#LiveInSeries 4 – Salsabila Erda & Sri Jumariah: Manfaat Mentoring

Salsabila Erda (17), siswi SMKN 1 Tengaran yang akrab disapa Erda, menceritakan pengalamannya setelah mengikuti program Karir Anak dan kemudian magang di Piwulang Becik. Perjuangan yang tidak mudah, karena dia sendiri saat masuk ke SMK saja karena terpaksa. Ditambah lagi, saat mengikuti program live in, ia mendapat penolakan dari ibunya, Sri Jumariah (43) yang biasa dipanggil Sri. 

 

Memberi Restu Setelah Melihat Perubahan pada Anak 

“Sebenernya saya kan awalnya nggak setuju. Saya tuh sukanya dia di SMA aja karena mata pelajarannya umum. Jadi kalau ada uang buat kuliah, lebih gampang. Itu menurut saya. Ternyata apa yang di pikiran saya itu tidak tepat. Untung saja ayahnya memaksa. Pertimbangannya supaya mandiri dan siap kerja. Kalau di SMK kan dilatih keterampilan. Tapi saya nggak kebayang Rekayasa Perangkat Lunak (RPL) itu seperti apa, nanti ngapain. Saya sendiri lulusan SMA,” aku Sri. 

“Tapi saya lihat gambarnya tuh lebih bagus. Karena saya nggak tahu tentang dunia ini, bingung saya. Caranya gimana? Di situ saya dikasih tahu, gini loh caranya. Dari situ saya lihat cara menjelaskan ke saya itu senang dan semangat. Awal-awal memang setengah tidak yakin. Tapi dari wajah kan keliatan. Dia tunjukin juga karya-karyanya. Kan saya ikut senang. Untuk sikap, mungkin kalau Erda melakukan kesalahan dan yang kasih tahu mentor, cara menyampaikannya berbeda dari orang tua. Kalau kita kan ngomel-ngomel. Kalau mentornya menjelaskan sedikit aja, langsung masuk,” tambahnya. 

Selain dari segi teknis, penolakan di awal juga terjadi saat program magang di mana Erda tinggal dan beraktivitas di lingkungan Piwulang Becik. 

“Awalnya, ketika diminta izin menginap, rasanya horor. Namanya orang tua, pertama kali punya anak menginjak remaja, khawatir kan. Ternyata saat lihat kondisinya seperti ini, jadi tahu di sini teman-temannya banyak dan dapat pengalaman positif yang membikin anak saya lebih baik. Bukan yang sebelumnya buruk, tapi jadi lebih baik. Lebih mandiri. Mungkin pertamanya terpaksa karena jauh dari orang tua, tapi lingkungannya positif. Jadi terlihat kemajuan dari segi perilaku. Sekarang kalau dikasih tahu orang tua jadi lebih dewasa,” jelas Sri yang kini berbalik menjadi sangat mendukung proses belajar Erda. Ia melihat semakin banyak perubahan di diri anaknya ke arah yang lebih baik. 

 

Meyakinkan Diri Sendiri untuk Meyakinkan Orang Tua 

Tentunya restu yang diberikan pada Erda merupakan buah dari upayanya meyakinkan orang tua. Namun sebelum meyakinkan orang tua, ia pun mengalami proses meyakinkan dirinya sendiri untuk mengikuti serangkaian program terkait dunia 3D. 

“Awalnya aku mikir, bisa nggak ya? Soalnya ini 3D, sementara aku nggak 3D sama sekali. Trus aku dapat masukan dari mentor ‘kalau kamu mau, kamu pasti bisa’. Dari situ aku mikir, aku mau atau nggak. Aku butuh atau nggak. Akhirnya aku putuskan aku mau walau lama dan aku belum terlalu bisa,” jelas Erda. 

“Kalau untuk meyakinkan orang tua, kan aku udah yakin. Kalau aku udah yakin, aku bakal usaha kasih bukti apa aja yang aku lakuin supaya dapet izin. Apa yang aku buat, dari awal sampai akhir, aku kasih tahu semua. Entah susahku apa, bisaku apa, kekuranganku apa, aku kasih tahu semua biar orang tuaku tuh tahu gitu loh tingkatanku dari nol sampai sekarang apa aja,” sambungnya. 

Sri menambahkan, sebetulnya di awal, Erda juga punya keinginan yang berbeda dari yang dijalani sekarang. “Dulu masuk RPL aja nangis-nangis nggak mau. Awalnya pengen masuk SMA. Ternyata dia nggak tahu bahwa di situlah, dari nangis-nangisnya, ada hal yang dia suka. Sedihnya lama itu. Hikmahnya di situ. Ternyata orang nggak bisa menyepelekan sesuatu yang awalnya nggak sesuai dengan keinginan. Sampai saat ini, dia kalau cerita, antusias sekali. Jadi dia menemukan sesuatu yang sangat dia senangi.” 

 

Menemukan Kesukaan dan Kenyamanan di Tempat Bekerja 

3 bulan live in di lingkungan Piwulang Becik, Erda mengakui menikmati prosesnya meski banyak tantangan yang harus dihadapi. “Aku tuh kan tipikal orang yang kalau ngerjain sesuatu gampang bosen. Trus kalau udah pusing, emosi sendiri. Mentor aku tuh ngasih tahu aku caranya gimana biar nggak bosen atau pusing. Tapi aku juga harus tahu batesannya. Jadi aku berusaha dulu, kalau bener-bener nggak bisa baru tanya. Karena itu, aku jadi termotivasi gitu. Semisal aku yakin aku bisa, bisa jadi nggak semestinya aku bisa. Harus ada orang yang membimbing kita supaya kita tahu kita bisanya apa dan kalau kita nggak bisa, bener-bener nggak bisa, yaudah diomongin. Kalau di 3D kan sekarang aku akuin aku nggak bisa. Jadi mentorku kasih jalan lain di 3D kayak bantu administrasi. Itu sih,” ujar Erda. 

“Di admin ini, aku makin suka. Aku emang suka ngetik-ngetik gitu kan daripada nge-sketch. Bukan lebih santai sih. Itu tanggung jawabnya gede banget. Kalau satu aja datanya salah, itu semuanya bakal salah dan ngulang lagi dari awal. Tantangannya itu besar banget dan aku harus lebih teliti dari sebelumnya.” Erda menjelaskan dengan penuh semangat. 

Terkait kenyamanan, Erda menceritakan bahwa faktor lingkungan sangat signifikan dalam membuatnya betah. “Yang bikin aku nyaman di sini tuh orang-orangnya. Cara mereka mendidik aku tuh nggak keras. Ngomongnya pelan tapi aku langsung tahu. Aku salahnya di mana itu langsung diomongin, nggak ditunda-tunda dulu. Jadi itu sih yang bikin aku nyaman di sini.” 

Selaras dengan pengakuan Erda, Sri menambahkan, “Kalau nggak nyaman, pasti dia pulang terus kok tiap hari. Berarti kan kerasan di sini. Itu kunci seseorang menyukai sesuatu. Contoh orang kerja. Seenak apapun pekerjaan itu, kalau lingkungannya nggak bikin nyaman, nggak akan kerasan. Sebaliknya, meskipun kita kerja berat, kalau lingkungannya nyaman, pasti akan terasa ringan. Jadi lingkungan yang membentuk dia jadi seperti itu. Yang saya seneng, dia itu ada motivasi. Yang susah itu kan memberikan semangat. Harus dengan cara apa? Kalau nggak datang dari diri sendiri, susah. Ini saya yakin karena teman-teman dan mentornya.” 

 

Harapan ke Depan 

“Kalau buat aku, pertama, ingin ningkatin dulu skill administrasi ini. Aku harus lebih dari yang sekarang. Kalau itu udah cukup, aku bakal usaha bikin studio sendiri di cabang-cabang Salatiga ini,” kata Erda. 

Menyambung harapan Erda, Sri menjelaskan bahwa ia berharap anaknya bisa terus melanjutkan apa yang dia suka kerjakan di sini. 

“Terima kasih sudah diberikan masukan dan ilmu dari mentornya. Bukan hanya dari segi teknis tapi juga rohani, pengalaman-pengalaman mereka, kiat-kiat sukses, dan lainnya. Setelah ikut di Karir Anak dan Piwulang Becik, Erda jadi lebih punya tujuan. Terima kasih juga dengan teman-temannya di sini karena dia jadi lebih baik karena mungkin saling mengingatkan,” ujar Sri.

Tonton wawancara lengkapnya di:

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply