#LiveInSeries 3 – Brian Masinas: Mengasah Kepekaan

Sejarah Bergabung dalam Komunitas 

Berlatar belakang sebagai sarjana STT Telkom jurusan desain produk, Brian Masinaz (26) mengawali karirnya sebagai 3D Artist. Dalam perjalanannya, ia merasa perlu mengeksplorasi bidang lain. Berhubung ia tinggal di Pekalongan dan ada peluang bisnis fesyen, ia pun memutuskan vakum dari dunia 3D dan mencoba berbisnis. 

Suatu hari, Brian menemukan lowongan pekerjaan sebagai 3D Artist di Facebook Group. Ia tertarik karena lokasinya dekat tempat tinggalnya. Tanpa punya banyak ekspektasi, ia coba mendaftar dan diterima bergabung bersama studio Peanuts Bee. 

“Awalnya aku kira yaudah kerjain desain 3D aja. Tapi ternyata beda banget kerja bareng komunitas. Di sini yang dikedepankan kan manusianya. Secara mindset, kita terus-menerus dikasih nutrisi, ditekankan sisi kemanusiaan dan kepekaannya. Menurutku ini nggak diajarkan di mana-mana. Bahkan kita diprospek untuk bikin studio baru,” ujarnya. 

Pengalaman Live In

Setelah 8 bulan bergabung, Brian diminta untuk belajar di Studio Kampung Becik Project yang digagas oleh Husayn Akmal Prasetya (22). Selama live in di Salatiga, ia berbagi pengalamannya berinteraksi dengan rekan-rekan yang tinggal dan beraktivitas di sana. 

“Yang paling kerasa sih di sini rame. Ada yang nggak tau, bisa langsung tanya. Aku jadi ngerasa terpacu untuk bikin karya yang bagus karena banyak pembanding yang bagus-bagus,” terangnya. 

Hal lain yang ia rasakan dari pengalaman live in ini adalah ia belajar menjadi lebih berempati, peka pada sekitar, dan menjadi manusia yang beradab. “Di sini tuh aku baru paham kalau nggak aware, rugi banget. Sayang kesempatannya kalau selama di sini aku cuma fokus teknis tapi di luar itu kurang peka. Kalau pun nongkrong sambil ngerokok, cuma ngobrol sama satu-dua orang.” Ia merefleksikan prosesnya ini sebagai latihan berempati. 

Tak hanya dari interaksi dengan sekitar, ia pun mengaku belajar dari hidup sehari-hari seperti piket harian. “Jujur, aku jarang bersih-bersih. Sementara di sini ada piket. Aku baru nyapu ya di sini, jadi nggak tahu bersih apa nggak. Yang penting nyapu aja dulu,” akunya sambil tertawa malu. “Pernah juga temen-temen lagi masak, aku asik sendiri depan laptop. Pas makin rame yang bantuin, aku baru sadar. Lah iya ya, aku ngapain daritadi? Kan nggak enak ya, udah dikasih tempat tinggal, makan, tapi aku nggak ada kontribusinya.” 

Harapan ke Depan 

“Kalau harapan, aku sih pengennya apa yang aku dapetin bisa diterapin, contohnya soal mindset, mental, adab. Misalnya lebih berempati, nggak cuek-cuek banget. Atau kalau terkait teknis, bantu-bantu ajarin apa yang aku dapet di sini. Jadi sama-sama berkembang lebih baik. Dan tentunya kayak semua orang ya, suatu saat pengen punya studio. Tapi kalau buat aku sendiri, aku pengen belajar lebih banyak gimana cara hidup, gimana menjadi manusia, dan gimana adab yang seharusnya. Aku juga pengen bisa lebih berempati dan peka dengan sekitar” tutupnya.

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply