Nilai Dibalik Kata “Gotong Royong” Dan Penerapannya Dalam Dunia Pendidikan

Nilai Dibalik Kata “Gotong Royong” Dan Penerapannya Dalam Dunia Pendidikan

“Gotong royong adalah pembantingan tulang bersama, pemerasan keringat bersama, perjuangan bantu-membantu bersama. Amal semua buat kepentingan semua, keringat semua buat kebahagian semua”

Itulah sepenggal pidato yang disampaikan oleh Presiden Soekarno untuk menjadikan gotong royong sebagai landasan semangat membangun bangsa. Gotong royong sebenarnya bukan sebuah istilah yang baru dikumandangkan pada zaman penjajahan, namun sudah lama dinarasikan oleh para leluhur.

Masyarakat Indonesia memang dikenal sebagai masyarakat yang mau menolong sesama. Hal ini diwujudkan pada beberapa momen seperti kerja bakti membangun fasilitas umum, membersihkan lingkungan sekitar, tolong menolong saat pesta pernikahan atau upacara adat, bahkan menolong dengan berbagai bentuk sumbangan pada korban bencana alam.

Misalnya saja Tradisi Masyarakat Jawa yang bernama “Sinoman”. Sinoman sangat identik dengan acara pernikahan, akan tetapi sinoman juga ada pada beberapa penyelenggaraan acara lain dalam tradisi Jawa. Sinoman umumnya terdiri dari ibu-ibu yang membantu memasak di dapur, dan para pemuda desa dan beberapa bapak-bapak mendirikan tenda atau menata kursi dan meja untuk para tamu undangan. Saat hari pernikahan tiba, keluarga besan serta para tamu undangan hadir di acara pernikahan maka para sinoman akan bertindak sebagai pramusaji.

Umumnya gotong royong bersifat suka rela dengan tujuan untuk memperlancar suatu pekerjaan. Gotong royong telah menjadi kepribadian dan budaya yang telah mengakar dalam kehidupan bangsa ini, ada beberapa unsur yang melekat di dalamnya yakni kesatuan, kebersamaan, kekeluargaan, dan kerukunan.

Lalu bagaimana penerapan gotong royong dalam dunia pendidikan?

Gotong royong bisa terwujud pada beberapa hal misalnya dalam tugas kelompok ataupun student club, kegiatan ini akan membuat anak-anak saling berdiskusi untuk menyelesaikan tugas kelompoknya. Mereka akan membagi tugas secara adil dan sesuai kemampuan masing-masing.

Selain itu gotong royong juga bisa diwujudkan dalam kegiatan lain seperti saat membersihkan lingkungan belajar, ataupun menolong temannya yang tengah mengalami musibah. Di masa pandemi seperti sekarang ini wujud dari gotong royong dalam dunia pendidikan bukan hanya melibatkan peserta didik (anak-anak) saja, namun guru dan orangtua juga bisa turut terlibat.

Di kondisi yang serba terbatas dan berubah ini, bisa dikatakan jika Indonesia mengalami “Revolusi pembelajaran.” Pembelajaran yang umumnya dilakukan secara tatap muka menjadi pembelajaran daring. Meskipun sudah lama berlalu, namun beberapa orangtua, guru, ataupun anak masih gagap dengan sistem pembelajaran yang daring ini. Hal ini bisa disebabkan oleh banyak hal, minimnya fasilitas yang memadai seperti internet, device, hingga materi belajar.

Untuk itu, sikap gotong royong sangat dibutuhkan. Dimana baik pengajar, orangtua dan anak saling berkolaborasi menutupi kekurangan masing-masing. Pihak pengajar akan menyusun desain pembelajaran daring yang nantinya disampaikan kepada setiap orangtua. Orangtua akan bertugas mengawasi selama proses pembelajaran anak, serta memberikan fasilitas yang dibutuhkan. Sedangkan anak, akan menjalankan proses belajar dengan baik yang nantinya mereka memberikan saran dari desain pembelajaran yang dibuat oleh pengajar.

Dengan bergotong royong maka kepentingan umum seperti terpenuhinya kebutuhan pendidikan setiap orang akan berjalan dengan baik. Kesejahteraan bersama akan diperoleh asal setiap masyarakat berintegrasi dan menyesuaikan diri demi kepentingan bersama.

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply