditulis oleh Bernadetta Yucki dan bisa dibaca di tautan berikut.

Factfulness

mengajak kita melihat kenyataan bahwa dunia tidak seburuk yang kita sangka. Informasi yang sampai kepada kita, terlalu bias, krn kita tidak pernah mau menyediakan waktu sebentar saja untuk menganalisa dengan jernih. Kita hanya follow the crowd. Sadarkah kita dengan hal ini?

Afrika Adalah Negara Miskin

Seolah-olah telah menjadi takdirnya bahwa Afrika selamanya akan miskin dan terbelakang. Tapi seringnya, opini ini terbentuk atas dasar perasaan saja.

Padahal kenyataannya, harapan hidup orang Afrika lebih dari 72 tahun. Sementara rata-rata harapan hidup dunia hanya 72 tahun, di bawah orang Afrika. Mereka telah mengembangkan pendidikan, ketersediaan listrik, air dan sanitasi yang semakin baik. Penurunan tingkat kematian bayi menurun lebih cepat dibandingkan Swedia. Lantas, kenapa semua itu tidak pernah dilihat sebagai perkembangan yang luar biasa?

90 tahun yang lalu, Swedia juga miskin. 50 tahun yang lalu, China, India, Korea Selatan dalam kondisi jauh lebih buruk dari Afrika saat ini.

Tapi orang cenderung tidak mau melihat kenyataan akan adanya perubahan. Padahal, perubahan yang kelihatannya pelan, tidak berarti tidak ada perubahan sama sekali. Tahukah bahwa 1 persen perubahan setiap tahunnya, akan menjadi berlipat ganda setelah 70 tahun. Dan 2 persen perubahan setiap tahunnya, akan menjadi berlipat ganda dalam 35 tahun. Kemudian 3 persen perubahan setiap tahunnya, akan menjadi berlipat ganda hanya dalam 24 tahun. Sekecil apapun perubahan itu, akan berdampak besar.

Orang cenderung melihat kondisi saat ini saja, dan tidak mau melihat proses perkembangannya. Sehingga mereka sering terkaget-kaget ketika 20 tahun kemudian, masyarakatnya mundur, dan sebaliknya, masyarakat lain semakin maju.

Banyak contoh dari data yang valid dihadirkan, untuk melihat kondisi dan perekembangan sebuah masyarakat dengan nyata, buka sekedar perasaan saja. Salah satu review menarik dari sudut pandang yang lain lagi, ditulis oleh Bagja Hidayat dan bisa dibaca di tautan berikut. Dan ebook yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, tersedia di Gramedia di tautan berikut.

Bagaimana Kita Menyikapinya?

Film dokumenter tersebut menjadikan kita ngeri melihat pesatnya perkembangan zaman. Di lain pihak, buku factfulness justru memberikan kita gambaran akan dunia yang lebih baik dari yang kita takutkan selama ini.

Lantas, apakah info di atas menjadikan kita tambah galau, bingung atau justru kita bisa mengambil tindakan dengan lebih rasional lagi? Sebagai manusia sosial, kita perlu menyeimbangkan antara ketakutan dengan harapan. Untuk menyeimbangkan keduanya, kadang kita butuh teman berdiskusi dan saling mengisi, saling memberi ketika kita sudah melangkah mengambil keputusan.

Di situlah letak pentingnya kita
bergotong royong
saling menguatkan,
saling mengingatkan,
saling meringankan.

form pendaftaran PBx

Black Swan

Anak generasi Z banyak yang membuat kejutan tak terduga. Fenomena black swan. Seperti tidak ada progresnya, tapi pada saatnya … tiba tiba melejit.

Karena tidak pernah terduga, maka jangan sekali-kali menduga-duga atau memperkirakannya. Cukup bersabar membersamainya … dengan kasih sayang seutuhnya …

Buku tahun 2007 ini masih relevan dengan zaman sekarang … dampak dari sesuatu yang sangat mustahil terjadi …

Kemenkeu Mengajar: Pendidikan Dalam Pangkuan Ibu dan Bapak

sehari mengajar
seumur hidup memberi arti

Nadiem Makarim

1:17:15
Faktor terpenting adalah keterlibatan orang tua … berikanlah waktu untuk anak-anak anda.

Sri Mulyani Indrawati

42:18
Janganlah sampai keinginan kita untuk sempurna, mencegah kita untuk berbuat sesuatu.
1:19:30
Saya akan buat peraturan, sekarang rapat-rapat di kementerian saya, tidak boleh saat jam anak sekolah … kita start at 2 pm sampai jam 8 malam. (supaya orang tua tahu pembelajaran anak-anaknya, membantu anaknya dan tidak rebutan gadget atau device saat PJJ).

Dian Sastrowardoyo

1:15:27
Kalau kita tidak melakukan apa-apa, kita malah menjadi bagian dari masalah. Kalau kita ingin menjadi bagian dari solusi, kita harus melakukan sesuatu.
1:30:19
Daerah 3T (terluar tertinggal terjauh) diberikan subsidi pendidikan yang sangat besar, gurunya mendapatkan gaji yang paling besar, pengajar yang terbaik secara nasional, sehingga kalau ingin berkarir dengan bagus maka justru ditempatkan di daerah 3T tadi. Sehingga daerah 3T tadi mau tidak mau menjadi maju.

Najelaa Shihab

1:02:04
Pendidikan itu esensinya jaringan kolaborasi. Kemdikbud Kemenkeu berkolaborasi, bersama-sama melakukan inovasi. Juga orangtua dan guru.
1:15:40
Semua murid semua guru, semua ambil peran.
1:16:15
Perubahan pendidikan itu, bukan hanya butuh perubahan kebijakan, bukan hanya butuh pemerintah, tetapi butuh sebanyak mungkin praktek baik, orang yang percaya bahwa pendidikan itu tanggung jawab kita semua dan saya bisa ambil peran.
1:32:30
Mistrust, rasa saling tak percaya antar pemangku kepentingan yang selama ini amat sangat dominan di pendidikan kita, bisa segera hilang atau paling tidak berkurang, justru karena pengalaman di pandemi ini. Jangan merasa jadi korban. Relasi berdasarkan empati.

Ki Hajar Dewantara

1:39:56
Pokoknya pendidikan harus terletak di dalam pangkuan ibu dan bapak, karena hanya dua orang inilah yang dapat berhamba kepada sang anak semurni-murninya dan seikhlas-ikhlasnya. Sebab cinta kasih kepada anak-anak boleh dibilang adalah cinta kasih tak terbatas.

Info tentang Kemenkeu Mengajar bisa didapatkan di sini.

Info Pendaftaran Sekolah KM5 ada di sini.

 

Jalan Tengah Untuk Anak Tidak Sekolah

SKB & PKBM Lebih Siap Menangani ATS

Bapak Dr Samto sebagai Direktur PMPK (Pendidikan Masyarakat & Pendidikan Khusus), dalam sambutan pembukaan “Penanganan Anak Usia Sekolah Tidak Sekolah dan Program Indonesia Pintar Pendidikan Kesetaraan” yang diselenggarakan oleh Direktorat PMPK, Dirjen PAUD Dikdas & Dikmen, Kemdikbud, dari tanggal 22-24 Oktober 2020 bertempat di Harris Hotel Sentraland, Semarang, salah satunya menyebutkan tentang tren bertambahnya ATS dari tahun ke tahun. Tahun ini meningkat 700ribu-an. Bisa jadi peningkatan jumlah ini karena pendataan yang lebih baik, tetapi juga bisa karena alasan lainnya.

Yang jelas, ATS ini menjadi perhatian serius pemerintah RI dan juga masyarakat internasional dalam SDGs.

Dan lembaga yang justru sangat siap untuk menangani ATS ini adalah sekolah non formal, SKB dan PKBM. Kehadiran peserta didik yang fleksibel, materi pelajaran yang juga tidak terlalu akademis, dan pendekatan yang dilakukan oleh lembaga non formal ini lebih mengena.

Sebagian besar Satuan Pendidikan Non Formal ini didirikan oleh para aktivis yang peduli dengan dunia pendidikan. Walau pendiriannya dengan upaya sendiri dan fasilitas seadanya, tetapi semangat untuk ikut menyelesaikan masalah pendidikan di Indonesia ini, justru tinggi.

ATS ini tidak sekedar masalah uang dan kurikulum, tetapi lebih ke masalah perhatian dan kepedulian.

Program Indonesia Pintar

Bantuan PIP (Program Indonesia Pintar) salah satunya adalah untuk mengatasi ATS (Anak Tidak Sekolah) dengan rentang umur usia sekolah (6 sampai 21 tahun). Untuk yang kurang dari 6 tahun atau lebih dari 21 tahun, maka tidak bisa diajukan sebagai penerima PIP.

Informasi dari ibu Tien Suryani, pencairan PIP untuk daerah merah dan oranye di masa pandemi, dilakukan secara kolektif oleh satuan pendidikan. Penggunaan PIP tidak fleksibel karena sudah ditanggulangi oleh bantuan lainnya seperti PKH dllnya. Tapi satuan pendidikan tidak boleh memotong PIP ini untuk membayar SPP, karena sudah ditanggung lewat BOP.

Tapi, tantangan terbesar saat ini justru bukan dari dana, tetapi adalah menarik anak yang sudah bekerja untuk kembali ke sekolah dengan pendidikan yang akademis.

Ada jurang pemisah antara anak yang terbiasa bekerja, dengan dunia akademis, apalagi kalau harus mengulang dari awal lagi. Anak yang sudah berusia 15 tahun, tidak akan pernah mau untuk kembali ke sekolah dari kelas 1 SD.

Padahal anak ini sudah pandai menulis dan mendapatkan penghasilan dari kegiatan sosial medianya sekarang. Kalau mengulang dari kelas 1 SD lagi, artinya dia justru turun derajatnya.

Sertifikat Keahlian

Bapak Dr Abdul Kahar, Kepala Pusat Layanan Pembiayaan Pendidikan, Kemdikbud RI, menceritakan usahanya dahulu bersama teman-teman Non Formal untuk memberikan sertifikat keahlian yang setara dengan kelas akademis. Misal, anak usia 15 tahun ini bisa setara kelas 3 SMP krn telah menghasilkan karya yang setara dengannya. Sebagai alternatif dari placement test, yang isinya juga masih terlalu akademis.

Tapi, ternyata usaha itu masih belum berhasil karena perlawanan dari pihak akademisi yang tetap mewajibkan ATS untuk melakukan placement test atau mulai dari awal lagi.

Asesmen Kompetensi Minimum

Pun begitu, usaha ini bisa terus dilakukan, dengan harapan Mas Menteri yang menggulirkan AKM (Asesmen Kompetensi Minimum), Survei Karakter dan Survei Linkungan Belajar ini, selaras dengan sertifikat keahlian yang sesuai untuk menangani ATS.

Dapodik

Data PIP nantinya akan dipastikan diambil dari data lengkap di Dapodik. Sehingga hanya yang ditandai “bersedia menerima PIP” saja yang akan diajukan untuk mendapatkan bantuan. Pun begitu, untuk mendapatkan kevalidan data, ada beberapa saringan, seperti: sudah mempunyai NISN dan tidak terdaftar di sekolah lain (data ganda).

NISN

Masalah lain dari PIP adalah hanya diberikan bagi siswa yang telah mempunyai NISN. Secara sistem, mustinya maksimum setelah 3 bulan setelah terdaftar di dapodik, maka akan mendapatkan NISN. Tapi kenyataannya, sering ketika mendekati ujian, NISN baru diterbitkan. Dan ini tentu mengganggu program KIP. PMPK terus berupaya bekerjasama dengan Pusdatin untuk penerbitan NISN ini.

Minat Mengalahkan Bakat

minat dan niat yang kuat

mendatangkan manfaat

kalau sekedar berbakat

tetapi tidak ada niat

tidak ada minat

akan mokat